download makalah, skripsi, tesis dll. | TUGAS KAMPUS

Forum MT5 (1 Post = 0.2$ )

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA KOMPENSASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. X

Posted: 21 Jul 2010 01:28 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0062) : TESIS ANALISIS PENGARUH PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA KOMPENSASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA PT. X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan tentu membutuhkan berbagai sumber daya, seperti modal, material, dan mesin. Sumber daya yang ada tidak akan berarti apabila tidak dikelola dengan baik. Untuk mengelolanya dibutuhkan sumber daya lain, yakni sumber daya manusia. Sumber daya manusia mempunyai peranan penting bagi perusahaan, karena memiliki bakat, tenaga dan kreativitas yang sangat dibutuhkan untuk menggerakkan perusahaan.
Perlu disadari bahwa pegawai merupakan sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam menjalankan kegiatan perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan harus memberikan perhatian secara maksimal pada pegawainya, baik perhatian dari segi kualitas pengetahuan dan keterampilan, maupun tingkat kesejahteraannya, sehingga pegawai yang bersangkutan dapat terdorong untuk memberikan segala kemampuan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Peningkatan kemampuan, pengetahuan dan keterampilan pegawai dapat dilakukan melalui program pelatihan dan pengembangan , terutama untuk menghadapi perkembangan teknologi yang demikian pesat. PT. X senatiasa mengadaptasi program dan teknologi yang baru untuk mendukung kinerja perusahaan secara keseluruhan. Akan tetapi penggunaan program dan teknologi yang baru ini tidak bermanfaat apabila tidak disertai dengan pemberian pelatihan yang berhubungan dengan pengoperasiannya. Permasalahan seperti ini akan menghambat kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Pelatihan dan pengembangan merupakan usaha untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan antara hasil pekerjaan dari kemampuan pegawai dengan hasil pekerjaan yang dikehendaki oleh perusahaan. Usaha meningkatkan kemampuan kerja pegawai dapat dilakukan dengan menambah pengetahuan, keterampilan dan mengubah sikap, sehingga dapat menjadi kekayaan perusahaan yang paling berharga. Dengan segala potensi yang dimilikinya, pegawai dapat terus dilatih dan dikembangkan, sehingga dapat lebih berdaya guna, dan berprestasi optimal guna mencapai tujuan perusahaan.
Beberapa program pelatihan dan pengembangan telah dilaksanakan oleh PT. X sesuai dengan ketetapan pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Adapun program-program pelatihan dan pengembangan yang telah diberikan pada pegawai diantaranya adalah Effective Time Management, How To Be General Affairs Professional, Bimbingan Teknis Nasional Kepabeanan, Program "Microsoft Office", dan program pelatihan dan pengembangan lain yang memiliki hubungan dengan pekerjaan pegawai yang bersangkutan.
Menurut salah seorang staf dari departemen yang berhubungan dengan pelatihan dan pengembangan pegawai, jumlah pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan memiliki kecenderungan yang menurun. Adapun faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah pemberlakuan kebijakan-kebijakan baru sebagai dampak dari beralihnya kepemilikan PT. X ke salah satu perusahaan ternama di Indonesia. Selain itu, kondisi perekonomian yang sedang mengalami krisis keuangan global, mengharuskan sebagian besar perusahaan di Indonesia merubah kebijaksanaannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, terutama berkaitan dengan efisiensi perusahaan, dan tindakan ini juga dilakukan oleh PT. X.
Departemen yang bertanggung jawab untuk menangani pelaksanaan program pelatihan dan pengembangan dituntut untuk lebih selektif dalam memberikan pelatihan dan pengembangan pada para pegawai. Perusahaan menghendaki para pegawai yang diberikan pelatihan dan pengembangan berdasarkan atas skala prioritas, dimana pelatihan yang diberikan benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat untuk pelaksanaan pekerjaan pegawai yang bersangkutan pada saat ini.
Selain pemberian pelatihan dan pengembangan, pegawai juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai salah satu pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja.
Bagi sebagian pegawai, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan pegawai untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan adanya kompensasi dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhan pegawai.
Kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima pegawai sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Pemberian kompensasi kepada pegawai harus mempunyai dasar yang logis dan rasional.
Kompensasi sangat penting bagi pegawai itu sendiri sebagai individu, karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan pegawai itu sendiri. Sebaliknya, besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Apabila kompensasi diberikan secara tepat dan benar maka para pegawai akan memperoleh kepuasan kerja dan terdorong untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Apabila kompensasi itu diberikan tidak memadai atau kurang tepat maka prestasi dan kepuasan kerja pegawai akan menurun.
Kompensasi bukan hanya penting untuk para pegawai saja, melainkan juga penting bagi perusahaan itu sendiri , karena program-program kompensasi merupakan pencerminan upaya perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusia.
Beberapa bulan terakhir ini PT. X juga telah mengeluarkan peraturan baru yang berkaitan dengan salah satu bentuk kompensasi.
Perusahaan menetapkan adanya pembatasan terhadap waktu tambahan bekerja di luar jam kerja yang telah ditetapkan atau lembur (overtime). Peraturan ini diterapkan dalam rangka mengantisipasi krisis ekonomi dimana perusahaan harus melakukan efisiensi di berbagai sektor.
PT. X berharap dengan adanya peraturan ini, para pegawainya tidak menyalahgunakan waktu lembur dan dapat memanfaatkan waktu seefisien mungkin dalam mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sejauhmana pengaruh pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi terhadap kinerja pegawai pada PT. X.
2. Sejauhmana pengaruh keadilan dan kelayakan terhadap pemberian kompensasi pada PT. X.

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi terhadap kinerja pegawai pada PT. X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh keadilan dan kelayakan terhadap pemberian kompensasi pada PT. X.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan pada PT. X dalam upaya peningkatan kinerja pegawai pada masa yang akan datang.
2. Sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana X, khususnya di program studi Magister Ilmu Manajemen.
3. Sebagai bahan pengetahuan untuk memperluas wawasan peneliti dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia, khususnya mengenai kinerja pegawai pada PT. X.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk mangkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir
Perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu, baik dilihat dari sudut beban tugas, perkembangan teknologi, dan metode kerja yang baru, perlu mendapat perhatian dan respon dari perusahaan. Oleh sebab itu pemberdayaan pegawai yang akan diberi wewenang dan tanggung jawab, perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Pembekalan itu dapat dilakukan melalui pemberian pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang akan diberikan kepada mereka.
Mathis and Jackson (2003) menyatakan bahwa: "The three major factors that effect how a given individual performs, the factors are: (1) individual ability to do the work, (2) effort level expended, and (3) organizational support. Individual performance is enhanced to the degree that all three components are present with an individual employee. However, performance is diminished if any of these factors is reduced or absent".
(Tiga faktor utama yang memengaruhi bagaimana individu yang ada bekerja, faktor-faktor tersebut adalah: (1) kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, (2) tingkat usaha yang dicurahkan, dan (3) dukungan organisasi. Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor ini dikurangi atau tidak ada).
Pelatihan dan pengembangan merupakan proses untuk meningkatkan kompetensi pegawai yang dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, baik untuk pegawai baru maupun pegawai lama. Hal ini senantiasa dilakukan perusahaan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan para pegawainya secara terus-menerus.
Di samping itu, pelatihan dan pengembangan juga dimaksudkan untuk membantu pegawai dalam memahami suatu pengetahuan praktis yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas, terutama tugas-tugas yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan baru sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dikuasai oleh pegawai.
Simamora (1997) menyatakan bahwa, "Sebagai salah satu elemen penting untuk meningkatkan kinerja pegawai, pelatihan merupakan sarana untuk menciptakan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan serta keahlian pengetahuan dan perilaku spesifik yang berkaitan dengan pekerjaannya. Pelatihan yang efektif secara signifikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan proses kerja, hal ini disebabkan karena kesalahan atau kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan di masa silam, dapat dikoreksi. Untuk memperbaiki kemampuan kinerja pegawai dan mengoreksi kekurangan kinerjanya di masa silam, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam melaksanalan suatu pekerjaan."
Tujuan pelatihan dan pengembangan harus dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh perusahaan serta dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan serta kondisi-kondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Tujuan yang dinyatakan ini kemudian menjadi standar terhadap kinerja individu dan program yang dapat diukur.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui keikutsertaan pegawai dalam program pelatihan dan pengembangan diharapkan dapat memberikan semangat baru dalam bekerja. Semangat kerja yang baik dan dengan dukungan pengetahuan yang baik pula perusahaan mengharapkan adanya peningkatan kinerja para pegawai, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang positif kepada perusahaan.
Selain program pelatihan dan pengembangan, program pemberian kompensasi juga merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya kinerja para pegawai. Program kompensasi penting bagi suatu perusahaan karena mencerminkan upaya perusahaan untuk mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama, dan juga wujud perhatian dari perusahaan terhadap prestasi yang telah diberikan pegawai kepada perusahaan.
Menurut Sirait (2006), "Pengelolaan kompensasi merupakan kegiatan yang amat penting dalam membuat pegawai cukup puas dalam pekerjaannya. Dengan kompensasi perusahaan bisa memperoleh/menciptakan, memelihara, dan mempertahankan produktivitas".
Jika karyawan merasa kompensasi yang diberikan perusahaan kepadanya cukup memadai untuk menghidupi diri dan keluarganya, maka ia akan tetap bekerja di perusahaan tersebut. Tetapi manakala kompensasi yang mereka terima dari perusahaannya tidak memadai guna menghidupi diri dan keluarganya, maka mereka akan berpikir untuk keluar atau eksodus ke perusahaan lain yang sistem kompensasinya lebih baik dari perusahaan asal ia bekerja. Kalaupun mereka tetap bekerja pada perusahaan tersebut, maka mereka akan bekerja seadanya dan tidak bergairah dalam bekerja sehingga produktifitas kerjanyapun rendah.
Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa, "Pemberian kompensasi yang adil dan layak melalui sistem pengupahan akan mendorong setiap pekerja meningkatkan kinerjanya".
Secara garis besar, pengaruh pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi terhadap kinerja pegawai dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:
Perusahaan perlu memberlakukan sistem kompensasi yang adil dan layak karena sangat penting untuk memperoleh dan mempertahankan karyawan yang potensial atau berkualitas. Kompensasi yang adil maksudnya adalah segala pengorbanan yang dilakukan oleh karyawan seimbang dengan imbalan yang mereka terima. Dengan kata lain ada keseimbangan antara produktifitas atau prestasi kerja karyawan dengan upah atau gaji yang diterimanya. Sedangkan kompensasi yang layak adalah besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan. Seperti kebutuhan fisik minimum dan upah minimum regional.
Program pemberian kompensasi harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang berlaku. Asas adil berarti besarnya upah dan gaji yang dibayarkan kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Sedangkan layak berarti upah dan gaji yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya upah dan gaji didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku (Rivai, 2004).
Pemberian kompensasi berdasarkan teori keadilan (equity theory) adalah membandingkan antara prestasi yang dicapai dengan kompensasi atau penghargaan yang diberikan oleh perusahaan. Apabila prestasi pegawai sebanding dengan penghargaan yang diberikan oleh perusahaan, maka dorongan pegawai untuk meningkatkan kinerjanya dapat dioptimalkan. Jadi dengan kata lain, bila kompensasi yang diberikan sesuai dengan keadilan dan harapan pegawai, maka pegawai akan merasa puas dan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerjanya. Sedangkan makna dari kelayakan adalah besarnya kompensasi yang memungkinkan karyawan hidup secara manusiawi sesuai dengan harkat, martabat dan tingkatan masing-masing (Muljani, 2002).
Secara garis besar, pengaruh keadilan dan kelayakan terhadap pemberian kompensasi dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

1.6. Hipotesis
1. Pelatihan dan pengembangan, serta kompensasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada PT. X.
2. Keadilan dan kelayakan berpengaruh terhadap pemberian kompensasi pada PT. X.

TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PENGGUNA JASA ANGKUTAN PT. X

Posted: 21 Jul 2010 01:25 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0061) : TESIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PENGGUNA JASA ANGKUTAN PT. X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa angkutan yang cukup memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi dari suatu negara. Dalam kehidupan modern khususnya pada bidang ekonomi, transportasi merupakan urat nadi perekonomian bagi sebuah negara. Oleh karena itu, sedemikian strategisnya fungsi transportasi maka diperlukan manajemen yang profesional dalam menanganinya. Fungsi transportasi akan menjadi lebih penting lagi karena semakin meningkatnya perkembangan penduduk.
Jika dilihat dari beragam bentuk sarana transportasi yang ada maka tidak dapat dipungkiri kalau masyarakat pengguna atau konsumen sarana transportasi dihadapkan pada berbagai pilihan yang ada, seperti transportasi darat dengan menggunakan bus, transportasi laut dengan menggunakan kapal laut, dan trasportasi udara dengan menggunakan pesawat. Ada banyak pertimbangan yang menjadi perhatian pengguna jasa dalam memilih sarana transpotasi yang akan dipergunakan dalam perjalanannya, misalnya jarak dan waktu yang akan ditempuh dalam perjalanan, resiko yang akan dihadapi serta bentuk pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa transportasi.
Penyedia jasa-jasa transportasi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat ada kaitannya dengan permintaan akan jasa transportasi secara menyeluruh. Setiap modal transportasi mempunyai sifat, karakteristik dan aspek teknis yang berbeda, hal mana akan mempengaruhi terhadap jasa-jasa angkutan yang ditawarkan oleh penyedia jasa transportasi.
Salah satu perusahaan yang menyediakan jasa transportasi darat untuk mengangkut penumpang antar kota antar propinsi adalah PT. X, yang didirikan pada tanggal 29 September 1966. PT. X dalam memenuhi dan memuaskan keinginan konsumennya telah berupaya menyediakan armada/bus-bus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
PT. X berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada para penumpangnya. Persaingan yang semangkin ketat dalam jasa transportasi, menuntut PT. X untuk meningkatkan kualitas dan nilai pelayanan yang diberikan kepada penumpang agar dapat mempertahankan eksitensinya sebagai jasa angkutan yang memiliki aset cukup besar dibandingkan dengan jasa angkutan lainnya yang dapat memberikan kepuasan optimal kepada penumpang yang menggunakan jasa angkutan.
Perusahaan angkutan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa-jasa angkutan, agar memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada pengguna jasa. Bagi pemakai jasa yang diutamakan dalam soal pengakutan adalah aman, tertib, teratur, memuaskan, cepat, serta menyenangkan. Tinggi rendahnya pendapatan (income) suatu perusahaan angkutan tergantung pada pelayanan yang diberikan pada masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan.
Namun mengingat begitu tingginya persaingan yang terjadi antar perusahaan-perusahaan bus dan perang tarif tiket penerbangan menyebabkan jumlah penumpang yang menggunakan jasa angkutan PT. X mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dari semakin berkurangnya jumlah armada/bus yang diberangkatkan untuk tujuan X - Jakarta. Setiap harinya PT. X hanya memberangkatkan masing-masing satu bus untuk economic class (non AC), satu bus executive class (AC non Toilet), dan empat bus executive class (AC + Toilet). Sedangkan jumlah bus yang tidak berangkat (off) untuk tujuan X - Jakarta sebagai akibat terjadinya penurunan permintaan konsumen masing-masing sebanyak 2 unit untuk bus economis class dan executive class (AC non toilet), 8 unit bus untuk executive class (AC + Toilet).

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Sejauhmana pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari; reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible terhadap kepuasan pengguna jasa angkutan PT. X?
2. Sejauhmana hubungan kepuasan dengan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari; reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible terhadap kepuasan pengguna jasa angkutan PT. X.
2. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan mempengaruhi kualitas pelayanan pengguna jasa angkutan PT. X.
3. Untuk mengetahui dan manganalisis hubungan kepuasan dengan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Sebagai sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi PT.X untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan dimasa yang akan datang dalam hal memuaskan dan mempertahankan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X.
2. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
3. Sebagai menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti, khususnya mengenai pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pengguna jasa angkutan dan menerapkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan serta melatih kemampuan berfikir secara sistematis.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir
Salah satu cara untuk mendiferensiasikan suatu perusahaan adalah memberikan pelayanan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan pesaing secara konsisten. Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 2002), kualitas pelayanan merupakan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Menurut Parasuraman, et al. dalam Tjiptono (2006) terdapat lima dimensi utama kualitas pelayanan, yaitu :
1. Reliabilitas (reliability), yakni kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
2. Daya tanggap (responsiveness), yakni keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap.
3. Jaminan (assurance), yakni mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
4. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan.
5. Bukti fisik (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
Simamora (2001) menyatakan bahwa "Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan, yaitu expected service dan perceived service. Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika layanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas layanan yang ideal. Sebaliknya bila layanan yang diterima lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas layanan tergantung pada kemampuan penyedia layanan dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten".
Kualitas layanan yang baik sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis, maka tentu saja kualitas layanan dapat memberikan beberapa manfaat dan salah satunya adalah menciptakan loyalitas pelanggan.
Oliver (1997) menyatakan bahwa " loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku".
Beberapa konsumen benar-benar loyal terhadap satu macam produk (hardcore loyals). Kelompok lainnya agak loyal, mereka loyal terhadap dua produk atau menyukai suatu produk tetapi kadang-kadang menggunakan produk lain (soft-core loyals). Kelompok terakhir tidak menunjukkan loyalitas terhadap merek apapun, mereka menyukai sesuatu yang baru muncul (switchers).
McDougall dan Levesque (2000) menyatakan bahwa " Perusahaan dapat meningkatkan profitabilitasnya dengan memuaskan konsumen sehingga memenuhi kepuasan konsumen menjadi tujuan utama bagi kebanyakan perusahaan. Namun perusahaan tidak merasa cukup dengan adanya kepuasan konsumen, karena konsumen yang puas tidak menjamin adanya pembelian ulang. Jaminan untuk mendapatkan pembelian ulang dari konsumen dapat diperoleh melalui loyalitas konsumen".

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut :
1. Kualitas pelayanan yang terdiri dari ; reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible berpengaruh terhadap kepuasan pengguna jasa angkutan PT. X.
2. Kepuasan memiliki hubungan dengan loyalitas pengguna jasa angkutan PT. X.

TESIS ANALISIS SIKAP DAN MINAT KONSUMEN DALAM MEMBELI BUAH-BUAHAN DI CARREFOUR, PLAZA X, DAN SUPERMARKET Y

Posted: 21 Jul 2010 01:23 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0060) : TESIS ANALISIS SIKAP DAN MINAT KONSUMEN DALAM MEMBELI BUAH-BUAHAN DI CARREFOUR, PLAZA X, DAN SUPERMARKET Y (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pasar produk pertanian berkembang pesat seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat. Semula petani umumnya menjual kepada pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pasar tradisional dimana konsumen membeli produk pertanian. Pada saat ini produk pertanian mengalami perkembangan, yaitu menuju pasar modern antara lain dengan hadirnya supermarket di berbagai daerah.
Bagi pasar modern, makanan segar (fresh foods) memiliki peluang cukup besar karena penjualannya belum maksimal. Selama ini, konsumen Indonesia masih menjadikan pasar tradisional menjadi pilihan utama untuk membeli barang-barang segar seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging ayam, sapi, dan ikan. Persaingan ini menimbulkan banyak perdebatan seputar kepentingan mempertahankan pasar tradisional sebagai pasar rakyat bermodal kecil dengan pasar modern yang bermodal besar.
Pada saat ini pertumbuhan supermarket akan mengikuti perkembangan klaster dengan penduduk dengan golongan pendapatan tinggi yang membutuhkan kenyamanan dan pelayanan yang lebih baik serta mampu membayar dengan tingkat harga yang lebih tinggi. Disamping itu pasar fresh foods yang selama ini terdapat di pasar-pasar tradisional, terbatas jam pelayanannya, karena biasanya pasar tradisional hanya buka pada pagi hingga siang hari. Konsumen yang biasa bekerja sampai sore hari biasanya memilih ritel yang dipercaya dan lebih nyaman untuk memenuhi kebutuhannya dengan membeli di saat sore atau malam hari, dimana ritel-ritel tersebut masih buka dan melayani penjualan hingga malam hari.
Semakin banyaknya atribut preferensi konsumen dalam memenuhi kebutuhan akan produk hortikultur (buah dan sayuran), mulai dari jenis, kenyamanan, stabilitas harga dan nilai komoditi, dewasa ini konsumen menuntut atribut yang lebih rinci seperti higienitas, komposisi nutrisi atau vitamin, aspek lingkungan (organik) dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa konsumen dewasa ini tidak sekedar membeli komoditi, tetapi membeli produk, sehingga keterlibatan konsumen dalam memilih produk buah-buahan baik untuk dikonsumsi maupun untuk pembelian semakin diperhitungkan.
Banyaknya perusahaan yang menawarkan produk buah-buahan, menyebabkan konsumen memiliki pilihan yang semakin banyak, dengan demikian kekuatan tawar menawar konsumen semakin besar. Oleh karena itu, perusahaan seharusnya mengetahui apa kebutuhan dan keinginan konsumen, kemudian berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut. Hasil pemasaran suatu perusahaan dapat dijadikan sebagai salah satu syarat untuk megetahui maju dan mundurnya perusahaan.
Keputusan pembelian oleh konsumen merupakan tujuan awal dari usaha ritel dalam memasarkan produk-produknya, namun diharapkan apabila konsumen menaruh sikap positif dalam evaluasi pembeliannya, maka timbullah kepuasan konsumen dalam membeli produk-produk yang ditawarkan. Kepuasan yang terus menerus mengakibatkan pembelian-pembelian ulang dan menumbuhkan loyalitas konsumen. Loyalitas konsumen pada ritel merupakan cerminan dari keberhasilan ritel itu sendiri dalam meramu srategi pemasarannya. Loyalitas menjadi tujuan akhir pemasaran ritel, dimana efek yang ditimbulkan disamping konsumen resisten terhadap pesaing, konsumen juga dapat menjadi sarana promosi yang paling efektif.
Bagi pasar modern (ritel) seperti Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y, sangatlah penting untuk mengetahui perilaku konsumennya agar konsumen dapat dipuaskan. Oleh karenanya berbagai tanggapan dari pelanggan perlu diterima sebagai masukan yang berharga bagi pengembangan dan penyusunan strategi perusahaan selanjutnya. Pembelian konsumen merupakan nafas bagi perusahaan. Informasi jumlah dan frekwensi pembelian dapat digunakan oleh manajemen dalam merumuskan harga produk yang bersaing.
Dalam konsep penjualan, ada karakteristik yang berbeda pada kedua ritel ini, yaitu pada ritel Carrefour, Plaza X, konsepnya adalah One Stop Shopping untuk kebutuhan sehari-hari konsumennya. Sedangkan Supermarket Y lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan Fresh Product, khususnya buah-buahan dan produk impor kebutuhan sehari-hari.
Perilaku pembelian konsumen juga akan memberikan gambaran minat untuk membeli, siapa yang dapat mempengaruhi minat pembelian, siapa yang memutuskan pembelian. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam mendesain dan memutuskan strategi promosi efektif yang akan digunakan. Kelengkapan informasi ini akan membuat setiap perusahaan unggul bersaing.

1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
b. Sejauhmana strategi bauran pemasaran mempengaruhi kepuasan konsumen membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
c. Sejauhmana hubungan kepuasan konsumen dengan loyalitas konsumen dalam membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y
d. Bagaimana perbedaan sikap dan minat Konsumen dalam membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengetahui kecenderungan perilaku konsumen dalam membeli buah-buahan. Secara khusus yang menjadi tujuan penelitian, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan kecenderungan konsumen dalam membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
2. Untuk mengetahui strategi yang akan digunakan dalam pemasaran buah-buahan di Carrefour Plaza, X dan Supermarket Y.
3. Untuk mengetahui perbedaan kecenderungan sikap dan minat konsumen pembeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai berikut :
1. Bagi pengusaha atau pengecer buah-buahan khususnya Carrefour, Plaza X dan Supermaket Y sebagai masukan dalam menerapkan stategi penjualannya.
2. Bagi Sekolah Pascasarjana Universitas X sebagai bahan pengembangan ilmu dan wawasan khususnya pemasaran pertanian.
3. Bagi penulis merupakan wujud penerapan dan pengembangan ilmu yang diperoleh selama mendapat pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas X.
4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi atau masukan yang berhubungan dengan pemasaran hasil pertanian, khususnya buah-buahan, pada ritel dan hubungannya dengan pasar tradisional.

1.5 Kerangka Berpikir
Di Indonesia, seperti halnya di negara berkembang, kehadiran dan dinamika pasar modern disebabkan oleh faktor-faktor berikut (Chen et.al, 2005; Shepherd, 2005); (a) Pertumbuhan pendapatan dan urbanisasi serta dukungan sarana transportasi dan penyimpanan pangan (refrigerators); (b) Perubahan preferensi konsumen yang dipicu oleh peningkatan partisipasi angkatan kerja wanita dan kebutuhan standar kwalitas dan keamanan pangan; (c) Perubahan kebiasaan makan konsumen dalam bentuk kemudahan penyiapan dan peningkatan permintaan produk siap saji; (d) Peningkatan pengembangan infrastruktur seperti perkembangan jalan tol, teknologi retail dan logistik; (e) Tingkat margin yang rendah dan kompetisi yang tinggi dan rantai pasok multinasional dengan penguasaan pengetahuan dan teknologi pasar modern; dan (f) Perubahan demografi, budaya dan sosial yang diindikasikan oleh peningkatan proporsi generasi muda, perubahan struktur keluarga (nuclear family), dan gaya hidup golongan muda (westernization of lifestyle).
Kehadiran pasar modern merupakan tantangan/ancaman dan sekaligus peluang bagi petani kecil dengan penjelasan sebagai berikut (IFPRI, 2003): (a) Supermarket membutuhkan volume produk pertanian yang relatif besar dengan kwalifikasi konsistensi kwalitas dan kwantitas yang tinggi; (b) Pertumbuhan supermarket memberikan peluang usaha yang baik bagi petani besar, terorganisasi dengan baik, dan dengan tingkat efisiensi yang tinggi; (c) Karena tuntutan kompetisi (kwalitas, harga, dan konsistensi), supermarket mengembangkan sistem pengadaan barang yang tidak mudah dimasuki petani kecil; (d) Petani mengalami persoalan pengambilan keputusan yang kompleks pada aspek produksi, penjualan, sistem pembayaran dan sertifikasi produk; (e) Keterbatasan infrastruktur (fisik dan kelembagaan) yang dihadapi petani dalam distribusi pemasaran dan adanya kompetisi pengadaan melalui impor; (f) Bagi petani yang mampu memenuhi standar kwalitas dan memiliki kemampuan (skill) serta teknologi terkait dengan sistem pengadaan pasar modern, akan memperoleh keuntungan dan bahkan sebagai batu loncatan pasar global.
Keputusan konsumen dalam pembelian bertitik tolak pada model rangsangan tanggapan atau stimuli. Karakteristik dan proses pengambilan keputusan pembeli akan menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Karakteristik pembeli bersifat budaya, sosial, pribadi dan psiklogis. Karakteristik ini akan mempengaruhi perilaku pembelian. Menurut Kotler (2000), konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Selanjutnya menurut Kotler (2000), "faktor budaya yang secara luas dan mendalam mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Faktor ini akan berhubungan dengan tata nilai, persepsi, preferensi, kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografi. Faktor budaya ini akan membentuk segmen pasar yang penting. Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti : kelompok acuan, keluarga, serta peranan dan status sosial. Banyak kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung terhadap pendirian atau perilaku seseorang. Semua ini adalah kelompok dimana seseorang tersebut berada atau berinteraksi. Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembelian dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup serta kepribadian dan konsep pribadi pembeli. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi lagi oleh faktor psiklogis, yang termasuk dalam hal ini adalah motif persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan pendirian".
Kotler (2000) menyebutkan "ada enam alasan mengapa suatu institusi perlu mendapatkan loyalitas konsumennya". Pertama, pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelanggan loyal akan memberi keuntungan besar kepada institusi. Kedua, biaya mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar dibandingkan menjaga dan mempertahankan pelanggan yang ada. Ketiga, pelanggan yang sudah percaya pada institusi dalam suatu urusan akan percaya juga dalam urusan lainnya. Keempat, biaya operasi institusi dapat mengurangkan biaya psikologis dan sosial dikarenakan pelanggan lama telah mempunyai banyak pengalaman positif dengan institusi. Keenam, pelanggan loyal akan selalu membela institusi bahkan berusaha pula untuk menarik dan memberi saran kepada orang lain untuk menjadi pelanggan.
Seorang konsumen dikatakan loyal apabila ia mempunyai suatu komitmen yang kuat untuk menggunakan/membeli lagi secara rutin sebuah produk/jasa. Cara membentuk loyalitas harus dimulai dengan memberikan kualitas produk/jasa yang unggul atau superior, sehingga konsumen merasa puas dengan pengalaman mengkonsumsinya. Kepuasan terhadap produk/jasa adalah modal utama pembentukan loyalitas.
Pedersen dan Nysveen (2001) dalam Ferrinadewi dan Jati (2004), menggunakan konsep loyalitas, dimana tingkat loyal konsumen terdiri dari tiga tahap, yakni :
1. Cognitively Loyal, tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen akan merek, dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini dasar kesetiaan adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen. Bentuk loyalitas ini merupakan bentuk yang terlemah.
2. Affectively Loyal, sikap favorable konsumen terhadap merek yang merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively loyal berlangsung. Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen konsumen terhadap produk atau jasa sehingga pada tahap ini telah terbentuk suatu hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau jasa diandingkan pada tahap sebelumnya. Affectively Loyal bukanlah prediktor yang baik dalam mengukur kesetiaan karena meskipun konsumen merasa puas dengan produk tertentu bukan berarti ia akan terus mengkonsumsi dimasa depan.
3. Conatively Loyal. Intensi membeli ulang yang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi. Sehingga dari ketiga bentuk kesetiaan diatas, conatively loyal merupakan prediktor yang terbaik.
Selanjutnya Rangkuti (2002) menyatakan bahwa "sikap merupakan salah satu komponen penting dalam perilaku pembelian, selanjutnya studi tentang sikap merupakan kunci untuk memahami mengapa seseorang berperilaku demikian rupa. Disamping itu, sikap merupakan hasil evaluasi yang mencerminkan rasa suka atau tidak suka terhadap objek, sehingga dengan mengetahui hasil evaluasi tersebut, kita dapat menduga seberapa besar potensi pembeliannya. Berdasarkan potensi ini, tenaga pemasar dapat menyusun strategi yang lebih efektif".
Pengukuran sikap konsumen dilakukan terhadap konsep yaitu objek fisik dan sosial dalam hal ini adalah supermarket yang merupakan hal paling penting dalam studi perilaku konsumen. Dengan mengetahui sikap konsumen ini, diharapakan dapat mempengaruhi perilaku pembelian oleh konsumen pada supermarket tersebut. Evaluasi yang dihasilkan oleh proses pembentukan sikap dapat disimpan dalam ingatan. Selanjutnya sikap yang diaktifkan tersebut dapat diintegrasikan dengan pengetahuan lainnya dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini adalah minat konsumen untuk melakukan pembelian agar lebih efektif disamping pengembangan produk yang lebih baik.
Selanjutnya menurut Kotler (2003) bahwa, "meramal adalah seni mengantisipasi apa yang mungkin dilakukan pembeli dalam kondisi-kondisi tertentu. Ini menunjukkan bahwa pembeli harus disurvei. Survei akan berharga terutama bila pembeli mempunyai minat yang telah dirumuskan dengan jelas, melaksanakannya, dan akan menggambarkannya pada pewawancara".
Berdasarkan uraian diatas, berikut ini akan dikemukan suatu kerangka konseptual penelitian yang akan bermanfaat sebagai penuntun yang mencerminkan alur berfikir dan merupakan dasar untuk perumusan hipotesis sebagai berikut :
Dari gambar diatas diperoleh penjelasan bahwa keputusan pembelian konsumen, berdasarkan variabel atau atribut dari produk buah yang dipertimbangkan oleh konsumen. Selanjutnya ritel atau pengecer menyesuaikannya dengan strategi bauran pemasaran eceran yang telah dikembangkan sebelumnya oleh masing-masing ritel (Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y), diharapkan timbul kepuasan konsumen dalam pembelian buah-buahan tersebut. Kepuasan konsumen selanjutnya akan mengakibatkan pembelian-pembelian ulang yang menumbuhkan loyalitas bagi konsumen.
Pertimbangan variabel yang diyakini mempengaruhi keputusan pembelian tadi, kemudian diuji terhadap sikap konsumen pada ritel Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y. Diharapkan sikap ini kemudian dengan konsisten dapat membangkitkan minat dalam membeli kembali atau pembelian ulang atau mungkin sebaliknya. Dalam hal ini dikembangkan uji beda guna mengukur perbedaan citra produk buah yang dijual pada dua buah ritel yang lokasinya saling berdekatan.

1.6 Hipotesis
Adapun hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sejauhmana pengaruh faktor jenis, kualitas, kesegaran, dan kesesuaian harga terhadap keputusan membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y
2. Strategi bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, lokasi, fasilitas, pelayanan dan karyawan, berpengaruh terhadap kepuasan konsumen membeli buah-buahan di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
3. Kepuasan konsumen membeli buah-buahan, berhubungan dengan loyalitas konsumen di Carrefour, Plaza X dan Supermarket Y.
4. Sikap dan minat konsumen dalam membeli buah-buahan berbeda di Carrefour, Plaza X dengan Supermarket Y.

TESIS PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PTPN X

Posted: 21 Jul 2010 01:21 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0059) : TESIS PENGARUH PELATIHAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PTPN X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Sejak tahun 2003, AFTA (Asean Free Trade Area) telah diberlakukan secara bertahap di lingkup negara-negara ASEAN, dan perdagangan bebas akan berlangsung sepenuhnya mulai tahun 2008, selanjutnya mulai tahun 2010 perdagangan bebas di seluruh wilayah Asia Pasifik akan dilaksanakan. Tantangan bagi setiap perusahaan adalah menyiapkan diri menghadapi globalisasi perekonomian untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal sekaligus mengurangi kerugian dari persaingan global melalui pengelolaan sumber daya yang efisien dan efektif.
Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh sejauh mana sistem di bidang sumber daya manusia ini sanggup menunjang dan memuaskan keinginan karyawan maupun perusahaan. Peningkatan pengetahuan, skill, perubahan sikap, perilaku, koreksi terhadap kekurangan-kekurangan kinerja dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas melalui pelatihan dan motivasi dari pimpinan atau perusahaan. Pelatihan akan memberikan kesempatan bagi karyawan mengembangkan keahlian dan kemampuan baru dalam bekerja agar apa yang diketahui dan dikuasai saat ini maupun untuk masa mendatang dapat membantu karyawan untuk mengerti apa yang seharusnya dikerjakan dan mengapa harus dikerjakan, memberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan, keahlian sedangkan dengan motivasi akan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyalurkan ego individu dan memperkuat komitmen karyawan pada perusahaan.
Penilaian atas pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan karyawan atau sering disebut sebagai penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja juga mutlak dilakukan untuk melihat sampai sejauh mana keberhasilan pelatihan dan pemberian motivasi kepada karyawan tersebut Sistem penilaian kinerja karyawan ini merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya yang tentunya mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan sebagai instrumen untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, mengendalikan perilaku karyawan, termasuk tingkat ketidakhadiran, hasil kerja, membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kenaikan gaji, pemberian bonus, promosi dan penempatan karyawan pada posisi yang sesuai.
Sejalan dengan uraian di atas, PT Perkebunan Nusantara (Persero) X yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, teh dan kakao yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi lokomotif kemajuan ekonomi di Indonesia khususnya di sektor agribisnis harus terus menerus dan berkesinambungan dalam melaksanakan pelatihan dan memotivasi karyawan agar keterampilan, kecakapan, dan sikap karyawan meningkat sehingga setiap pekerjaan akan lebih mudah diselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan profitabilitas perusahaan.
Tinggi rendahnya pengetahuan, keterampilan dan motivasi kerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X dalam meningkatkan kinerjanya dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam meningkatkan produktivitasnya. Pengetahuan, keterampilan dan motivasi ini merupakan nilai-nilai yang harus diinternalisasi kepada seluruh karyawan agar karyawan menyadari bahwa mereka adalah tenaga-tenaga kerja terampil yang dibutuhkan untuk kemajuan perusahaan.
Penelitian ini dibuat untuk meneliti kedua hal tersebut, yaitu pelatihan dan motivasi kerja karyawan. Sejauh mana pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X?

1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk:
1. Bahan masukan bagi PT Perkebunan Nusantara (Persero) X dalam masalah pelatihan dan motivasi kerja karyawan dan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
2. Menambah khasanah keilmuan khususnya manajemen sumber daya manusia, yang berkaitan dengan pelatihan dan motivasi kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan khususnya di perusahaan perkebunan (agribisnis) dan perusahaan di bidang lainnya umumnya di X.
3. Menambah khsanah dan memperkaya penelitian lmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
4. Untuk peneliti menambah wawasan keilmuan tentang manajemen sumber daya manusia, khususnya tentang pelatihan, motivasi kerja dan kinerja karyawan.
5. Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang tertarik tentang pelatihan, motivasi kerja dan kinerja karyawan.

1.5. Kerangka Berpikir
Investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh perusahaan adalah investasi insani (human investment) dengan penyisihan dan penyediaan dana untuk kepentingan pelatihan. Pelatihan merupakan suatu kekuatan yang diharapkan dapat mempercepat pembinaan sumber daya manusia dengan kompetensi, kemampuan dan tingkat profesionalisme yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan pembangunan menjelang pasar bebas.
Pelatihan dimaksudkan untuk mengoreksi kekurangan-kekurangan kinerja yang berkenaan dengan ketidakcocokan antara perilaku aktual dengan perilaku yang diharapkan. Perilaku aktual yang dimiliki karyawan seperti pengetahuan, keterampilan, atau sikap atau semangat kerja yang ada pada karyawan (motivasi) yang dibutuhkan untuk menangani suatu pekerjaan yang ada saat ini belum sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Perbedaan ini menimbulkan kesenjangan kompetensi yang jika tidak segera diatasi akan menurunkan kemampuan bersaing perusahaan. Daya saing menurun, maka perusahaan akan mati karena tidak mampu lagi berproduksi.
Pelatihan sebagai cara untuk meningkatkan keterampilan kerja dan motivasi kerja merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. Pada penelitian ini, faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang akan diteliti adalah mengenai pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap dan pemberian motivasi yang bertujuan untuk meningkatkan gairah dan semangat kerja karyawan.
Untuk mengetahui pengaruh pelatihan dan motivasi kerja terhadap kinerja maka dibuatlah suatu kerangka pemikiran. Pelatihan dan motivasi kerja adalah sebagai variabel bebas (variabel Independen), sedangkan kinerja karyawan adalah variabel terikat (variabel dependen), maka hubungan antara variabel-variabel bebas
dan variabel terikat dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

1.6. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang dirumuskan adalah Pelatihan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT Perkebunan Nusantara (Persero) X.

TESIS PENGARUH PEMASARAN RELASIONAL TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA (AJB) BUMIPUTERA 1912 CABANG X

Posted: 21 Jul 2010 01:20 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0058) : TESIS PENGARUH PEMASARAN RELASIONAL TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA ASURANSI JIWA BERSAMA (AJB) BUMIPUTERA 1912 CABANG X (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Seiring dengan globalisasi dan pasar bebas, dunia perdagangan (pemasaran) secara otomatis akan dihadapkan pada persaingan yang sangat ketat. Selain itu kondisi pasar juga semakin terpecah-pecah, daur hidup produk semakin pendek, dan adanya perubahan perilaku konsumen membuat peran pemasaran semakin penting. Lingkungan bisnis yang sangat ketat persaingannya dewasa ini, membuat konsumen memiliki peluang yang luas untuk mendapatkan produk atau jasa dengan sederet pilihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Oleh karena itu, konsentrasi pemasaran tidak lagi sekedar bagaimana produk atau jasa tersebut sampai kepada pelanggan tetapi lebih fokus kepada apakah produk atau jasa tersebut telah dapat memenuhi permintaan pelanggan.
Salah satu alternatif pendekatan yang saat ini mulai banyak digunakan oleh perusahaan atau organisasi adalah pemasaran relasional, yaitu prinsip pemasaran yang menekankan dan berusaha untuk menarik dan menjaga hubungan baik jangka panjang dengan pelanggan, suplier maupun distributor. Pemasaran relasional dalam ilmu pemasaran relatif baru dan jarang dilakukan penelitian, mengenai pendekatan tersebut. Strategi pemasaran yang selama ini banyak digunakan adalah pemasaran transaksional dimana perusahaan atau organisasi lebih banyak menggunakan pemasaran yang ditekankan pada pemasaran langsung yaitu melalui katalog, iklan, penjualan langsung, dan lain-lain. Pada tahun 1980-an perusahaan atau organisasi mulai menggunakan strategi pemasaran relasional.
Pemasaran relasional digambarkan oleh beberapa peneliti sebagai ikatan jangka panjang antara dua pihak. Ikatan tersebut dapat berupa ikatan antara perusahaan dengan pelanggan. Dalam industri di sektor jasa pendekatan pemasaran relasional ini cocok digunakan pada strategi pemasarannya, hal ini sesuai dengan sifat dari jasa itu sendiri. Pemasaran relasional sendiri dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, salah satu ada bentuk yang menggunakan 4 (empat) variabel yang mencakup variabel komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan. Komitmen merupakan usaha yang dilakukan perusahaan atau organisasi untuk menciptakan komitmen antara pelanggan dengan perusahaan atau organisasi dan usaha untuk membangun hubungan yang erat dengan pelanggan.
Empati adalah sebuah pendekatan dengan memahami pelanggan secara baik melalui kemampuan untuk menangkap atau memahami sudut pandang orang lain. Timbal balik adalah satu dimensi pemasaran relasional yang menyebabkan salah satu pihak memberikan variabel timbali balik atau mengembalikan atas apa yang telah didapat atau memberikan sepadan dengan apa yang diterimanya.
Kepercayaan dalam pemasaran jasa lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu pada keyakinan pelanggan atas kualitas dan keandalan jasa yang diterimanya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap pemegang polis asuransi jiwa apa alasan mereka memilih untuk menjadi pemegang polis lebih didasarkan pada faktor kepercayaan. Namun pada penelitian ini peneliti juga ingin mengetahui apakah faktor komitmen, empati, dan timbal balik menjadi faktor penentu bagi pemegang polis dalam memilih jenis asuransi.
Struktur ekonomi Indonesia lebih dari 30 tahun telah mengalami perubahan yang cukup berarti. Perubahan ini antara lain ditandai dengan perubahan yang berarti dari penekanan perekonomian dari sektor manufaktur berkembang ke arah sektor jasa. Salah satu sektor jasa yang berperan akhir-akhir ini seirama dengan perkembangan ekonomi modern, dan ditambah lagi untuk negara-negara yang tingkat kestabilannya kadang tidak menentu adalah industri jasa asuransi.
Industri asuransi merupakan potensi sumber daya dan sumber dana dalam negeri yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan manufaktur dan perkembangan industri perbankan yang berjalan cukup pesat. Padahal industri asuransi dengan segala aspek dan bentuknya sangat luas pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian pada umumnya. Karena selain sebagai penghimpun sekaligus pengerah dana masyarakat melalui akumulasi premi yang diinvestasikan di berbagai aktivitas perekonomian guna menunjang pembangunan dan merupakan lembaga yang memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat juga merupakan objek bagi pemasukan keuangan negara.
Berdasarkan situasi dan kondisi perekonomian Indonesia saat ini maka prospek dan perkembangan industri asuransi di Indonesia akan semakin besar dalam menjawab tuntutan yang ada, agar industri asuransi dapat bersaing dengan industri -industri lainnya maka diperlukan suatu strategi pemasaran yang baik. Dikarenakan asuransi merupakan termasuk dalam salah satu usaha yang bergerak di bidang jasa, maka salah satu pendekatan yang cocok digunakan untuk mencapai kepuasan pelanggan yaitu dengan strategi pemasaran relasional.
Hubungan antara pemasaran relasional dengan kepuasan pelanggan adalah bahwa kepuasan konsumen secara total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu, namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Adapun strategi yang dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya yaitu pemasaran relasional.
Persaingan yang terjadi di industri jasa asuransi pada saat ini sangat kompetitif untuk meraih pelanggan. Penetrasi pasar asuransi di Indonesia masih rendah yaitu baru sekitar 5%, sehingga perusahaan asuransi di Indonesia mempunyai ruang gerak yang besar untuk melakukan ekspansi. Hal ini sangat berbeda jauh sekali dengan negara Singapura yang penetrasi pasarnya telah mencapai 70%. Pangsa pasar asuransi di Indonesia sangatlah besar dan sementara ini hanya dikuasai oleh sekitar 40 perusahaan. Fakta lainnya adalah masyarakat Indonesia belum mengerti dengan baik makna dan manfaat asuransi sehingga produk-produk asuransi saat ini harus dijual, bukannya orang yang mencari produk asuransi seperti yang terjadi di negara-negara maju.
Salah satu jenis asuransi yang cukup banyak dimiliki oleh masyarakat Indonesia adalah asuransi jiwa. Namun secara umum, kebutuhan akan asuransi jiwa di Indonesia belum seperti di negara-negara maju. Bahkan jika dibandingkan dengan Singapura atau Filiphina, perkembangan industri jiwa di Indonesia dapat dikatakan lambat (Bumiputera News, 2006).
Meskipun pertumbuhan asuransi jiwa lambat dibandingkan dengan negara lain, namun prospek asuransi jiwa di Indonesia memiliki masa depan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah tertanggung hampir setiap tahunnya. Menurut data Indonesian Insurance, persentase jumlah tertanggung yang memiliki polis asuransi jiwa pada tahun 2001 adalah 12,1% dari jumlah penduduk. Jumlah tertanggung tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 4,3% bila dibandingkan tahun 2000 (Bumiputera News, 2006).
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa asuransi dan termasuk perusahaan asuransi tertua dan terkemuka yang berdiri di Indonesia, sekaligus menjadi satu-satunya perusahaan mutual di negara ini (Bumiputera News, 2005). Selama kurun waktu sembilan puluh lima tahun, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 telah banyak memberikan pelayanan perlindungan atas risiko kemungkinan terjadinya kerugian pada pemegang polisnya. Agar perusahaan tersebut mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asuransi lainnya, maka diperlukan suatu strategi pemasaran yang baik. Salah satu alternatif strategi yang digunakan oleh Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 untuk menarik dan menjaga hubungan baik jangka panjang serta mampu memberikan kepuasan pemegang polisnya adalah dengan menerapkan strategi pemasaran relasional.
AJB Bumiputera 1912 dalam usahanya untuk tetap mempertahankan keberadaannya sebagai market leader, berusaha terus menerus meningkatkan citra perusahaan dan penguasaan pasar, dan senantiasa menyediakan produk inovatif yang berkualitas prima serta memberikan pelayanan maksimal terhadap pemegang polisnya. Untuk mencapai kesinambungan pelayanan prima terhadap para pemegang polis, AJB Bumiputera 1912 melalui agen-agen asuransinya telah menetapkan kode etik yang harus dilaksanakan di dalam mengemban tugas atau pekerjaan. Ketentuan ini dibuat agar agen-agen asuransinya untuk selalu berusaha melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Sejauhmana pengaruh pemasaran relasional yang terdiri dari : komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemasaran relasional yang terdiri dari : komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X.
b. Untuk mengetahui variabel mana yang paling dominan mempengaruhi kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam bidang ilmu manajemen pemasaran, khususnya mengenai pemasaran relasional.
b. Sebagai bahan masukan bagi manajemen perusahaan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaan pelayanan agar dapat meningkatkan kepuasan kepada pemegang polisnya.
c. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir
Tujuan perusahaan (baik dalam bentuk laba, volume penjualan, pangsa pasar, pertumbuhan, misi sosial, maupun tujuan lainnya) dicapai melalui upaya memuaskan pelanggan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan tidak semata-mata hanya menekankan pada aspek transaksi, namun justru lebih berfokus pada aspek relasional.
Chan (2003) menyatakan bahwa "Pemasaran Relasional sebagai pengenalan setiap pelanggan secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan".
Selanjutnya :
Kotler (1998) menyatakan bahwa "Pemasaran Relasional adalah proses menciptakan, mempertahankan, dan meningkatkan hubungan yang kuat, bernilai tinggi dengan pelanggan dan pihak berkepentingan lain.
Tujuan utama dari pemasaran relasional adalah untuk memberikan nilai jangka panjang kepada pelanggan dan ukuran keberhasilannya kepuasan pelanggan jangka panjang (Kotler dan Amstrong, 2001).
Kepuasan pelanggan merupakan suatu hal yang sangat berharga demi mempertahankan keberadaan pelanggan tersebut untuk tetap berjalannya suatu bisnis atau usaha. Layanan yang diberikan kepada pelanggan akan memacu puas tidaknya seseorang pelanggan atas pelayanan yang diberikan.
Kotler (2000) menyatakan bahwa "Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapan. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak bisa memenuhi harapan, maka yang terjadi adalah ketidakpuasan".
Hubungan antara pemasaran relasional dengan kepuasan pelanggan menurut Mudie dan Cottam dalam Tjiptono (2006) menyatakan bahwa : kepuasan pelanggan secara total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu, namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Adapun strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya yaitu pemasaran relasional.

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Pemasaran relasional yang terdiri dari ; komitmen, empati, timbal balik, dan kepercayaan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang X.

TESIS ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MEMBELI MOBIL TOYOTA AVANZA DAN DAIHATSU XENIA

Posted: 21 Jul 2010 01:19 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0057) : TESIS ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN MEMBELI MOBIL TOYOTA AVANZA DAN DAIHATSU XENIA (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Penjualan mobil nasional diperkirakan akan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2008. Hingga Mei 2008, jumlah penjualan mobil telah mencapai 237.941 unit mobil (www.cetak.pajar.co.id). Jumlah penjualan mobil diperkirakan akan menyentuh level penjualan 500.000 unit. Walaupun harga bahan bakar minyak (BBM) mengalami peningkatan dan menyebabkan kenaikan harga barang lain, namun tidak mempengaruhi penjualan mobil nasional (www.detik finance.com).

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Sejak pertama kali diluncurkan tahun 2004, Toyota Avanza menunjukkan dominasinya dalam peningkatan penjualan mobil nasional tersebut. Penjualan Toyota Avanza terus mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai posisi teratas di tahun 2006 dan 2007. Berbeda dengan yang dialami oleh Daihatsu Xenia, penjualan Daihatsu Xenia tidak mampu menandingi penjualan Toyota Avanza walaupun sama-sama menduduki Top Ten mobil terlaris di Indonesia. Keunggulan penjualan Toyota Avanza dibandingkan Daihatsu Xenia juga terjadi di Kota X, dimana hingga tahun 2007 jumlah total penjualan Toyota Avanza mencapai 9.424 unit, sedangan penjualan Daihatsu Xenia hanya mencapai 3.570 unit. Padahal kedua mobil tersebut merupakan produk kaleborasi (kerjasama) dan diproduksi di bawah naungan perusahaan yang sama yakni Toyota Motor Corportion (TMC).

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Menurut Senior Managing Director TMC, selera konsumen telah mengalami perubahan demikian juga dengan kebutuhan konsumen. Kebutuhan konsumen mengarah pada kendaraan yang kompak, memiliki performa dan kualitas tinggi, serta dengan harga terjangkau. Agar mereknya tetap eksis di pasar, TMC berupaya menciptakan kategori baru, dan masuki segmen baru untuk merevitalisasi merek yang sudah ada. Upaya tersebut diwujudkan melalui kerja sama dengan Daihatsu Motor Co. Ltd., dimana 51 persen sahamnya dimiliki oleh TMC. Setelah melakukan riset selama dua tahun, akhirnya TMC dan Daihatsu Motor memproduksi mobil dengan kategori Multy Purpose Vehicle (MPV) yang dinamakan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia. Di Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) dipercaya memproduksi mobil kedua mobil tersebut. Selama ini, mobil dengan kategori MPV dikuasi oleh Toyota kijang dengan sasaran pasar kalangan menengah ke atas. Diluncurkannya Avanza dan Xenia diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan mobil keluarga dengan harga yang terjangkau (www.vibiznews.com).

* tabel sengaja tidak ditampilkan *

Avanza dan Xenia, sepintas memiliki penampilan yang tidak berbeda. Kedua mobil tersebut menampilkan eksterior yang stylish dan interior yang nyaman serta canggih. Dimensinya yang memiliki panjang badan 4 meter, memuat tiga barisan kursi (six seater) berkapasitas tujuh penumpang dengan ruang yang cukup lebar. Perbedaan terletak pada grill atau logo dan mesin mobil. Daihatsu Xenia hadir dengan kapasitas mesin 1.0 liter dan 1.3 liter, sedangkan Avanza 1.3 liter dan 1.5 liter. Avanza memiliki model yang sporty, trendy dan sangat kompak. Sedangkan Xenia, di samping modelnya yang kompak, memiliki harga murah dan konsumsi bahan bakar yang irit. Walaupun Xenia dijual dengan harga yang lebih murah dan irit bahan bakar, namun konsumen lebih memilih untuk membeli Avanza.
Kendaraan dengan kategori MPV menguasai hampir 60 persen pangsa pasar otomotif nasional. Menurut Head Domestic Marketing, PT Astra Daihatsu Motor (ADM), tingginya minat masyarakat terhadap kotegori MPV karena karakter masyarakat Indonesia berbeda dengan karakter masyarakat Eropa. Masyarakat Indonesia sangat kekeluargaan. Mereka lebih menyukai bepergian dengan orang banyak, dengan keluarga, saudara ataupun teman. Sementara, masyarakat Eropa lebih mengutamakan individualistiknya. Dengan sifat family minded seperti ini, masyarakat sangat memperhatikan kapasitas kendaraan yang mampu membawa seluruh keluarga. (www.republika.co.id).
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Marketing Communications PT Toyota Astra Motor (TAM). Menurutnya pada kondisi ekonomi makro Indonesia yang belum stabil ini, masyarakat yang berminat untuk membeli kendaraan akan memfokuskan pada kegunaan (fungsi) kendaraan bersangkutan dan harganya terjangkau. Itu sebabnya kendaraan yang irit dan mampu menampung seluruh anggota keluarga, akan menjadi pilihan masyarakat (www.republika.co.id).

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sejauhmana pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga, terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?
2. Sejauhmana pengaruh lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan, terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?
3. Sejauhmana perbedaan minat konsumen untuk membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?
4. Sejauhmana perbedaan keputusan pembelian konsumen atas mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X?

1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga, terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan, terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan pengaruh strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan pengaruh lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi Toyota Astra Motor dan Daihatsu Astra Motor dalam menentukan kebijakan dan pengembangan strategi pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
2. Sebagai penambah khasanah penelitian bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas X yang dapat dipergunakan dan dikembangkan.
3. Sebagai penambah dan memperluas pengetahuan bagi peneliti dalam bidang pemasaran khususnya perilaku konsumen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pembelian.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pemasaran di masa yang akan datang.

1.5 Kerangka Berpikir
Persaingan antara industri semakin tajam dalam meraih pangsa pasar dengan semakin banyak bermunculannya berbagai produk baru yang dapat menjadi pilihan konsumen. Konsumen bebas memilih produk yang akan dibelinya di antara berbagai merek yang ditawarkan produsen dengan menetapkan kriteria tertentu yang sesuai dengan kebutuhan, selera, dan daya belinya. Agar dapat meraih pangsa pasar para produsen harus memahami perilaku konsumen dalam hal apa yang dibutuhkan, selera, dan bagaimana mereka mengambil keputusan. Pemahaman terhadap perilaku konsumen ini memungkinkan pemasar dapat mempengaruhi keputusan konsumen sehingga mau membeli apa yang ditawarkan oleh pemasar.
Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa perilaku konsumen sebagai "the term consumer behavior refers to the behavior that consumers display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products and services that they expect will satisfy their needs," yakni sebagai perilaku yang menggambarkan konsumen, dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Setiap konsumen dalam membeli produk mempunyai perilaku yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut meliputi 6 hal (Mangkunegara, 2001), yakni: apa yang dibeli (object), mengapa membeli (objective), siapa yang membeli (occupant), kapan membelinya (occasion), bagaimana membelinya (operation), dan siapa yang terlibat dalam pembelian itu (organization). Mengapa terjadi perbedaan diantara konsumen tersebut disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membuat keputusan pembelian.
Menurut Kotler (2003), ada dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi: keluarga, kelas sosial, kebudayaan, dan kelompok referensi. Wilkie (1995) berpendapat bahwa perilaku konsumen itu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Yang disebut faktor eksternal antara lain: budaya, keluarga, kelompok acuan, kondisi lingkungan, kegiatan pemasaran perusahaan, dan situasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Howard dan Sheth (Sumarwan, 2002), dalam bukunya "The Theory of Buyer Behaviour" menyatakan bahwa keputusan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu (a) kegiatan pemasaran yg dilakukan oleh produsen dan lembaga lainnya, (b) faktor perbedaan individu konsumen, dan (c) faktor lingkungan konsumen.
Proses terjadinya pengambilan keputusan oleh pelanggan untuk membeli, diawali dari rangsangan pemasaran. Setiap perusahaan harus melakukan kegiatan pemasaran dalam rangka mewujudkan keberhasilan penjualan produknya. Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh produsen antara lain dalam bentuk strategi bauran pemasaran. Engel et. al (2001), bauran pemasaran adalah suatu program yang dirancang sedemikian rupa oleh perusahaan untuk memperoleh respon yang diinginkan dari pasar. Strategi pemasaran diarahkan untuk meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumen, seperti pembelian produk tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan menyajikan bauran pemasaran yang diarahkan pada pasar sasaran yang dipilih. Suatu bauran pemasaran terdiri dari elemen produk, harga, tempat/distribusi, dan promosi.
Wilkie (1995), mengemukakan pendapatnya yakni:
"Marketing is another signifikan sources of influences. Here we find numerous effort by marketers to reach and influence our decisions. These efforts include attractively designing the product and services characteristics offered for sale, advertising, display, salesperson, special price, store location, and the internal environment of the store it self. All these factors are often successful in influencing our specific consumer behaviors ".
Dengan kata lain bauran pemasaran adalah suatu rencana yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempengaruhi keputusan konsumen dengan cara menciptakan produk atau jasa yang menarik, memberi harga spesial, kegiatan promosi melalui periklanan dan display, serta lokasi penjualan. Selain mempengaruhi keputusan konsumen, bauran pemasaran juga mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumen tentang diri mereka sendiri, tentang berbagai macam tawaran pasar, serta tentang situasi yang tepat untuk pembelian dan penggunaan produk.
Dalam strategi produk, ditawarkan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan pembelian. Unsur produk tersebut meliputi atribut, merek, kemasan, label, dan jasa pendukung lainnya. Tjiptono (2002), menambahkan unsur jaminan atau garansi sebagai unsur terakhir yang dianggap oleh konsumen. Di sisi lain, tingkat harga yang ditetapkan pada suatu produk akan mempengaruhi permintaan dan kuantitas yang terjual (Stanton, 1996). Dari sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa. Dengan demikian strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap perusahaan.
Sebelumnya sudah dikemukakan bahwa bauran bauran pemasaran mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan konsumen tentang berbagai macam tawaran pasar. Hal ini akan menimbulkan kebutuhan dan minat untuk melakukan pembelian. Durianto, dkk (2003) berpendapat bahwa niat untuk membeli atau minat beli adalah sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit yang dibutuhkan pada periode tertentu. Menurut Kotler (2000), minat ini timbul sebagai reaksi dari stimuli pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk bauran pemasaran. Logikanya, sebelum konsumen membeli produk, konsumen harus mengenal produk terlebih dahulu melalui stimuli pemasaran. Kemudian muncul minat untuk membeli yang diikuti oleh keputusan pembelian.
Harus disadari bahwa konsumen adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya setiap hari. Lingkungan sosial konsumen juga mempengaruhi perilaku pembelian seorang konsumen. Pengaruh yang muncul dari lingkungan sosial konsumen tersebut antara lain dalam bentuk budaya, kelas sosial, keluarga dan kelompok acuan, dan situasi konsumen.
Anggota keluarga menurut Mowen dan Minor (2002), merupakan pemberi pengaruh yang paling kuat terhadap persepsi dan perilaku pembelian seseorang. Berbagai macam produk dan jasa dibeli oleh konsumen yang mengatasnamakan sebuah keluarga. Beberapa macam produk dibeli oleh sebuah keluarga kemudian dipakai secara bersama-sama oleh semua anggota keluarga. Dengan demikian pembelian suatu produk seringkali diputuskan bersama oleh suami dan istri, dengan melibatkan anak-anak atau anggota keluarga lainnya.
Selain sebagai bagian dari keluarga, seorang konsumen mungkin akan terlibat atau menjadi bagian dari satu atau lebih kelompok. Menurut Setiadi (2003), kelompok ini mempengaruhi proses pembelian yang dibuat oleh seorang konsumen. Kelompok dijadikan acuan oleh konsumen sebagai dasar untuk perbandingan atau referensi dalam memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilakunya. Anjuran yang bersifat pribadi dalam suatu kelompok rujukan, jauh lebih efektif sebagai penentu perilaku dibandingkan iklan di media massa.
Keluarga dan kelompok rujukan tersebut mempengaruhi penambilan keputusan pembelian seorang konsumen akan suatu produk. Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Hal senada juga diungkapkan oleh Peter dan Olson (2002) yang berpandangan bahwa perilaku konsumen adalah soal keputusan untuk memilih antara dua atau lebih alternatif tindakan atau perilaku.

1.6 Hipotesis
1. Strategi bauran pemasaran yang terdiri dari: produk dan harga memiliki pengaruh terhadap minat konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
2. Lingkungan sosial konsumen yang terdiri dari: keluarga dan kelompok rujukan memiliki pengaruh terhadap keputusan konsumen membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
3. Terdapat perbedaan minat konsumen dalam membeli mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.
4. Terdapat perbedaan keputusan pembelian konsumen atas mobil Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia di kota X.

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA

Posted: 21 Jul 2010 01:17 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0056) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN TUGAS PEMERINTAHAN DESA (PRODI : ILMU MANAJEMEN)


BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka pembangunan yang dilaksanakan dengan menggunakan paradigma pemberdayaan sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan di desa, kelurahan, dan kecamatan.
Untuk mewujudkan pemberdayaan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang partisipatif. Pada tatanan pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab dan demokrasi, sedangkan pada tatanan masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.
Pembangunan wilayah pedesaan tidak terlepas dari peran serta dari seluruh masyarakat pedesaan, sehingga kinerja seorang kepala desa sebagai kepala pemerintahan desa harus dapat menjalankan tugas pokok memimpin dan mengkoordinasikan pemerintah desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, melakukan pembinaan dan pembangunan masyarakat, dan membina perekonomian desa. Namun dalam kenyataannya menunjukkan bahwa penilaian kinerja kepala desa oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan serba lamban, lambat, dan berbelit-belit serta formalitas.
Masyarakat yang dinamis telah berkembang dalam berbagai kegiatan yang semakin membutuhkan aparatur pemerintah yang profesional. Seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangannya, kebutuhan akan pelayanan yang semakin kompleks serta pelayanan yang semakin baik, cepat, dan tepat. Aparatur pemerintah yang berada ditengah-tengah masyarakat dinamis tersebut tidak dapat tinggal diam, tetapi harus mampu memberikan berbagai pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia, khususnya di beberapa kabupaten, menyebabkan terjadinya perubahan sistem dan struktur kepemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Untuk menghadapi perubahan tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten X berkewajiban meningkatkan kemampuan aparatur pemerintahannya di berbagai bidang, antara lain peningkatan kemampuan SDM seperti keahlian, pengetahuan dan ketrampilan dengan melalui pendidikan, pelatihan, kursus, magang, seminar/diskusi dan lain-lain.
Pemerintahan Kabupaten X dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas SDM, sudah melaksanakan pelatihan penjenjangan dan pelatihan teknis Pemerintahan Desa sebagai aplikasi dari Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2001 tentang peningkatan aparatur pemerintahan dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa, yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan aparatur pemerintahan desa. Pelatihan tersebut dilakukan secara bertahap baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat kecamatan. Harapan dari terlaksananya program pendidikan dan pelatihan tersebut adalah dapat meningkatkan kinerja kepala desa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai aparatur pemerintah di desa.
Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintahan Kabupaten X pada tahun 2006 yang lalu adalah menyerahkan sepeda motor dinas kepada 34 (tiga puluh empat) kepala desa dan 11 (sebelas) staf kecamatan. Tujuan diberikannya sepeda motor dinas kepada para kepala desa tersebut sebagai upaya meningkatkan motivasi, kinerja dan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan diharapkan dapat mendukung dan membantu Pemerintahan Kabupaten X dalam mempercepat proses pembangunan. Dengan pemberian sepeda motor dinas ini, hendaknya dibarengi dengan peningkatan kinerja, misalnya pemungutan pajak bumi dan bangunan dari masyarakat menjadi lebih proaktif.
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para pimpinan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering para pimpinan atau manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga organisasi/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Pada dasarnya kinerja kepala desa tidak cukup hanya dengan peningkatan pendidikan dan pelatihan saja, tetapi bisa juga dilakukan melalui peningkatan motivasi kepada mereka. Timbulnya motivasi pada diri seseorang tentu oleh adanya suatu kebutuhan hidupnya baik itu kebutuhan primer maupun kebutuhan sekundernya. Jika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka seseorang akan giat bekerja sehingga kinerja dapat meningkat.
Kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa khususnya yang ada di Kabupaten X tentu dipengaruhi oleh kebutuhan seperti yang dimaksud di atas, dan mereka akan bekerja keras jika pekerjaannya itu dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Disamping faktor motivasi juga faktor pengalaman kerja sebagai kepala desa akan ikut mempengaruhi prestasi kerja (kinerja) dalam pelaksanaan tugas kepemerintahan desanya. Seorang kepala desa yang sudah lama bekerja sebagai kepala desa akan lebih berpengalaman dibandingkan dengan yang baru bekerja sebagai kepala desa, dan dengan pengalaman tersebut ia akan mudah melaksanakan tugas kesehariannya sebagai aparatur pemerintahan desa.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Sejauhmana faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten X Provinsi X?
b. Bagaimana kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten X Provinsi X?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten X Provinsi X.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja kepala desa sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten X Provinsi X.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah daerah di Kabupaten X Provinsi X dalam upaya peningkatan kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di masa mendatang.
b. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pascasarjana Universitas X, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
c. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, khususnya mengenai kinerja kepala desa sebagai aparatur pemerintahan desa.
d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.

1.5. Kerangka Berpikir
Keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak terlepas dari peran seorang kepala desa. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kepala desa yang memiliki kinerja yang handal agar mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada mereka.
Rivai (2005) menyatakan bahwa "Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika".
Selanjutnya Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa "Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya".
Kinerja sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja yang selama ini dimilikinya. Oleh karena itu, evaluasi kinerja sangat perlu dilakukan terhadap hasil kerja individu karena dapat dipergunakan untuk menilai kemampuan pegawai, peringkat kerja, penggajian, kompensasi, promosi, dan penentuan dalam jabatan (Wibobo, 2007).
Dalam melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan atau kinerja seorang pegawai harus memiliki pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Aspek-aspek yang perlu dinilai untuk level pimpinan/manajer dalam suatu organisasi adalah: 1) tanggung jawab, 2) ketaatan, 3) kejujuran, 4) kerja sama, 5) prakarsa/inisiatif, dan 6) kepemimpinan (Soeprihanto, 2001).
Menurut Ivancevich dalam Ruky (2003) bahwa "Pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Sebaliknya pendidikan lebih menekankan pada pemberian pengetahuan (knowledges) yaitu yang seseorang harus tahu, baik yang baru atau dalam usaha memperkaya perbendaharaan pengetahuan dan wawasannya".
Perbedaan antara pelatihan dan pendidikan diwujudkan dalam metode dan teknik instruksional/pengajaran yang digunakan oleh masing-masing program. Sebuah program pelatihan lebih menekankan kepada latihan (train), praktek (practice), dan melakukan (do) tersebut dan bukan untuk mendengarkan kuliah atau ceramah. Sedangkan program pendidikan biasanya melakukan hal yang sebaliknya dari pelatihan.
Menurut Mangkunegara (2007) bahwa "Motivasi merupakan suatu sikap (attitude) pimpinan atau pegawai terhadap sutuasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Pegawai yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika pegawai tersebut bersikap negatif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja, dan kondisi kerja".
Pengalaman kerja juga menjadi salah satu faktor dalam mendukung kinerja seseorang pegawai. Menurut Wibowo (2007), seorang pemimpin harus memiliki pengalaman mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Pengalaman yang dimiliki seseorang dari waktu ke waktu terus berubah sejalan dengan perjalanan waktu dan perubahan lingkungan.

1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut :
a. Faktor pendidikan, pelatihan, motivasi, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja kepala desa dalam pelaksanaan tugas pemerintahan desa di Kabupaten X Provinsi X.
b. Kinerja kepala desa berbeda sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten X Provinsi X.

TESIS ANALISIS PENGARUH FAKTOR MOTIVASI, PERSEPSI, PEMBELAJARAN, DAN KEPRIBADIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAPTOP DI KALANGAN MAHASISWA

Posted: 21 Jul 2010 01:15 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0055) : TESIS ANALISIS PENGARUH FAKTOR MOTIVASI, PERSEPSI, PEMBELAJARAN, DAN KEPRIBADIAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAPTOP DI KALANGAN MAHASISWA (PRODI : ILMU MANAJEMEN)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Era globalisasi ini ditandai dengan revolusi komunikasi, dan informasi; hal ini disebabkan karena pesatnya gagasan dan pikiran serta transaksi bisnis menjadi semakin cepat, tepat, praktis dan berkualitas. Dengan adanya perubahan-perubahan ekonomi akan dituntut kesiapan untuk penyesuaian kebutuhan yang berubah, sejalan dengan perkembangan jaman.
Kebutuhan manusia adalah suatu keadaan akan sebagian dari pemuasan dasar yang dirasakan atau disadari. Suatu kebutuhan menjadi suatu dorongan bila kebutuhan itu muncul hingga mencapai taraf intensitas yang cukup. Motif (dorongan) adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat dan mendesak untuk mengarahkan seseorang agar mencari pemuasan terhadap kebutuhan hidup.
Pada dasarnya kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat, terdiri dari tingkatan paling dasar (primary needs) atau kebutuhan primer seperti orang membutuhkan sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Jika kebutuhan primer sudah tercapai maka muncullah di dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs (kebutuhan sekunder) seperti perhiasan, mobil, mesin cuci, laptop dan sebagainya.
Saat ini penggunaan laptop di kalangan anak muda yang didominasi oleh mahasiswa semakin meluas, bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan personal. Hal ini disebabkan manfaat yang diperoleh dari penggunaan laptop tersebut antara lain dapat membantu penyelesaian tugas-tugas belajar mereka.
Dilihat dari perilaku pembelian laptop di kalangan mahasiswa sangat beraneka ragam motifnya dan sulit diamati yang terdiri dari faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian mahasiswa tersebut. Beberapa pakar perilaku konsumen membedakan antara motif rasional dan motif emosional. Istilah rasionalitas dalam pengertian ekonomi tradisional, menganggap bahwa para konsumen berperilaku rasional jika konsumen secara teliti mempertimbangkan semua alternatif dan memilih alternatif yang memberikan kegunaan yang terbesar kepadanya. Sedangkan motif emosional mengandung arti bahwa pemilihan sasarannya menurut kriteria pribadi atau subjektif.
Proses keputusan yang diambil atau dilaksanakan oleh individual lebih banyak melibatkan lingkungan sosial dan psikologikal yang terdiri dari faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian dari pada bidang fisikal. Sehingga perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh lingkungan yang terus menerus berubah.
Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X merupakan salah satu diantara banyaknya mahasiswa yang menggunakan laptop. Alasannya membeli laptop supaya dapat mengerjakan tugasnya kapan saja. Selain itu juga laptop sangat membantu pada saat pengisian KRS (Kartu Rencana Studi) secara online, dimana mahasiswa tidak perlu untuk ke ruang administrasi jurusan karena dapat diakses disekitar kampus.
Sedangkan pihak Fakultas Teknik X tidak mengharuskan mahasiswa untuk menggunakan laptop tetapi karena banyaknya tugas dari dosen membuat mahasiswa tersebut harus membeli laptop, bahkan mahasiswa yang baru semester pertama sudah menggunakan laptop karena apabila tidak menggunakan laptop akan terkendala dalam kegiatan akademis mahasiswa itu sendiri. Begitu juga hal nya mahasiswa semester akhir lebih banyak menggunakan laptop untuk menulis skripsi.
Kemudian prinsip praktis dan efektif serta gengsi tersendiri yang bisa diperoleh dari laptop ini mendorong mahasiswa Fakultas Teknik X untuk membeli laptop yang harganya semakin terjangkau dari waktu ke waktu, dan sifatnya yang lebih fleksibel dan fashionable serta adakalanya mahasiswa membeli laptop karena mengikuti temannya supaya tidak dianggap kurang pergaulan (kuper) dan tidak gagap teknologi (gaptek).
Pengguna laptop pada kalangan mahasiswa Fakultas Teknik X ini biasanya memiliki keterbatasan pada masalah dana, tetapi mahasiswa tersebut mempunyai keinginan terhadap laptop yang benar-benar memiliki kemampuan kerja yang tinggi. Hal ini karena mahasiswa sifatnya dinamis, bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya, didalam dan diluar ruangan, dan sangat intensif dalam hal penggunaan laptop. Umumnya, digunakan sebagai penunjang kegiatan akademis dan memiliki media hiburan. Model laptop yang digemari umumnya adalah yang ringan, tidak mahal, dan memiliki media penyimpanan yang praktis seperti tas berbentuk ransel/backpack. Model atau bentuk dan warna sering menjadi pertimbangan bagi mahasiswa Fakultas Teknik X, terutama bagi mahasiswa yang memiliki minat atau hobi berhubungan dengan komputer atau teknologi informasi.
Semua hal ini tergantung dari persepsi mahasiswa tersebut dalam pengolahan informasi yang diterima pancaindera. Ada kalanya untuk melakukan keputusan pembelian, mahasiswa membutuhkan waktu yang lama untuk pencarian informasi dari berbagai sumber, supaya dapat mengurangi perasaan ketidak puasan pasca pembelian dan ada juga sebagian mahasiswa lainnya tidak membutuhkan waktu yang lama dalam pencarian informasi tentang produk laptop.
Kemudian pembelajaran dapat muncul melalui pencerminan pengalaman penggunaan produk. Maksudnya konsumen mendapatkan suatu pengetahuan secara tidak langsung melalui pengamatan terhadap orang lain yang telah menggunakan produk tersebut. Banyak pembelajaran muncul ketika konsumen menerjemahkan informasi yang berkaitan dengan produk dari media massa (periklanan, papan reklame, bill board, majalah, koran) atau dari sumber personal (teman dan keluarga). Dalam hal ini pembelajaran mahasiswa Fakultas Teknik X membeli laptop sering terbentuk dari pengalaman dirinya sendiri atau dari pengalaman teman atau keluarganya setelah membeli produk tersebut sehingga dapat mempengaruhi perilaku pembeliannya.
Manfaat produk laptop akan berdampak kurang baik bagi mahasiswa Fakultas Teknik X apabila produk laptop tersebut digunakan tidak sesuai dengan petunjuk pemakaian yang telah ditentukan sehingga mengakibatkan kerusakan lebih cepat dan menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi pemakainya baik itu secara fungsional maupun psikososial.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X?
2. Sejauh mana manfaat produk yang terdiri dari manfaat fungsional dan psikososial berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X?

1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh manfaat produk yang terdiri dari manfaat fungsional dan psikososial terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Bagi pihak pemasar produk laptop dapat menentukan kebijakan dan pengembangan strategi pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan pasar khususnya perilaku membeli laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.
2. Bagi Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas X, sebagai bahan kajian ilmu dan menambah referensi dalam dunia ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manajemen pemasaran umumnya dan khususnya tentang perilaku konsumen dalam kaitannya dengan faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian mahasiswa dalam keputusan pembelian laptop.
3. Bagi peneliti dapat menambah pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan dengan teori perilaku konsumen, manfaat produk serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dan penerapannya di lapangan.
4. Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan berarti bagi penelitian-penelitian selanjutnya demi mengembangkan ilmu pengetahuan baik secara umum maupun khusus terhadap ilmu pengetahuan yang dijadikan dasar penelitian ini.

1.5 Kerangka Berpikir
Setiap lembaga atau perusahaan yang bergerak dalam bidang apapun baik itu bidang jasa maupun barang memiliki tujuan pemasaran agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu para pemasar hendaknya mengetahui siapa pembeli, apa yang dibeli, mengapa mereka membeli, siapa yang terlibat, bagaimana mereka membeli, kapan mereka membeli serta dimana mereka membeli. Apakah pemasar dapat memahami ketujuh variabel tersebut, maka pemasar akan lebih mudah dalam melaksanakan kegiatan pemasaran.
Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen sangat penting khususnya faktor motivasi, pesepsi, pembelajaran, dan kepribadian bagi mahasiswa Fakultas Teknik X, karena berhasil tidaknya pemasaran produk tergantung pada respon konsumen terhadap produk tersebut. Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk berarti juga berusaha mengidentifikasikan hal-hal yang menyebabkan seseorang merasa terlibat atau tidak dalam pembelian.
Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa motivasi adalah "driving force within individuals that impels them to action. This driving force is produced by state of tension, which exists as the result of an unfulfilled need". Dapat diartikan bahwa motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut.
Schifman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah "sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia.
Solomon (2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah "a relatively permanent change in behavior that is caused by experience ". Dapat diartikan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen yang diakibatkan oleh pengalaman.
Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa kepribadian adalah "those inner psychological characteristics that both determine and reflect how a person responds to his or her environment". Dapat diartikan bahwa kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristics) manusia, perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu.
Kotler (2001) menyatakan bahwa, perilaku konsumen sebagai perilaku konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga yang membeli produk untuk konsumsi personal. Sedangkan Mowen (2002) menyatakan bahwa, perilaku konsumen sebagai studi tentang unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan penempatan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide.
Solomon (2003) menyatakan bahwa "consumer behavior is the process involved when individuals or groups select, purchase, use, and dispose of goods, services, ideas, or experiences to satisfy their needs and disires". Dapat diartikan bahwa perilaku konsumen adalah merupakan suatu proses yang melibatkan seseorang ataupun suatu kelompok untuk memilih, membeli, menggunakan, dan memanfaatkan barang-barang, pelayanan, ide, ataupun pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Sumarwan (2004), menyatakan bahwa manfaat produk ada dua jenis yaitu manfaat fungsional (functional consequences) dan manfaat psikososial (psychosocial consequences). Manfaat fungsional adalah manfaat yang dirasakan konsumen secara fisiologis. Sedangkan manfaat psikososial adalah aspek psikologis (perasaan, emosi, dan mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk.
Begitu juga dengan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X dalam perilaku pembelian laptop akan beragam motifnya dilihat dari faktor motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian dari mahasiswa tersebut, sehingga perilaku membelinya juga berbeda.

1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dihipotesiskan penelitian ini sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, dan kepribadian berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.
2. Manfaat produk yang terdiri dari manfaat fungsional dan psikososial berpengaruh terhadap keputusan pembelian laptop di kalangan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas X.

TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI MINYAK GORENG

Posted: 21 Jul 2010 01:13 AM PDT


(KODE : PASCSARJ-0054) : TESIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN TERHADAP KEPUTUSAN MEMBELI MINYAK GORENG (PRODI : ILMU MANAJEMEN)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan pangan di Indonesia, sehingga minyak goreng tidak dapat diabaikan keberadaannya. Minyak goreng merek X di produksi oleh PT. X yang berlokasi di X. Walaupun pusat industrinya berada di X, namun pemasaran lebih besar di X dibandingkan X dan wilayah lainnya. Dengan peluang pasar yang sangat besar, PT. X secara nasional hanya menguasai tak lebih dari 1% pangsa pasar minyak goreng kemasan bermerek (www.majalahtrust.com).
PT. X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha produksi minyak goreng. PT. X merupakan salah satu perusahaan pelopor dalam industri minyak goreng yang telah berdiri sejak tahun 1989. Perusahaan ini memproduksi minyak goreng dengan tiga nama yaitu merek X, Cap Sendok, Lazizah. Minyak goreng merek X dan Cap Sendok dipasarkan di Indonesia dan minyak goreng merek Lazizah dipasarkan ke luar negeri.
Minyak goreng termasuk jenis barang konsumsi harian dan dipergunakan oleh semua lapisan masyarakat. Dengan demikian permintaan yang tinggi terhadap minyak goreng dapat dipengaruhi oleh faktor budaya, pribadi, sosial dan psikologi. Kebudayaan tercermin dari cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam usaha pemenuhan kebutuhan konsumen.
PT. X telah melakukan sejumlah kegiatan pemasaran untuk meningkatkan penjualan minyak goreng merek X dan terus menerus memperluas jalur distribusi. Tetapi kestabilan volume penjualan masih belum tercapai. Sejak tahun 2004 hingga 2007, volume penjualan minyak goreng mengalami fluktuasi penjualan yang tidak stabil. Hal ini dapat dilihat dari laporan volume penjualan minyak goreng X di kota X dalam 4 (empat) tahun terakhir pada Tabel I.
Perkembangan teknologi dan industri membawa dampak bagi kehidupan manusia terutama dunia usaha pada saat ini. Di samping itu banyaknya usaha yang bermunculan baik perusahaan kecil maupun besar berdampak pada persaingan yang ketat antara perusahaan yang sejenis dan yang tidak sejenis. Oleh karena itu strategi pemasaran merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam menghadapi persaingan, pengembangan usaha dan untuk mendapatkan laba, sehingga perusahaan dapat mengembangkan produknya, menetapkan harga, mengadakan promosi dan mendistribusikan barang dengan efektif.
PT. X perlu memiliki suatu strategi pemasaran yang sesuai dengan sasaran konsumen yang dituju dalam memasarkan produknya, strategi pemasaran merupakan alat fundamental yang dapat direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang digunakan untuk melayani pasar sasaran. Salah satu bentuk strategi pemasaran yang dapat mendukung dalam memasarkan minyak goreng adalah penggunaan stimulasi perusahaan yang terdiri dari; produk, harga, distribusi dan promosi.
Bagaimana cara konsumen mengambil keputusan pembelian sangat penting bagi perusahaan, karena keberhasilan produk yang ditawarkan sangat tergantung pada persepsi yang dimiliki konsumen terhadap produk tersebut.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian adalah :
1. Sejauh mana pengaruh faktor internal yang terdiri dari; budaya, sosial, pribadi dan psikologis terhadap persepsi internal konsumen atas minyak goreng merek X?
2. Sejauh mana pengaruh faktor stimulus pemasaran yang terdiri dari; produk, harga, distribusi dan promosi terhadap persepsi stimulus pemasaran atas minyak goreng merek X?
3. Sejauhmana pengaruh persepsi internal dan stimulus pemasaran terhadap keputusan pembelian atas minyak goreng merek X oleh konsumen rumah tangga di kota X?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor internal yang terdiri dari; budaya, sosial, pribadi, psikologi terhadap persepsi konsumen atas minyak goreng merek X.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor stimulus pemasaran yang terdiri dari; pruduk, harga, distribusi dan promosi terhadap persepsi konsumen atas minyak goreng merek X.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh persepsi internal konsumen dan stimulus pemasaran terhadap keputusan pembelian atas minyak goreng merek X oleh konsumen rumah tangga di kota X.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi PT. X dalam menentukan kebijakan dan pengembangan strategi pemasaran yang sesuai kebutuhan pasar.
2. Sebagai masukan bagi Sekolah Pascasarjana Universitas X dalam mengembangkan studi kepustakaan mengenai pengaruh perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian.
3. Sebagai menambah dan memperluas pengetahuan bagi peneliti dalam bidang pemasaran khususnya mengenai perilaku konsumen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pembelian.
4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian dibidang yang sama pada masa akan datang.

1.5 Kerangka Berpikir
Setiap perusahaan memiliki tujuan pemasaran agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, para pemasar seharusnya senantiasa mempelajari perilaku konsumen dalam membeli kebutuhan mereka sebagai pelanggan sasaran mereka. Pemahaman pengambilan keputusan konsumen sangat penting bagi suatu organisasi, karena berhasil atau tidaknya produk tergantung pada persepsi konsumen terhadap produk tersebut. Memahami tingkat keterlibatan konsumen terhadap produk berarti berusaha mengidentifikasikan hal- hal yang menyebabkan seseorang terlibat dalam pembelian.
Budaya merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian (Nugroho, 2003). Selain itu, menurut Stanton (1996) perilaku konsumen juga dapat dipengaruhi oleh kelas sosial di mana konsumen berada di dalamnya, atau kelas sosial yang didambakan oleh konsumen.
Perilaku seseorang dipicu oleh satu atau beberapa motif dari dalam dirinya yang diharapkan dapat membawa pada kepuasan. Motif-motif ini disebut juga dorongan psikologis. Faktor psikologis ini mempunyai andil dalam pembentukan gaya hidup dan nilai-nilai seseorang (Stanton, 1996).
Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, memahami karakteristik kepribadian konsumen akan sangat bernilai bagi pemasar, bila seorang pemasar mengetahui perilaku konsumen yang bersifat lebih permanen sehingga hal tersebut dapat menjadi peluang bisnis, karena karakteristik kepribadian dapat dijadikan dasar untuk memposisikan produknya di pasar (Nugroho, 2003).
Engel, et al., (1994) menyatakan bahwa; "perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa. Keputusan ini didasarkan atas persepsi mereka yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, kelas sosial, keluarga, pengaruh pribadi dan situasi."
Menurut Kotler dan Amstrong (2001), Persepsi adalah proses dimana induvidu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. Sedangkan dalam Nugroho (2005) Persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasikan dan diinterprestasikan. Persepsi dibentuk oleh tiga pasang pengaruh yaitu Karakteristik dari stimuli, hubungan stimuli dengan sekelilingnya dan kondisi-kondisi didalam diri kita sendiri.
Kotler (2000), menyatakan bahwa stimuli adalah faktor eksternal. Yaitu bauran pemasaran (produk, harga, tempat, dan promosi) dan faktor lingkungan (ekonomi, politik, teknologi, dan sosial budaya). Perusahaan yang benar-benar memahami bagaimana tanggapan konsumen atas sifat-sifat produk, harga dan pendekatan iklan yang berbeda memiliki keunggulan yang besar atas persaingannya, titik awalnya adalah model rangsangan tanggapan dari perilaku pembeli". Rangsangan pemasaran dan rangsangan lainnya akan menghasilkan rangsangan tanggapan. Rangsangan tanggapan terdiri dari; produk, harga, distribusi, promosi. Ransangan lainnya mencakup kekuatan yang besar dalam lingkungan pembeli seperti ekonomi, budaya, sosial dan tehnologi sedangkan menurut Mowen dan Minor (2002) "tingkat keterlibatan konsumen dalam suatu pembelian dipengaruhi oleh kepentingan personal yang dirasakan dan ditimbulkan oleh stimulus, produk, harga, promosi, lokasi".
Faktor stimulasi perusahaan berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen. Hal ini sependapat dengan Kotler (2000), bahwa rangsangan pemasaran (marketing stimuli) yang terdiri atas produk, harga, tempat, dan promosi masuk ke dalam kesadaran pembeli dan akan mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian. Menurut Kotler dan Armstrong (2001) faktor eksternal ini berupa stimuli pemasaran. Namun keputusan konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal, tetapi juga faktor-faktor internal, yakni; budaya, sosial, pribadi, psikologi.
Proses pengambilan keputusan konsumen tidak dapat terjadi dengan sendirinya, banyak faktor yang mempengaruhinya. Lamb, et al. (2001) dan Kotler (2005), meyatakan bahwa keputusan konsumen dipengaruhi oleh; budaya konsumen, sosial, pribadi, dan psikologi. Selanjutnya Engel, et al (1994) menyatakan bahwa; budaya, kelas sosial, keluarga, pengaruh pribadi dan situasi mempengaruhi keputusan konsumen.
Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa; suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pemilihan alternatif. Dengan demikian, konsumen harus mengambil keputusan merek apa saja yang dibelinya, atau dia harus memilih satu dan beberapa pilihan merek. Sedangkan menurut Gueltien dan Paul dalam Simamora (2003) konsumen akan memilih produk yang paling sesuai (best fit) bagi mereka.
Berdasarkan latar belakang masalah maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 1.1 berikut :

1.6 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Faktor internal yang terdiri dari; budaya, sosial, pribadi dan psikologi berpengaruh terhadap persepsi internal konsumen atas minyak goreng merek X.
2. Stimulus pemasaran yang terdiri dari; produk, harga, distribusi, promasi berpengaruh terhadap persepsi stimulus pemasaran atas minyak goreng merek X.
3. Persepsi internal konsumen dan persepsi stimulus pemasaran berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen atas minyak goreng merek X.

Related Posts



0 komentar:

Cari Skripsi | Artikel | Makalah | Panduan Bisnis Internet Disini

Custom Search
 

Mybloglog

blogcatalog

Alphainventions.com

Followers

TUGAS KAMPUS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template