download makalah, skripsi, tesis dll. | TUGAS KAMPUS

Forum MT5 (1 Post = 0.2$ )

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE PENGELOMPOKAN IDE (CLUSTERING) BERBASIS MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI

Posted: 08 Feb 2015 02:26 AM PST

(KODE : PASCSARJ-0309) : TESIS PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE PENGELOMPOKAN IDE (CLUSTERING) BERBASIS MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA)


BAB II 
KAJIAN TEORETIS 

Dalam bab ini membahas teori-teori yang relevan dengan penelitian ini yaitu (1) metode pembelajaran, (2) metode pengelompokan ide (clustering) berbasis media gambar fotografi, (3) media pembelajaran, (4) gambar fotografi sebagai media pembelajaran, (5) langkah-langkah pembelajaran menulis karangan narasi melalui metode pengelompokan ide (clustering) berbasis media gambar fotografi, (6) hakikat menulis, (7) jenis-jenis karangan, (8) karangan narasi, (9) ciri-ciri narasi, (10) struktur narasi, (11) unsur pembentuk karangan narasi, (12) jenis-jenis karangan narasi.

A. Metode Pembelajaran 

1. Pengertian Metode
Dalam kegiatan belajar mengajar, strategi pembelajaran, khususnya metode pembelajaran mempunyai peranan penting. Iskandar Wassid dan Sunendar (2009; 40-41) menuturkan bahwa metode adalah sebuah prosedur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada pengajaran bahasa, metode digunakan untuk menyatakan kerangka yang menyeluruh tentang proses belajar mengajar. Proses ini tersusun dalam rangkaian kegiatan yang sistematis, tumbuh dari pendekatan yang digunakan sebagai landasan. Adapun sifat metode adalah prosedural.
Metode adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan (Rohani 2004 : 118). Metode belajar mengajar menurut Ahmadi (1997 : 52) adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Dalam pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual maupun kelompok. Agar pelajaran tersebut dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Sayuti (1985 : 213) menyatakan bahwa penggunaan metode yang tepat akan berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Akan tetapi harus disadari pula, bahwa faktor guru lah yang pada akhirnya banyak menentukan berhasilnya pengajaran. Oleh karena itu, guru jangan sampai terbelenggu oleh salah satu metode yang dipilihnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa semakin baik suatu metode semakin efektif pula dalam pencapaian hasil belajar siswa. Metode yang bervariasi diperlukan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar.
Metode memiliki peranan penting yaitu sebagai alat motivasi intrinsik; strategi pengajaran, dan alat untuk mencapai tujuan. Djamarah dan Aswan (2010 : 72-74) memaparkan bahwa metode yang tepat dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Metode mengajar yang sesuai dengan karakteristik siswa, materi, bahan ajar, media belajar dapat menjadi strategi pengajaran yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pemanfaatan metode yang sesuai merupakan cara efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.

2. Syarat-Syarat Metode Belajar Mengajar
Menurut Ahmadi (1997 : 53) syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode mengajar yaitu 1) dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah belajar siswa; 2) dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa; 3) dapat memberikan kesempatan siswa untuk mewujudkan hasil karya; 4) merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi; 5) dapat mendidik siswa dengan teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi; 6) dapat memberikan siswa pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan; 7) dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang menjadi kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Ibrahim dan Syaodih (2010 : 108-109) mengatakan metode yang digunakan harus memiliki faktor-faktor berikut. Pertama, kesesuaian dengan tujuan instruksional khusus maupun umum. Kedua, keterlaksanaan dilihat dari waktu dan sarana. Berdasarkan uraian di atas, dalam memilih metode pembelajaran diupayakan agar dapat mewujudkan proses belajar mengajar yang bermakna dan memotivasi siswa untuk terlibat aktif. Selain itu, tujuan instruksional menjadi titik akhir proses pembelajaran.

B. Metode Pengelompokan Ide (Clustering) Berbasis Media Gambar Fotografi
1. Metode Pengelompokan Ide (clustering) a. Pengertian Metode Pengelompokan Ide (clustering)
Pengelompokan ide (clustering) merupakan salah satu metode dalam buku Quantum Learning yang memberikan kiat-kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses yang dapat menghemat waktu, mempertajam pemahaman dan daya ingat dan membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Strategi ini dirancang untuk menyemarakkan kelas dan membentuk suasana pengalaman belajar aktif dan menakjubkan.
Pengelompokan ide (clustering) dalam buku Quantum Learning yang dikemukakan oleh Bobbi Deporter dan Mike Hernacki bertolak pada konsep suggestopedia (eksperimen seorang ahli pendidikan berkebangsaan Bulgaria bernama Dr. Georgi Lozanov), bahwa pada prinsipnya sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar (DePorter, 1999 : 14). Teknik pengelompokan ide merupakan salah satu bentuk spesifikasi dari tiga teknik yang disebut Hernowo (2004) sebagai menulis sinergis, di samping teknik menulis cepat dan teknik menunjukkan bukan memberitahukan.
Mengingat pentingnya pembelajaran menulis ini, diperlukan strategi yang tepat dalam pembelajarannya. Menurut Weinstein dan Meyer (Trianto, 2007 : 143) pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana berpikir, dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Oleh karena itu, strategi belajar dalam pembelajaran adalah strategi yang dapat membantu siswa untuk berpikir dan memahami materi.
Metode yang dipandang efektif adalah metode pengelompokan ide (clustering). Metode ini merupakan cara kreatif bagi siswa untuk menghasilkan berbagai gagasan. Clustering berarti kegiatan mengelompokkan sesuatu. Teknik clustering adalah teknik menulis dengan cara mengelompok-kelompokkan ide dengan bantuan gambar. Teknik ini dikembangkan oleh Dr. Rico dengan berpijak pada teknik "mind mapping" (pemetaan pikiran) yang ditemukan oleh Tony Buzan. Cara mengoperasikan teknik ini berlandaskan temuan Roger Sperry yang menunjukkan kepada kita bahwa ada dua belahan otak di kepala kita yang masing-masing belahan tersebut berfungsi secara sangat berbeda. Kedua belahan itu disebut belahan otak kiri (left hemisphere) yang suka ketertiban dan bersimbolkan teks dan belahan otak kanan (right hemisphere) yang suka kebebasan dan bersimbolkan gambar.
Istilah pengelompokan ide (clustering) ini dikemukakan oleh Gabriele Lusser Rico. Rico (Hernowo, 2003 : 142) menyatakan bahwa bagian paling sulit dalam menulis adalah sulitnya menuangkan ide ke dalam tulisan, tidak mengetahui apa yang akan ditulis, yaitu apa temanya, dan bagaimana memulainya. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kesulitan ini, antara lain dengan membuat pengelompokan ide (clustering). Setiap orang memiliki ide dalam benaknya, yang sulit adalah menuangkannya dalam tulisan. Dengan membuat pengelompokan ide (clustering), Anda dipaksa mengidentifikasi ide-ide pokok dan ide-ide penunjangnya.
Metode ini dapat membantu memilah pemikiran-pikiran kita menjadi logis dan bersistem. Clustering merupakan strategi sebelum menulis untuk menemukan hal yang akan dikembangkan dalam tulisan. Strategi ini dikembangkan oleh Gabriele Lusser Rico. Dalam bukunya, Gabriele menyatakan bahwa clustering sebagai suatu teknik pengajaran menulis yang menekankan pada generalisasi ide-ide.
Pengelompokan ide atau gagasan meliputi asosiasi bebas sebagai suatu arti yang berhubungan dengan gambaran-gambaran dan pemikiran-pemikiran. Sebuah kelompok dapat diawali dengan sebuah kata, mengarah pada kata-kata yang lain dan ungkapan-ungkapan pada pemikiran ide-ide yang terkait pada ide orisinal. Seringkali metode ini tersusun dalam sebuah diagram yang bisa menjadi suatu kerangka yang memuaskan bagi seorang penulis untuk menyusun pola suatu tulisan. Jika siswa kerap berlatih menulis dengan memanfaatkan metode pengelompokan ide (clustering) ini, siswa akan terampil dalam mengembangkan ide-ide. Siswa juga akan dimudahkan dalam merumuskan ide-ide tersebut.
Deporter (2004 : 15) berpendapat bahwa metode pengelompokan ide (clustering) sangat efektif dan menyenangkan, sehingga mampu memberikan sugesti yang positif bagi siswa dalam pembelajaran menulis. Dengan clustering seseorang dapat menemukan apa yang disebut Deporter sebagai " AHA!" yaitu suatu kata dalam cluster memunculkan titik awal ide yang akan ditulis dan desakan untuk menulis terasa tak terbendung lagi. Selain itu, Deporter (2004 : 184) mengatakan bahwa metode clustering dapat digunakan untuk berbagai jenis tulisan dari laporan, esai, proposal, cerita, hingga puisi.
Selanjutnya, DePorter (1999 : 180) memberikan batasan metode pengelompokan ide (clustering) adalah suatu teknik memilah pemikiran-pemikiran yang saling berkaitan dan menuangkannya di atas kertas secepatnya, tanpa mempertimbangkan kebenaran atau nilainya.
Senada dengan DePorter, Ahmadi (1990 : 65) menyatakan bahwa clustering adalah suatu jenis teknik pengumpulan gagasan, dengan asosiasi bebas mengenai satu kata atau konsep yang menghasilkan informasi yang dihubungkan, tetapi tidak dihalangi oleh struktur.
Sedikit berbeda dengan kedua pendapat di atas, Miriam (2004) dalam bukunya Daripada Bete Nulis Aja menyatakan bahwa metode clustering atau pengelompokan adalah teknik yang dapat membantu "mengembangkan" tulisan dengan berbagai cara sekaligus dengan mengambil suatu gagasan dan membuat percabangannya ke berbagai arah.
Ada dua prinsip penting yang harus diingat dalam melakukan pengelompokan (clustering). Pertama, belum dipikirkan ide-ide yang dihasilkan itu benar atau salah, penting tidak penting, dapat dipraktikkan atau tidak, dan sebagainya. Yang terpenting dalam proses ini adalah pengumpulan ide-ide yang berkaitan dengan topik itu sebanyak-banyaknya. Kedua, terjadinya tumpang tindih ide dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena memang belum dievaluasi. Nanti akan dipikirkan kembali sekaligus ide-ide yang terkumpul itu akan dievaluasi dalam kesempatan berikutnya (Darmadi, 1996 : 43).

TESIS PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH (STUDI TENTANG PENGARUH DIKLAT DAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA KEPALA SEKOLAH)

Posted: 08 Feb 2015 02:23 AM PST

(KODE : PASCSARJ-0308) : TESIS PENGEMBANGAN KINERJA KEPALA SEKOLAH (STUDI TENTANG PENGARUH DIKLAT DAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA KEPALA SEKOLAH) (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II
KAJIAN TEORITIS

A. Pandangan Tentang Kinerja
Kata performance dalam bahasa Inggeris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sering berbeda-beda dalam kata yang sampai sekarang belum dibakukan. Ada yang menterjemahkan sebagai, unjuk kerja, kinerja, hasil karya, pelaksanaan kerja atau hasil pelaksanaan kerja.
Ilyas (1999 : 65) menterjemahkan performance menjadi unjuk kerja. Sedangkan menurut the Scribner-bantam English Dictionary (dalam Prawirosantono 1991 : 1) kinerja berasal dari akar kata " to form" yang mempunyai beberapa "entries" sebagai berikut : 
1. To do carry out; execute (melakukan, menjalankan, melaksanakan).
2. To discharge or fulfill; as avow (memenuhi atau menjalankan suatu kewajiban atau nazar)
3. To portray, as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan)
4. To render by voice or a musical instrument (menggambarkan dengan suatu atau alat musik.
5. To execute or complete or undertaking (melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab)
6. To act a part in a play (melakukan sesuatu kegiatan dalam suatu permainan)
7. To perform music (memainkan pertunjukkan musik)
8. To do what is expected of a person or machine (melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin).
Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan arti performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Mangkunegara (2001 : 67) " mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya". Jadi kinerja merupakan penampilan hasil karya seseorang dalam bentuk kualitas atau kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja pegawai, sehingga ada tiga hal penting dalam kinerja yaitu, tujuan ukuran dan penilaian.
Menurut Grounlond (1982 : 86) : "Kinerja merupakan penampilan perilaku kerja yang ditandai oleh keluwesan gerak, ritme, dan urutan kerja yang sesuai dengan prosedur, sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat kualitas, kecepatan dan jumlah". Sejalan dengan itu pula August W. Smith (1982 : 393) menyatakan bahwa kinerja adalah "output derive from processes, human or other wise ". Maksudnya adalah bahwa kinerja merupakan hasil atau output dari suatu proses. Bernardin & Russell (1998 : 239) memberi batasan mengenai kinerja sebagai "...the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period" yang berarti catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu.
Hikman dalam Husaini (2008 : 456) " Kinerja selalu merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Stoner dan Freeman (1994) " kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil.
Menurut Salim Peter dalam Husaini (2008 : 457) " kinerja digunakan apabila seseorang menjalankan tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Diperkuat dengan pendapat Kotter dan Hesket (1998) mengartikan bahwa kinerja sebagai hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam satuan waktu tertentu. Jadi kedua pandangan ini menunjukkan bahwa kinerja adalah hasil karya nyata dari seseorang atau suatu organisasi yang dapat dilihat, dihitung jumlahnya serta dinilai secara kuantitatif.
Adapun yang mempengaruhi kinerja diantaranya adalah motif-motif individu, seperti yang dikemukakan oleh Steers dan Porter (1987 : 30) yang menyatakan bahwa, "Kinerja (performance) dipengaruhi oleh motif-motif individu dan berinteraksi dengan lingkungannya". Randall (1997 : 11) mengemukakan kriteria kinerja ada tiga jenis, yaitu : "(1) kriteria berdasarkan sifat, (2) kriteria berdasarkan perilaku, (3) kriteria berdasarkan hasil". Selain kriteria tersebut ada beberapa dimensi yang mempengaruhi kinerja, seperti yang dikemukakan (Peter Drucker, 1977 : 237-242), diikuti dari D. Sutisna (1999) bahwa : 
Kinerja mempunyai lima dimensi, yaitu : (1) dimensi fisiologis yaitu manusia akan bekerja dengan baik bila bekerja dalam konfigurasi operasional bersama tugas dan ritme kecepatan sesuai dengan fisiknya, (2) dimensi psikologis yaitu bekerja merupakan ungkapan kepribadiannya karena seseorang yang mendapatkan kepuasan kerja akan berdampak pada kinerja yang lebih baik, (3) dimensi sosial yaitu bekerja dapat dipandang sebagai ungkapan hubungan sosial diantara sesama karyawan, (4) dimensi ekonomi yaitu bekerja dalam kehidupan bagi karyawan. Imbalan jasa yang tidak sepadan dapat menghambat atau memicu karyawan dalam berprestasi, (5) dimensi keseimbangan antara apa yang diperoleh dari pekerjaan dengan kebutuhan hidup akan memacu seseorang untuk berusaha lebih giat guna mencapai keseimbangan.
Dimensi ini disebut juga dimensi kekuasaan pekerjaan karena ketidakseimbangan dapat menimbulkan konflik yang dapat menurunkan kinerja. Secara umum terbentuknya kinerja disebabkan oleh tiga faktor yaitu : (1) faktor kemampuan, (2) faktor upaya, dan (3) faktor kesempatan/peluang. 
Persamaan diatas menyoroti faktor-faktor dasar yang berperan penting dalam bentukan kinerja. Ketidakhadiran salah satu faktor dapat mengakibatkan tidak bernilainya kedua faktor lainnya. Faktor kemampuan (ability) merupakan fungsi dari pengetahuan, keterampilan dan kemampuan teknologi, karena faktor tersebut dapat memberikan indikasi terhadap batas kemungkinan kinerja yang dapat dicapai. Upaya (effort) merupakan fungsi dari kebutuhan, sarana, harapan dan ganjaran.
Berapa banyak kemampuan individu yang dapat direalisasikan sangat tergantung dari tingkat individu dan atau kelompok termotivasi, sehingga dapat mencurahkan upaya atau usaha sebesar mungkin. Kinerja tidak akan terbentuk bila pimpinan tidak memberikan kesempatan atau peluang (opportunity) kepada individu agar dapat menggunakan kemampuan dan upaya mereka di tempat-tempat yang berarti.
Stoner (1982 : 11), di dalam organisasi, pimpinan bekerja dengan dan melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Yang dimaksud dengan "orang" disini, bukan saja bawahan dan atasan, tetapi juga pimpinan lainnya yang bekerja di organisasi yang sama. Oleh karena itu "orang" dapat mencakup individu di luar organisasi, misalnya : pembeli, nasabah, rekanan, wakil buruh dan seterusnya. Orang-orang ini dan yang lainnya menyediakan pelayanan jasa dan barang atau menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan organisasi. Dengan demikian para pimpinan bekerja dengan siapa saja pada setiap tingkat di dalam dan di luar organisasinya yang dapat membantu dalam mencapai tujuan organisasi. Selanjutnya menurut Prawirosentono dalam Husaini (2008 : 457) bahwa : 
Kinerja atau performance adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal sesuai dengan moral dan etika.
Kinerja yang baik dapat diraih apabila seseorang atau kelompok orang bekerja keras dalam rangka mencapai tujuan organisasi, dengan tidak mengesampingkan moral dan etika dalam rangka jabatan yang di emban, sehingga ada kebanggaan tersendiri dalam mendapatkan hasil dari kinerja tersebut.
Dari beberapa definisi kinerja yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa kinerja dipandang sebagai hasil pekerjaan atau hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi pekerjaan. Pengertian ini oleh sebagian besar ahli dapat diterima dengan prinsip tersebut, tetapi sebagian lain memandang bahwa kinerja bukan saja hasil kerja melainkan juga termasuk proses atau prilaku dalam melaksanakan pekerjaan dalam rangka mencapai hasil kerja tersebut.
Jadi secara umum kinerja tidak dapat dipandang sebagai hasil pekerjaan semata, tetapi juga kita harus melihat proses pencapaian hasil pekerjaan tersebut, yang mana dapat dilihat dari ungkapan secara legal, tidak melanggar hukum, yang sesuai pula dengan moral dan etika. Hal ini berarti bahwa hasil kerja yang baik tetapi dihasilkan melanggar etika dan moral yang berlaku, maka kinerjanya belum dapat dikatakan tinggi atau baik. Sesuai pula dengan pendapat Brumbrach (Armstrong dan Baron, 1998 : 16) mengemukakan bahwa " performance means both behaviors and result", yang dapat diterjemahkan bahwa kinerja berarti dua hal yaitu prilaku dan hasil, yang dimaksud prilaku disini adalah pada konteks proses pencapaian hasil kerja tersebut. Senada dengan pendapat diatas Hariandja (2002 : 195) mengemukakan bahwa hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi.
Smith (Sudarmayanti, 2001 : 50) kinerja "... output drive from process human otherwise ". Menurut Smith bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Pendapat ini hanya memandang kinerja dari sebuah proses keluaran, tidak melihat apakah keluaran itu memenuhi syarat etika, moral ataukah keluaran itu dapat dimanfaatkan oleh organisasi. Sehingga kinerja hanya mementingkan kuantitas bukan kualitas yang diharapkan.
Darma (1991 : 10) menyatakan bahwa " prestasi kerja adalah suatu yang dikerjakan atau produk jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh orang atau kelompok orang". Pendapat ini memperluas pengertian kinerja bagi pihak yang menghasilkan atau produk kinerja dimana kinerja bisa diartikan hasil kerja individu atau kelompok kerja dari sebuah organisasi.
Di dalam organisasi atau masyarakat, para individu menyumbangkan kinerjanya ke kelompok dan kelompok menyumbangkan kinerjanya kepada organisasi atau masyarakat. Bagi organisasi yang efektif, manajemen selalu menciptakan kesinambungan (sinergi) yang positif dan menghasilkan satu keseluruhan menjadi lebih besar dari jumlah seluruh komponen bagiannya (Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1988 : 18). Oleh karena itu pimpinan pada semua tingkatan perlu menggunakan waktunya untuk merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengendalikan aktivitas tugas-tugasnya agar dapat mencapai tujuan organisasi. Namun cara pimpinan menggunakan waktu. keterampilan dan melakukan kegiatan manajemen akan berbeda antara pimpinan yang satu dengan pimpinan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan tingkatan dan kedudukan pimpinan di dalam hirarki organisasinya.
Bertitik tolak dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah sebuah produk yang dihasilkan oleh seorang pegawai dalam suatu waktu tertentu dengan kriteria tertentu pula. Produk dapat berupa layanan, jasa atau barang, sedangkan satuan waktu yang ditentukan bisa berapa bulan, tahun atau jangka lima tahun. Kriteria ditentukan oleh persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang dan mempunyai hak untuk menilai kinerja.

TESIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP KEEFEKTIFAN SEKOLAH

Posted: 08 Feb 2015 02:19 AM PST

(KODE : PASCSARJ-0307) : TESIS PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP KEEFEKTIFAN SEKOLAH (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)


BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keefektifan Sekolah

Hingga saat ini belum ditemukan rumusan pasti tentang istilah efektivitas, penyebabnya adalah setiap orang memberi arti yang berbeda-beda, karena mereka memandang dari sudut yang berlainan tergantung dari sudut mana efektivitas tersebut dilihat.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990 : 219) efektif berarti adanya efek, dampak, dapat dan membawa hasil. Dengan demikian efektivitas dapat diartikan efektivitas atau daya guna atau adanya kesesuaian dalam suatu aktivitas antara apa-apa yang telah dilakukan dengan tujuan yang diinginkan.
Efektif adalah keseimbangan memanfaatkan berbagai peranan dengan yang dihasilkan oleh peranan-peranan. Agar peranan yang mereka mainkan efektif, maka tenaga kependidikan antara lain dapat membiasakan tujuh kebiasaan yang dikembangkan oleh Covey. Cara memulai kebiasaan itu adalah mulai dari diri sendiri, dari yang mudah, dari yang kecil dan dari yang murah.
Sementara Gibson (1987 : 25) membagi efektivitas dalam tiga perspektif yaitu (1) efektivitas dari perspektif individu, (2) efektivitas dari perspektif kelompok dan (3) efektivitas dari perspektif organisasi. Efektivitas individu menempati posisi dasar dalam konteks efektivitas organisasi. Perspektif organisasi menekankan pada penampilan tugas setiap individu dalam melaksanakan tugasnya secara efektif sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya keterampilan, pengetahuan, kecakapan, sikap, motivasi dan stres.
Masalah keefektifan dan efisiensi merupakan hal yang pokok dalam kehidupan sistem organisasi. Organisasi mempunyai kehidupan seperti organisme. Ia lahir, tumbuh dan berkembang, menua dan mati. Ia berkembang karena ia mampu mempertahankan efektifitas dan efisiensinya yang tinggi dan ia mundur karena terjadi penurunan antara lain penurunan kualitas efektifitas dan efisiensi itu sendiri. Alasan penurunan itu antara lain karena terjadi proses kelelahan (fatigue), kerusakan dan kekeroposan dari dalam (decay) yang menjadi tertutup sehingga mengalami kemunduran genetic (inbreeding), kehilangan sensitivitas terhadap masukan (feedback) serta tidak berlangsungnya proses belajar dalam organisasi sehingga organisasi tersebut menjadi statis (stuck). Sebagai akibatnya, organisasi tersebut tidak lagi responsive terhadap tantangan dari luar, sebagaimana halnya proses penuaan yang terjadi dalam organisme atau mengalami entropy. Lingkungan yang terus menerus berubah yang tidak direspon dengan proses peningkatan efisiensi menjadikan beban organisasi bertambah berat. Dalam hubungan tersebut, dapat dilihat kelambanan organisasi pendidikan, termasuk sekolah dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi di luar sistem. Organisasi yang berat secara birokratis dapat menyebabkan kelambanan proses peningkatan efisiensi tersebut.
Dalam kesehariannya, setiap individu tidak bekerja sendirian akan tetapi berada ditengah-tengah kelompok. Karenanya selain efektivitas individu terdapat pula efektivitas kelompok, tetapi harus diingat pula bahwa efektivitas kelompok tidak secara otomatis terwujud dari kumpulan efektivitas individu, demikian halnya gabungan individu-individu yang efektif tidak secara otomatis akan menghasilkan kelompok yang efektif. Secara umum efektivitas kelompok sangat ditentukan oleh tingkat kekompakan kelompok, kepemimpinan, struktur kelompok, status, peran masing-masing, serta norma yang berlaku dalam kelompok (Mulyadi, 1988 : 278).
Suatu organisasi ada karena adanya individu-individu dan kelompok-kelompok. Efektivitas organisasi tidak hanya sekedar efektivitas individu dan kelompok akan tetapi karena organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang kompleks, maka efektivitas ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, teknologi, strategi, struktur, proses dan iklim kerjasama.
Lipham dan Hoeh (1974 : 62) meninjau efektivitas dari segi pencapaian tujuan seperti dikemukakan : effectiveness related to the accomplishment of the cooperative purpose, which is social and non personal ini character. Selanjutnya dikatakan bahwa efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan bersama buka pencapaian tujuan pribadi. Artinya suatu organisasi dikatakan efektif bila tujuan bersama dalam organisasi dapat dicapai. Suatu organisasi belum dikatakan efektif meskipun tujuan individu yang ada didalamnya dapat terpenuhi.
Etzioni (Komariah, et al, 2008 : 7) berpendapat bahwa : efektivitas organisasi diukur dari tingkat sejauhmana ia berhasil tujuannya sedangkan efisiensi suatu organisasi bisa dikaji dari sudut jumlah sumber daya yang dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu unit masukan (input). Sedangkan menurut Engkoswara (Komariah, et al, 2008 : 8) dalam dunia pendidikan, efektivitas dapat dilihat dari : (1) masukan yang merata (2) keluaran yang banyak dan bermutu tinggi (3) ilmu dan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun (4) pendapatan tamatan atau lulusan yang memadai.
Sementara keefektifan berasal dari kata efektif yang berarti tepat guna atau tepat sasaran. Efektif mengarah pada pengertian ketepatan atau kesesuaian antara usaha yang dilakukan dengan tujuan yang telah ditentukan. Pengertian ini searah dengan pengertian yang dikemukakan oleh Hugo F. Reading yang mengatakan bahwa efektif mempunyai arti derajat dimana kelompok mencapai tujuannya atau mempunyai arti pencapaian nilai-nilai maksimum dengan alat yang terbatas. Jadi keefektifan proses pembelajaran berarti setelah mengalami proses belajar siswa dapat mencapai tujuan instruksional dan usaha atau aktifitas yang dilakukan siswa tersebut mempunyai ketepatan atau kesesuaian dengan tujuan yang telah ditentukan. Pencapaian tujuan tersebut ditandai dengan adanya penilaian terhadap hasil belajar siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Semakin baik hasil yang dicapai siswa maka dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran tersebut semakin efektif.
Keefektifan proses pembelajaran dapat diketahui dan tercapai tidaknya tujuan instruksional yang telah dirumuskan. Hal ini dipertegas Kemp yang menjelaskan bahwa untuk mengukur keefektifan hasil belajar sebagai akibat kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat dilihat dan berapa jumlah siswa yang berhasil mencapai seluruh tujuan belajar dalam waktu yang telah ditentukan. Keefektifan proses pembelajaran dapat juga ditinjau dan beberapa teori belajar yaitu teori Humanis, teori kognitif dan teori behaviorisme. Adapun tinjauan teori belajar tersebut terhadap keefektifan proses pembelajaran adalah sebagai berikut : 
1. Teori Humanis
Proses pembelajaran dapat efektif jika tenaga pendidik mampu mendemonstrasikan bahwa siswa telah memperoleh isi pelajaran yang relevan dengan tujuan dan kebutuhannya dan juga telah mampu mengapresiasikan dan memahami pikiran dan perasaan orang lain serta mampu mengenal perasaannya tentang isi bahan pelajaran.
2. Teori Kognitif
Proses pembelajaran dapat efektif jika tenaga pendidik mampu menggunakan prosedur kelas yang cocok sesuai dengan ciri-ciri kognitif siswa, dapat mengorganisasikan informasi dan menyajikannya untuk memajukan kemampuan pemecahan masalah dan berfikir orisinal pada siswa mengenai masalah-masalah, serta dapat meningkatkan kemampuan siswa berfikir produktif dan memecahkan masalah.
3. Teori Behaviorisme
Proses pembelajaran yang efektif dapat ditunjukkan jika tenaga pendidik mampu menuliskan tujuan instruksional yang relevan dengan isi pelajaran, merinci prosedur pengajaran termasuk penguatan dan pengaturan kecepatan penyampaian, memerinci perilaku siswa yang diperlukan untuk mempelajari tujuan instruksional, serta dapat menunjukkan bahwa siswa telah mencapai tujuan instruksional tersebut setelah pelajaran selesai.
Selanjutnya dari ketiga teori belajar tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa keberhasilan pencapaian tujuan instruksional yang telah dirumuskan sangat dipengaruhi oleh kemampuan tenaga pendidik mengajar dan siswa di dalam melaksanakan proses belajar.
Keefektifan siswa dalam belajar selain dipengaruhi oleh faktor internal dalam diri siswa itu sendiri juga dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar diri siswa tersebut. Untuk faktor-faktor dari dalam diri siswa, sangat dipengaruhi oleh karakteristik siswa, bakat, minat dan motivasi siswa itu sendiri. Sedangkan untuk faktor-faktor dari luar yang berpengaruh terhadap keefektifan belajar siswa adalah sangat tergantung pada bagaimana tenaga pendidik mengelola proses pembelajaran di kelas dan bagaimana sekolah menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang dapat memungkinkan siswa untuk aktif dan kreatif. Pengelolaan kelas yang efektif dapat diciptakan tenaga pendidik melalui komunikasi yang efektif, model dan cara mengajar yang tepat dan bervariasi, sikap yang menghargai siswa sebagai subyek didik, dll. Kondisi lingkungan sekolah yang efektif dapat ditempuh melalui pemenuhan fasilitas yang memadai, penyiapan lingkungan, lembaga pendidikan yang menyenangkan dan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas tidak semata-mata berorientasi kepada sesuatu yang sudah dihasilkan tetapi lebih dari itu bagaimana prosesnya sehingga sesuatu tersebut bisa dihasilkan. Hal ini sejalan dengan suatu pemikiran bahwa untuk mengukur efektivitas terhadap suatu usaha yang panjang dan bertahap-tahap seperti pendidikan membawa kita kepada suatu pertanyaan apa yang menjadi indikator efektivitas pada setiap tahapannya. Indikator tersebut tidak saja hanya mengacu kepada apa yang ada (input, output serta outcome) tetapi juga kepada apa yang terjadi (proses). Beberapa indikator tersebut menurut Anisah (1955 : 33) meliputi : 
1. Indikator input, meliputi karakteristik guru, karakteristik fasilitas, karakteristik perlengkapan, materi pendidikan dan kapasitas administrasi.
2. Indikator proses meliputi perilaku administrasi, alokasi waktu guru serta alokasi waktu siswa
3. Karakteristik output, meliputi hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik dan dinamikanya, sistem sekolah (attainment effect), hasil-hasil yang berhubungan dengan prestasi belajar (achievement effect) dan hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan sikap (attitude behavioral effect) serta hasil-hasil yang berhubungan dengan keadilan dan kesamaan (equality dan equity effect)
4. Indikator outcome, meliputi jumlah lulusan ke tingkat pendidikan berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta pendapatan.
Dari uraian diatas membuka kita kepada suatu pemikiran bahwa kajian terhadap efektivitas pendidikan hendaknya dilihat secara sistematik, mulai dari input, proses, output dan outcome. Sedangkan indikator efektivitas tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif. 

TESIS KONTRIBUSI PEMBERIAN INSENTIF DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA MENGAJAR GURU

Posted: 08 Feb 2015 02:16 AM PST

(KODE : PASCSARJ-0306) : TESIS KONTRIBUSI PEMBERIAN INSENTIF DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA MENGAJAR GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Administrasi Pendidikan
Istilah administrasi secara etimologis diartikan sebagai kegiatan pengaturan sumberdaya manusia, peralatan, dan sumberdaya lain untuk mencapai tujuan yang ditetapkan pemiliknya. Administrasi dapat dipahami sebagai pola kehidupan modern yang berorientasi pada kemajuan, ketertiban, efektivitas, dan efisiensi.
Mendefinisikan administrasi pendidikan menyangkut pengertian yang luas ditinjau dari berbagai aspek yang melingkupinya, sebagaimana oleh Hoy dan Miskel (2008 : 92) berikut : 
(1) the systematic study of education administration is as new as the modern school; the one-room schoolhouse of rural America did not need specialized administrators; (2) Research on administration and development of theories of organization and administration are relatively recent phenomena. ...however, we need a basic understanding of the nature and meaning of organization theory.
Sementara itu Nasution (2000) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan sebagai suatu proses keseluruhan, semua kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia baik personal, material maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal senada disampaikan oleh Walter S Monroe (1952) "Educational administration is the direction, control and management of all matters pertaining the school affairs, including business administration, since all aspect of school affairs may be considered as carried on for educational ends".
Engkoswara (2001 : 1) mengemukakan bahwa "administrasi pendidikan dalam arti seluas-luasnya adalah suatu ilmu yang mempelajari penataan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif".
Ilustrasi keterpaduan antara fungsi administrasi pendidikan sebagai penjabaran dari istilah penataan yang dikemukakan pada definisi di atas, dan garapan kerja administrasi pendidikan sebagai penjabaran dari sumber daya. Fungsi utama penataan administrasi pendidikan adalah perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan pengawasan (evaluating) pendidikan yang menyangkut tiga sumberdaya/bidang garapan utama yaitu : (1) Sumberdaya manusia (SDM) yang terdiri atas peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; (2) Sumber belajar (SB) adalah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, di antaranya kurikulum; dan (3) Sumber fasilitas dan dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Semua fungsi dan sumber daya administrasi pendidikan ini merupakan media (teknologi pendidikan) atau perilaku berorganisasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan.
Jadi administrasi pendidikan merupakan pengarahan, pengawasan dan pengelolaan segala hal yang berkaitan dengan sekolah. Dalam konteks administrasi pendidikan, penelitian ini berkaitan dengan sumber daya manusia, khususnya perilaku guru dalam organisasi sekolah.
Secara khusus pendidik pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2 disebutkan : 
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Guru menempati peranan strategis terhadap efektivitas pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah. Kondisi seperti ini mengisyaratkan perlunya seorang guru yang mempunyai produktivitas kerja tinggi dalam mengajar. Dengan demikian produktivitas kerja tinggi mengajar guru merupakan salah satu aspek kajian penting dalam ilmu administrasi pendidikan yang berada pada wilayah kajian SDM.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui peningkatan motivasi. Motivasi mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan dan kemajuan perusahaan.
Pemberian insentif merupakan salah satu jenis motivasi ekstrinsik karena bersumber dari kondisi di luar individu. Menurut Rivai (2004) diartikan sebagai bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gain sharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya. Sistem ini merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja (pay for performance plan).
Selain pemberian insentif, motivasi berprestasi tak kalah pentingnya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Menurut McClelland dan Atkinson (1953 : 78) bahwa Atonement motivation should be character zed by high hopes of success rather than by fear of failure artinya motivasi berprestasi merupakan ciri seorang yang mempunyai harapan tinggi untuk mencapai keberhasilan dari pada ketakutan kegagalan. Selanjutnya dinyatakan McClelland (1953 : 78) bahwa motivasi berprestasi merupakan kecenderungan seseorang dalam mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi.
Fenomena yang terjadi di lapangan berbeda dengan yang diharapkan. Hasil pengamatan penulis di lapangan menunjukkan bahwa kesejahteraan guru di daerah ini masih memprihatinkan, motivasi mengajar dan produktivitas kerja mengajar guru masih kurang optimal. Dalam hubungannya dengan produktivitas kerja mengajar guru, terdapat fenomena di antaranya masih kurang maksimalnya guru dalam menganalisis dan menjabarkan kurikulum menjadi program pengajaran, seperti program semester, silabus, dan rencana pembelajaran; banyaknya buku sumber yang dipergunakan guru untuk menghimpun materi pelajaran yang diajarkan masih sangat terbatas; masih ada guru yang kurang maksimal menggunakan keterampilan mengajar dalam pengajaran yang dilakukannya; metode mengajar yang dipergunakan guru masih ada yang kurang relevan dengan materi yang disampaikan; masih ada guru yang jarang melakukan analisis terhadap tingkat kemajuan hasil belajar peserta didik; serta masih ada guru yang tidak mau terlibat dalam kegiatan membimbing kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam hubungannya dengan tingkat kesejahteraan guru, terdapat fenomena yaitu masih ada guru yang mencari tambahan pendapatan, di luar jam kerja; gaji dan insentif (finansial) yang diterima guru masih dirasakan kurang mencukupi kebutuhan guru dan keluarga secara layak; masih ada kasus guru yang meninggalkan tugas mengajar, karena mencari tambahan pendapatan; serta beberapa kebijakan pemerintah menyebabkan harga barang kebutuhan hidup menjadi tinggi, sehingga gaji dan insentif yang diterima menjadi berkurang untuk menutupi kebutuhan sehari-hari guru dan keluarga.
Selain itu, masih ada guru yang melaksanakan tugasnya hanya sekadar memenuhi tanggung jawabnya mengajar, belum pada taraf meningkatkan pelayanan sehingga menghasilkan prestasi belajar siswa secara maksimal; masih ada guru yang hanya puas dengan hasil belajar peserta didik biasa-biasa saja, belum pada kepuasan untuk mencapai hasil maksimal peserta didiknya; masih kurangnya minat baca guru untuk mempelajari materi bahan ajar yang akan diajarkan kepada peserta didik; masih ada guru yang kurang menguasai keterampilan mengajar, sehingga berdampak pada kurang maksimalnya hasil belajar peserta didik; serta masih ada guru yang kurang mampu menerapkan prinsip-prinsip ilmiah hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran.

B. Insentif
1. Pengertian Insentif
Suatu sukses organisasi memerlukan strategi efektif yang harus dicapai untuk menuju keberhasilan. Para manajer dan departemen SDM dapat menggunakan insentif dan bagi hasil sebagai alat untuk memotivasi pekerja guna mencapai tujuan organisasi. Sebab, ini merupakan bentuk kompensasi yang berorientasi pada hasil kerja. Sistem insentif menghubungkan kompensasi dan kinerja dengan menilai kinerja yang telah dicapai atau besarnya jumlah jam kerja. Walaupun insentif mungkin sudah diberikan kepada kelompok, mereka sering memberikan penghargaan terhadap individu.
Insentif menurut Rivai (2004) diartikan sebagai bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gain sharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas atau penghematan biaya. Sistem ini merupakan bentuk lain dari kompensasi langsung di luar gaji dan upah yang merupakan kompensasi tetap, yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja (pay for performance plan).
Adapun menurut George R. Terry (1972) : "Literally incentive : That which incites our has a tendency to incite action". Seseorang mau bekerja kalau ada pendorong, maka pimpinan harus berupaya mendorong guru agar mau bekerja, insentif memiliki kecenderungan untuk mendorong guru mau bekerja.
Tujuan utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Sedangkan bagi perusahaan, insentif merupakan strategi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, di mana produktivitas menjadi satu hal yang sangat penting.
Mengenai jenis-jenis insentif, menurut Kast and Risenzwieg bentuk insentif itu dapat berupa : 
"Material rewards or sanction come primarily in the from money (or lack of it), which can be used to buy goods and service. Monetary incentive system. Including power that can be used in organization to influence the behavior or participants. Symbolic means of influencing behavior are those that are not physical or material. They relate primarily to prestige and esteem or love and acceptance."

TESIS KONTRIBUSI PEMANFAATAN FASILITAS BELAJAR DAN ETOS KERJA GURU TERHADAP EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN

Posted: 08 Feb 2015 02:13 AM PST

(KODE : PASCSARJ-0305) : TESIS KONTRIBUSI PEMANFAATAN FASILITAS BELAJAR DAN ETOS KERJA GURU TERHADAP EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN)



BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

A. Efektifitas Pembelajaran Di Dalam Kerangka Administrasi Pendidikan
Seluruh kegiatan lembaga ataupun organisasi terpusat pada kegiatan administrasi . salah satu administrasi yang harus diperhatikan adalah administrasi pendidikan. Administrasi merupakan suatu ilmu/aturan untuk menggerakkan berbagai pihak/tingkat untuk mencapai tujuan pendidikan yang produktif dan pendidikan yang berkualitas dengan mengoptimalkan dan mengintegrasikan sumber-sumber daya material, sumber daya manusia.
Sumber informasi komunikasi, sumber fasilitas serta sumber dana pendidikan baik dengan cara merencanakan, mengkomunikasikan, mengkoordinasikan, mengelola, mengimplementasikan dan mengevaluasi tugas-tugas administrasi. Untuk memahami lebih jauh tentang administrasi, ada beberapa pendapat yang menjelaskan mengenai administrasi diantaranya yaitu :  
1. Achmad Sanusi (2002 : 123) mengemukakan bahwa istilah administrasi mengacu pada seluruh proses (administrative) yang diperlakukan untuk menyelesaikan tugas (administrative) tanpa menunjuk kepada kedudukan atau orang tertentu. Artinya proses menunjukkan kepada kegiatan-kegiatan mengambil keputusan, merencanakan, mengorganisasi, mengkoordinasi, mengkomunikasikan dan seterusnya yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas-tugas pokok administrasi secara efisien dengan melalui orang tanpa melihat hirarki jabatan. Sehingga administrasi bukan hanya urusan keuangan ataupun tata usaha saja tetapi mempunyai arti yang lebih luas yakni proses membantu kelancaran dalam pengelolaan sekolah hingga tujuan sekolah tercapai. 
2. The Liang Gie (1980 : 9) administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu.
3. Administrasi pendidikan menurut Nasution dalam Idochi Anwar (2003 : 71) memandang administrasi pendidikan sebagai proses keseluruhan semua kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia baik personal material maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini mengoptimalisasikan sumber-sumber daya dalam manajemen pendidikan material dan spiritual dengan menjalankan tiga hal fungsi utama lainnya yakni perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
4. Menurut Idochi Anwar (2003 : 7) menyatakan bahwa : Administrasi pendidikan memadukan berbagai fungsi potensial dan segenap sumber daya lain dan mengintegrasikan sumberdaya baik personal maupun material pendidikan melalui kegiatan pengarahan, pengendalian dan pengolahan yang tepat.
5. Sugiyono mengemukakan bahwa antara manajemen dan administrasi dapat diartikan sama namun dapat pula diartikan berbeda (2004 : 21). Administrasi dan manajemen merupakan kata sinonim yang dalam penggunaannya dapat dipakai secara bergantian. Sedangkan dalam arti yang berbeda, kedudukan administrasi lebih tinggi dari manajemen. Administrasi menentukan arah kebijakan yang akan menentukan kemana organisasi itu akan dibawa. Sedangkan manajemen tentang bagaimana merumuskan, bagaimana melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh seorang administrator. Administrasi menentukan "what" dan "policy making" sedangkan manajemen menentukan "how" dan "policy executing".
Dari semua pengertian di muka, dapat dirangkum bahwa administrasi paling tidak mengandung tiga aspek, yaitu proses, fungsi dan kelembagaan. Disebut sebagai proses karena mengandung pengertian bahwa administrasi adalah suatu keseluruhan tingkatan yang dilaksanakan dari mulai proses pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pembagian tugas, dan juga pelaksanaan sampai pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Disebut sebagai fungsi karena memiliki makna suatu tugas yang dilaksanakan atau dikerjakan individu, atau kelompok yang dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan tujuan, pelaksanaan dan pembagian tugas sampai pada realisasi perwujudan tujuan yang telah disepakati. Disebut sebagai kelembagaan, karena administrasi dapat pula dimaknai individu atau kelompok yang mengerjakan tugas dimulai dari pengambilan keputusan, penentuan, pelaksanaan dan pembagian tugas sampai perwujudan tujuan yang telah dirumuskan.
Efektifitas pembelajaran di dalam administrasi pendidikan pada tujuan pendidikan produktif berarti bahwa pendidikan yang produktif akan selalu berbanding lurus dengan efektifitas pembelajaran. Hal ini dikarenakan pembelajaran yang efektif merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan sekolah yang produktif.

B. Efektifitas Pembelajaran
Pembelajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara guru dan siswa. Diantara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi interaksi. Guru mengajar di satu pihak dan siswa belajar di lain pihak.
Untuk mempermudah pemahaman tentang konsep efektifitas pembelajaran, maka peneliti akan merumuskan penjabaran konsepnya yang dimulai dengan apa efektifitas pembelajaran; bagaimana menciptakan suasana yang efektif dalam pembelajaran.
1. Definisi efektifitas pembelajaran
Efektifitas merupakan indikator dari produktivitas. Efektifitas mengacu pada pencapaian target secara kuantitas dan kualitas sasaran. Makin besar persentase target suatu program yang tercapai, makin tinggi tingkat efektifitasnya.
Efektifitas berkaitan dengan kualitas. Efektifitas merupakan refleksi kemampuan untuk mempengaruhi terjadinya suatu produk. Keefektifan layanan belajar menunjukkan besarnya pengaruh terhadap suatu proses layanan belajar. Jadi keefektifan suatu usaha secara implisit mengandung makna kuantitas dan kualitas.
Penyelenggaraan pembelajaran di sekolah merupakan tugas utama dari sekian tugas pendidik. Layanan pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan peserta didik (Dimyati dan Mujiono, 1999).
Pengertian yang lain, pembelajaran adalah usaha-usaha terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (Arief S. Sadiman, et al. 1990). Sedangkan Iskandar berpendapat bahwa pembelajaran sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.
Di dalam pembelajaran terdapat proses mengajar. Nasution (1999) mengartikan pengajaran adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan lingkungannya, termasuk guru dan alat pelajaran yang disebut proses belajar sehingga tujuan pelajaran yang telah ditetapkan tercapai.
Sekolah merupakan tempat belajar yang memberikan layanan pembelajaran yang bermutu melalui strategi yang bervariasi, penilaian kontinu, dengan follow up yang cepat dan tepat, mendorong partisipasi siswa dalam pembelajaran, serta memperhatikan kehadiran siswa, memeriksa tugas-tugas yang diberikan kepada siswa, dan berkelanjutan tugas-tugasnya.
Sekolah yang efektif menekankan pada strategi pembelajaran yang dipusatkan pada aktivitas siswa karena tanggung jawab belajar ada pada siswa. Sekolah tentunya bertanggungjawab dalam mengakomodasi setiap kegiatan siswa agar siswa sendiri mau dan semangat belajar. Hal diatas berpatokan pada arti belajar sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Untuk itu guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun ide dan menciptakan suasana yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggungjawab untuk siswa dapat belajar sepanjang hayat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Di dalam kegiatan pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan. Jadi pelayanan pembelajaran merupakan pelayanan yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik, dimana dalam kegiatan pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Dari kesimpulan tentang efektifitas dan pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa efektifitas pembelajaran merupakan suatu ketercapaian strategi belajar yang mengkondisikan peserta didik dalam mengeksplorasi sumber-sumber belajar untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Wina Sanjaya (2009 : 50) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran; diantaranya adalah faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia serta faktor lingkungan.
Dimyati dan Mujiono (2002 : 132) mengemukakan bahwa faktor penentu kegiatan pembelajaran meliputi : 
a. Karakteristik tujuan yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan nilai yang ingin dicapai atau ditingkatkan sebagai hasil kegiatan.
b. Karakteristik mata pelajaran/bidang studi, yang meliputi tujuan, isi pelajaran, urutan dan cara mempelajarinya.
c. Karakteristik siswa mencakup karakteristik prilaku masukan kognitif dan afektif, usia, jenis kelamin dan yang lain. 
d. Karakteristik lingkungan/seting pembelajaran, mencakup kuantitas dan kualitas prasarana, alokasi jam pertemuan dan yang lainnya
e. Karakteristik guru, meliputi filosofinya tentang pendidikan dan pembelajaran, kompetensinya dalam teknik pembelajaran, kebiasaannya, pengalaman pendidikannya dan yang lain.
f. Karakteristik bahan/alat pembelajaran yang mencakup sarana, Alat pelajaran, Alat peraga, Media pendidikan dan yang lain
Faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Hal ini berarti guru tidak terbatas pada kewajibannya untuk selalu memperhatikan faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran agar memperoleh hasil belajar yang diharapkan. Hubungan faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran dapat dilihat dalam gambar berikut : 

TESIS KEEFEKTIFAN STRATEGI ANOTASI MELALUI MEDIA HIPERTEKS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS WACANA

Posted: 08 Feb 2015 02:09 AM PST

(KODE : PASCSARJ-0304) : TESIS KEEFEKTIFAN STRATEGI ANOTASI MELALUI MEDIA HIPERTEKS UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN MENULIS BERBASIS WACANA (PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN DASAR)



BAB II 
KAJIAN TEORI

A. Kajian Anotasi
1. Definisi Anotasi
Secara etimologi kata anotasi adalah bermakna catatan atau keterangan (Echols & Shadily, 1996 : 29) sedangkan proses menganotasi (annotate) bermakna membubuhi keterangan. Ariew & Ercetin (2000) menggunakan kosakata lain untuk menggambarkan kondisi sama dalam penelitiannya yang berjudul "Exploring the Potential of Hypermedia Annotations for Second Language Reading" dengan menyebutkan proses menganotasi dengan menggunakan kosakata gloss. Terkait dengan kosakata gloss yang digunakan oleh Ariew & Ercetin maknanya bertambah jelas dengan tambahan kata "catatan" sehingga arti lengkap dari gloss itu sendiri adalah membubuhi catatan atau keterangan (Powell, 1997).
Proses membubuhi catatan atau keterangan dalam kajian anotasi berkaitan erat dengan proses membaca kritis yang dilakukan oleh pembaca yang berpikir kritis pula sehingga peneliti merasa cocok menyebutkan orang yang membaca dan melakukan proses mengkritisi bacaan dengan sebutan annotator. Adapun langkah-langkah yang dikerjakan dalam proses menganotasi wacana dijelaskan oleh Axelrod & Cooper (1988 : 381) dalam bukunya "The St. Martin's Guide to Writing" adalah sebagai berikut : 
Annotations are the notes we make in margins of books we own. Annotation can be explanations of outrage or of insight, questions, brief summaries, sequential labeling of arguments or main points, even doodles — anything at all that records succinctly what the reader is learning and feeling.
Pernyataan ini bermakna bahwa anotasi adalah catatan yang kita buat pada margin buku dimana anotasi dapat berupa ungkapan kasar, atau pandangan, pertanyaan, ringkasan singkat, mengurutkan kronologi dari argumen atau poin utama, bahkan sampai pada gambar tak bermakna.
Menuangkan catatan atau keterangan sangat penting dalam proses membaca seksama dan membaca kritis karena banyak tujuan pasca membaca. Gunar (2000) menyatakan "annotating is essential for close and critical reading of texts in preparation for writing assignments, analyses, research and test or exam responses". Adapun nilai tambah dari proses membaca seksama dan membaca kritis menurut Gunar adalah siswa ataupun individu dapat mendapatkan bahan untuk tujuan tahap dua setelah membaca yakni untuk persiapan menulis tugas, analisis, penelitian dan tes atau menjawab ujian.
Menulis setelah membaca adalah merupakan aspek yang begitu mendasar dan bermakna, proses mengkritisi bacaan dan isinya dianggap sebagai kemampuan pembaca dalam berinteraksi dengan penulis wacana. Bahkan Marshall (1998) menyatakan bahwa : 
Annotation is fundamental aspect of hypertext. In theory, hypertexts grow and change by way of addition — readers respond to hypertext with commentary, make new connections and create new pathways, gather and interpret materials, and otherwise promote an accretion of both structure and content.
Anotasi merupakan aspek fundamental dari hiperteks. Secara teoritis, hiperteks tumbuh dan berubah dengan cara menambahkan yaitu pembaca merespon hiperteks dengan membubuhkan komentar, membuat hubungan-hubungan dan menciptakan jalan, mengumpulkan dan memaknai materi serta mempromosikan sebuah penambahan tatabahasa maupun isinya.
Dengan demikian maka peneliti beranggapan bahwa anotasi merupakan sebuah strategi yang dapat memperkaya wacana dengan tambahan catatan atau keterangan yang bersumber dari tingkat pengetahuan dan pengalaman individu sehingga menghasilkan wacana yang bervariasi dari segi isinya. 2. Dimensi Anotasi
Pada implementasinya strategi anotasi mengandung cakupan yang begitu luas. Anotasi dapat ditafsirkan sebagai suatu strategi yang dapat menghubungkan kata, frasa, kalimat, atau bahkan keseluruhan wacana. Anotasi yang lebih dikenal oleh Ariew & Ercetin (2000) dengan sebutan gloss mengandung pengertian bahwa bagian wacana yang dianotasi dapat mengandung isi yang begitu beragam dan tidak dapat disamaratakan antara satu anotasi dengan anotasi yang lainnya. Ini beralasan karena tiap pembaca dari sebuah wacana mempunyai latar belakang kehidupan, pengalaman, latar belakang pendidikan yang begitu heterogen sehingga pengaruhnya dapat dilihat dari keragaman hasil anotasi yang dilakukannya.
Marshall (1998) mengemukakan bahwa banyak dimensi yang dapat dijadikan ukuran atas penilaian terhadap proses anotasi dan hasil proses aktivitas tersebut. Beliau mengemukakan ada beberapa dimensi anotasi yang dapat di kenali diantaranya : 
1) Formal versus informal annotations; 2) Explicit versus tacit annotations; 3) Annotation as writing versus annotation as reading; 4) Hyper extensive versus extensive versus intensive annotation; 5) Permanent versus transient annotations; 6) Published versus private annotations; 7) Global versus institutional versus workgroup versus personal annotations
Agar dapat memahami dimensi anotasi secara jelas, berikut ini adalah penjelasan mengenai batasan atau mang lingkup strategi anotasi ditinjau dari siswa batasan penerapannya. 
1) Anotasi Formal dan Informal
Secara sederhana anotasi formal atau anotasi resmi dapat tertuang dalam contoh penulisan catatan atau keterangan seperti pada mekanisme pertanyaan. Marshall (1998) menyatakan "...these annotations are, theoretically, more apt to be interpreted in the same way by different query mechanism." Hasil penganotasian memungkinkan pembaca dapat menemukan informasi yang akurat dan linear dengan rujukan maksud kata yang di anotasi. 
Pembaca cenderung diarahkan untuk memberikan keterangan yang bukan merupakan perluasan kata "nama" tetapi cenderung bermakna "siapakah namamu?". Begitu pula dengan contoh anotasi lainnya pada contoh biodata siswa di atas. Semua kata anotasi pada gambar 1 cenderung mengharapkan jawaban yang akurat dari pembaca atau penulis biodata tersebut.
Lain halnya dengan anotasi informal, Marshall (1998) menyatakan "toward the informal end of the spectrum we find marginalia of the sort that we write to ourselves as we read a journal article. " Dengan kata lain beliau menyatakan bahwa kita menuangkan pandangan atau pendapat menurut pandangan atau pendapat kita pada margin ketika kita membaca seperti halnya sebuah artikel jurnal.
Dari dua penjabaran di atas kita dapat memaknai bahwa anotasi formal merupakan anotasi yang mengarahkan pembaca untuk menuangkan ide dan gagasannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh individu yang menganotasi kata-kata yang telah ditentukan sedangkan anotasi informal adalah segala bentuk ide atau gagasan yang berupa catatan atau keterangan (glosses) yang dituangkan pada margin bacaan yang isinya cenderung berdasarkan atas pemahaman orang yang menganotasi. Dan kata yang dianotasi dibuat oleh pembaca.
2) Anotasi Eksplisit dan Tacit
Secara alamiah, kebanyakan anotasi yang dihasilkan oleh individu adalah telegraphic, incomplete dan tacit (Marshall, 1998). Telegraphic dalam konteks ujaran atau berbicara menurut Peterson (1996 : 192) adalah : 
Once they overcome the two-world limit, children move on to a style of speech which resembles adult telegrams and newspaper headlines. Despite no fixed limit on length, their sentences contain only the main content world. Grammatical "extras" like articles, preposition, inflections and auxiliary verbs, are usually left out.
Pernyataan di atas bermakna bahwa setelah anak-anak menguasai dan mengucapkan ujaran dua kata (bubbling), maka kemampuan berbicaranya berkembang dengan meniru gaya orang dewasa seperti telegram dan tajuk pokok surat kabar. Meskipun tidak ada batasan panjang yang tepat, namun kalimat-kalimat mereka telah berisi kata-kata yang mengandung topik utama. Tambahan tatabahasa seperti kata sandang, kata depan, infleksi dan kata kerja bantu biasanya diabaikan.
Penyampaian gagasan yang bercirikan telegraphic adalah mengutamakan maksud dengan melakukan pengabaian atas pembuatan kalimat sempurna. Sehingga pada kajian tertentu dapat mengarahkan pada penilaian penulisan kalimat yang tidak lengkap (incomplete).
Menganalisa isi tulisan anotasi adalah satu hal lagi yang perlu dicermati karena terkadang isi tulisan yang dihasilkan merupakan unsur yang tidak mudah dipahami karena pembaca tidak mengetahui latar belakang kenapa gloss yang dibubuhkan seperti demikian. Menurut Marshall (1998) "sebuah link yang tidak dapat dijabarkan, asal-usul bacaan, atau penunjuk halaman buku semua hal tersebut dihadapkan pada kesulitan dalam menginterpretasi makna bagai siapapun daripada orang yang membubuhkan anotasinya itu sendiri" hal tersebut disebut tacit dan penjelasan yang paling tepat berada pada orang yang melakukan anotasi. 
3) Anotasi sebagai tulisan dan Anotasi sebagai bacaan
Proses penerapan strategi anotasi terhadap sebuah wacana yang dipelajari dapat menghasilkan berbagai hasil anotasi. Menurut Ariew & Ercetin (2000) proses menganotasi dapat berupa teks, grafik, audio dan video. Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada proses anotasi dengan menggunakan tulisan sebagai hasil proses anotasi.
Tulisan adalah gambaran pendapat seseorang dalam mengkritisi wacana yang sedang dipelajari. Jenis tulisan yang dihasilkan dapat berupa teks biasa yang dituangkan dalam satu lembaran yang linier dengan teks tersebut, tetapi bisa juga hasilnya berupa teks yang tidak linier dengan teks tersebut dan cenderung tidak mengganggu komposisi wacana (Davis, 1989) yang telah ditulis oleh penulisnya sendiri dan teks ini pada umumnya berbentuk teks elektronik dan disebut dengan apa yang kita kenal dengan sebutan hiperteks (hypertext).
Dampak yang dihasilkan dari proses penganotasian yang dilakukan oleh pembaca dapat memberikan keuntungan dimana hasilnya dapat menjadi anotasi sebagai bahan bacaan bagi pembaca selanjutnya. Kronologisnya bila pembaca pertama mendapatkan informasi yang dianggap perlu ditambahkan atau perlu dikritisi maka bagi pembaca yang kedua akan mendapatkan tulisan yang telah diperkaya oleh pendapat pembaca yang pertama. Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti setuju dengan pernyataan Moultrop (1993) bahwa membaca dan menulis merupakan dimensi yang sungguh merupakan satu kesatuan (continuum) dan bukanlah dimensi yang terpisah-pisah (dichotomy). 

Related Posts



0 komentar:

Cari Skripsi | Artikel | Makalah | Panduan Bisnis Internet Disini

Custom Search
 

Mybloglog

blogcatalog

Alphainventions.com

Followers

TUGAS KAMPUS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template