TUGAS KAMPUS: February 2016

Forum MT5 (1 Post = 0.2$ )

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN KERTAS

Posted: 14 Feb 2016 07:28 PM PST

(KODE : PTK-0576) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS MELALUI KEGIATAN MENGANYAM DENGAN KERTAS (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI

A. Aspek Perkembangan Motorik Anak
1. Pengertian Perkembangan Keterampilan Motorik Halus
Sukadiyanto (1997 : 70) menyatakan bahwa keterampilan motorik adalah keterampilan seseorang dalam menampilkan gerak sampai lebih kompleks. Keterampilan tersebut merupakan suatu keterampilan umum seseorang yang berkaitan dengan berbagai keterampilan atau tugas gerak. Dengan demikian keterampilan motorik adalah keterampilan gerak seseorang dalam melakukan segala kegiatan.
Senada dengan hal di atas, gerakan motorik halus mempunyai peranan yang sangat penting. Motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu yang dilakukan oleh otot-otot kecil saja. Oleh karena itu gerakan di dalam motorik halus tidak membutuhkan tenaga akan tetapi membutuhkan koordinasi yang cermat serta teliti (Depdiknas, 2007 : 1).
Motorik halus menurut Bambang Sujiono (2005 : 1.14) adalah gerakan yang hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan menggunakan jari-jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Oleh karena itu, gerakan ini tidak terlalu membutuhkan tenaga, namun gerakan ini membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat. Senada dengan pendapat tersebut, menurut Soegeng Santoso dan Anne Lie Ranti (1995 : 44) bahwa kemampuan gerak halus adalah kemampuan melakukan gerakan halus yang memerlukan kecermatan dan koordinasi gerakan otot kecil dan tidak membutuhkan tenaga. Sedangkan menurut Astati (1995 : 4) motorik halus adalah gerak yang hanya menggunakan otot-otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil yang membutuhkan koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik.
Sedangkan menurut Sumantri (2005 : 143), keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan. Menurut Jurgen Hofsab dalam Tasnila (2012 : 9) menyatakan bahwa koordinasi gerak mata dan tangan merupakan suatu gerakan yang sangat berkaitan satu dengan yang lainnya agar suatu pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik dan lancar, berurutan serta sesuai dengan keinginan. Sedangkan menurut Hikmad Hakim dalam Yunita Dewanti Munica (2013 : 17) koordinasi mata tangan merupakan kemampuan biometrik kompleks yang mempunyai hubungan erat dengan kecepatan, kekuatan, daya tahan, dan kelentukan. Kelentukan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 291) adalah kemampuan anak menggerakkan jari-jemarinya dengan tidak kaku dan mudah dilekukkan. Koordinasi antara tangan dan mata dapat dikembangkan salah satunya melalui kegiatan menganyam. Pengembangan keterampilan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak dalam menulis (pengembangan bahasa). Menurut Sumantri (2005 : 145) kemampuan daya lihat juga merupakan kegiatan keterampilan motorik halus lainnya yaitu melatih kemampuan anak melihat ke arah kiri dan kanan, atas-bawah yang penting untuk persiapan membaca awal. Menurut Magil dalam Sumantri (2005 : 143) keterampilan ini melibatkan koordinasi neumusculer (syaraf otot) yang memerlukan ketepatan derajat tinggi untuk berhasilnya keterampilan ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 558) ketepatan merupakan kemampuan anak dalam mengontrol gerakan tangan dengan mata sesuai arah, urutan dan tujuan gerakan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka untuk meningkatkan motorik halus bisa dengan latihan-latihan jari jemari tangan dan koordinasi mata dan tangan. Stimulasi sangat diperlukan untuk mengembangkan keterampilan motorik halus tersebut. Menstimulasi anak dan membuat anak nyaman dengan lingkungannya serta pembiasaan segala sesuatu sejak dini yang konsisten akan mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak. Menstimulasi dimaksudkan bahwa orang dewasa mendorong anak untuk melakukan latihan-latihan dasar secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga akan menjadi pembiasaan. Sedangkan konsisten dimaksudkan ialah sungguh-sungguh dalam melakukannya dengan segala daya dan upaya yang dimiliki untuk menjadikan anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Berpijak pada konsep tersebut maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan kegiatan menganyam dengan kertas karena dalam kegiatan menganyam ini melibatkan aktivitas jari jemari, konsentrasi, ketelitian, ketepatan dan koordinasi mata dan tangan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan motorik halus adalah keterampilan untuk mengontrol otot-otot kecil yang melibatkan koordinasi mata dan tangan yang membutuhkan kecermatan, ketepatan dan kelentukan.

2. Karakteristik Perkembangan Motorik Halus
Karakteristik perkembangan motorik halus anak dapat dijelaskan dalam Depdiknas (2007 : 10) sebagai berikut : 
a. Pada saat anak berusia tiga tahun, anak sudah mampu menjumput benda dengan menggunakan jari jempol dan jari telunjuknya tetapi gerakan itu sendiri masih kikuk.
b. Pada usia empat tahun, koordinasi motorik halus anak secara substansial sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat bahkan cenderung ingin sempurna.
c. Pada usia lima tahun, koordinasi motorik halus anak sudah lebih sempurna. Gerakan tangan, lengan, dan tubuh bergerak dibawah koordinasi mata. Anak juga telah mampu membuat dan melaksanakan kegiatan yang lebih majemuk, seperti kegiatan proyek, dan kegiatan menganyam.
d. Pada akhir masa kanak-kanak usia enam tahun, anak telah belajar bagaimana menggunakan jari-jemarinya dan pergelangan tangannya untuk menggerakkan ujung pensilnya.

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PERMULAAN DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN KARTU KATA UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

Posted: 13 Feb 2016 07:24 PM PST

(KODE : PTK-0575) : SKRIPSI PTK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PERMULAAN DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN KARTU KATA UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN (PLB KELAS II SLB)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 

A. Kajian Teori
1 .Tinjauan Tentang Anak Tunagrahita Ringan 
a. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita ringan disebut juga anak tuna grahita mampu didik, anak debil, moron, semi dependent atau bisa disebut dengan marginally retarded. Istilah tersebut pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama, hanya saja dalam penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan sudut pandang dari ahli yang bersangkutan. Dalam dunia pendidikan istilah yang sering digunakan adalah tunagrahita ringan. Di bawah ini akan dikemukakan pendapat beberapa ahli mengenai pengertian anak tunagrahita ringan, menurut Munzayanah (2000 : 22), anak tunagrahita ringan adalah : 
Mereka yang masih mampu mempunyai kemungkinan untuk memperoleh pendidikan dalam bidang membaca, menulis dan menghitung pada suatu tingkat tertentu di sekolah khusus. Biasanya untuk kelompok ini dapat mencapai tingkat tertentu, setingkat dengan kelas IV Sekolah Dasar, serta dapat mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang sederhana.
Menurut Astati dan Euis Nani, (2001 : 36) anak tunagrahita ringan adalah : 
Anak tunagrahita ringan miskin dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bila dibandingkan dengan usianya. Mereka mengalami kesulitan secara menyeluruh, dan berpengaruh dalam penampilannya di sekolah, rumah, tetangga, dan di masyarakat. Walaupun demikian mereka masih mampu belajar sampai dengan kelas V dan dapat menggunakan kemampuan itu bila mereka dewasa .
Dari pernyataan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak yang tergolong inteligensinya rendah, yang setingkat lebih rendah dibandingkan anak lambat belajar, tetapi masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang akademis yang sederhana seperti membaca, menulis dan menghitung. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik mampu belajar sampai dengan kelas IV atau V, anak tunagrahita ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
b. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Di bawah ini adalah beberapa karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai mana dikemukakan Moh. Amin (1995 : 25) : 
1) Karakteristik Mental
Mereka menunjukkan kecenderungan menjawab dengan ulang respon terhadap pertanyaan yang berbeda, tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit dalam jiwanya atau dalam ingatannya, kecenderungan memiliki kemampuan berfikir konkrit daripada abstrak. Mereka tidak mampu mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam pertanyaannya, terbatas kemampuan dalam penalarannya dan visualisasi serta mengalami kesulitan dalam konsentrasi.
2) Karakteristik Fisik
Bagi mereka yang memiliki keterbelakangan mental ringan sebagian besar tidak mengalami kelainan fisik.
3) Karakteristik Emosional
Minat permainan mereka lebih cocok dengan anak yang sama usia mentalnya dari pada usia kronologisnya. Memiliki problem dalam tingkah laku dan lebih banyak yang nakal daripada anak yang normal inteligensinya.
4) Karakteristik Akademik
Kemampuan mereka rendah dan lambat, bagi mereka yang tergolong ringan masih dapat diberikan pelajaran akademis seperti membaca, menulis dan berhitung sederhana.
5) Karakteristik Pekerjaan
Yang dapat dituntut hanya mereka yang tergolong ringan dan usia remaja dapat belajar pekerjaan yang sifatnya "Skill" dan "Semi Skill".
Karakteristik anak tunagrahita ringan menurut Astati, (2001 : 5-7) adalah sebagai berikut : 
1) Ciri fisik dan motorik
Ketrampilan motorik anak tunagrahita ringan lebih rendah dari anak normal, sedangkan tinggi dan berat badan adalah sama
2) Bahasa dan penggunaannya
Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbahasa tetapi kurang dalam perbendaharaan kata serta kurang mampu menarik kesimpulan mengenai apa yang dibicarakan
3) Kecerdasan
Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, tetapi masih mampu mempelajari hal-hal yang bersifat akademik walaupun terbatas. Sebagian dari mereka mencapai usia kecerdasan yang sama dengan anak normal usia 12 tahun ketika mencapai usia dewasa.
4) Sosial
Anak tunagrahita cenderung menarik diri, acuh tak acuh, mudah bingung. Mereka cenderung bergaul dengan anak normal yang lebih muda dari usianya.
5) Kepribadian
Ciri-ciri pribadi anak tunagrahita ringan antara lain kurang percaya diri, merasa rendah diri dan mudah frustasi
6) Pekerjaan
Anak tuna grahita ringan dapat melakukan pekerjaan yang sifatnya semi-skilled dan pekerjaan itu sifatnya sederhana.
Berdasarkan dua pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum anak tunagrahita ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut : 
1) Kondisi fisik anak tunagrahita ringan cenderung sama dengan anak normal namun dalam ketrampilan motorik sedikit lebih rendah di bawah anak normal.
2) Kondisi psikis anak tunagrahita ringan meliputi : kemampuan berpikir rendah, kecenderungan memiliki kemampuan berpikir abstrak, sehingga mengalami kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan intelektualnya serta masih dapat diberikan pelajaran yang bersifat akademis seperti membaca, menulis dan berhitung sederhana.
3) Kondisi sosial dan kepribadian anak tunagrahita ringan cenderung menarik diri, acuh tak acuh, mudah bingung, bergaul dengan normal yang lebih muda usianya serta mempunyai kepribadian kurang percaya diri, rendah diri dan mudah frustasi
4) Pekerjaan yang dapat dilakukan anak tunagrahita ringan biasanya pekerjaan yang sifatnya semi skilled dan sederhana
c. Masalah-Masalah Anak Tunagrahita Ringan
Masalah-masalah yang dihadapi anak tunagrahita ringan, menurut Astati, (2001 : 10-11), diantaranya adalah sebagai berikut : 
1) Masalah penyesuaian diri
Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam mengartikan norma-norma lingkungan sehingga mereka tidak dapat melakukan fungsinya sebagai anggota masyarakat. Akhirnya tidak jarang dari mereka diisolasi dan dianggap hanya beban orang lain.
2) Masalah pemeliharaan diri.
Anak tunagrahita ringan mengalami kesulitan dalam membina dirinya, misalnya dalam mengadakan orientasi, pemeliharaan dan penggunaan fasilitas di lingkungannya serta bagaimana kepantasan penampilannya.
3) Masalah kesulitan belajar.
Kesulitan belajar umumnya tampak dalam bidang pelajaran yang sifatnya akademis dan mengandung hal-hal yang sifatnya abstrak
4) Masalah pekerjaan
Kenyataan menunjukkan banyaknya populasi penyandang tunagrahita ringan pasca sekolah yang tidak memperoleh kesempatan bekerja karena dinilai kemampuan kerja mereka sangat rendah. Hal ini diperkirakan penyebabnya antara lain kurangnya kesesuaian antara ketrampilan yang dimiliki dan perilaku vokasional (daya tahan, minat, kegembiraan, komunikasi, penampilan dan lain-lain) dengan tuntutan lapangan pekerjaan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita ringan meliputi dari masalah penyesuaian diri, pemeliharaan diri, kesulitan belajar serta masalah pekerjaan. Namun masalah yang sangat serius adalah anggapan masyarakat bahwa penyandang tunagrahita ringan harus mampu berkompetisi dengan anak normal karena melihat usia maupun keadaan fisiknya (keadaan fisik anak tunagrahita ringan tidak berbeda dengan anak normal). Bila hal ini tidak segera ditanggulangi dan dicarikan jalan keluarnya maka anak tunagrahita ringan cenderung menggantungkan diri kepada orang lain.

2. Tinjauan Tentang Membaca Permulaan 
a. Pengertian Membaca
Menurut Hudgson dalam Supraptiningsih (2005 : 3) memberikan batasan "membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis".

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MENGELOLA KONFLIK DENGAN CO-OP CO-OP

Posted: 12 Feb 2016 07:21 PM PST

(KODE : PTK-0574) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MENGELOLA KONFLIK DENGAN CO-OP CO-OP SISWA (KEWIRAUSAHAAN KELAS X SMK)


BAB II 
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Hasil Belajar
Salah satu tercapainya indikator tercapainya atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya (Djamarah dan Zain, 2010 : 25).
"Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa itu sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar , proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar" (Dimyati dan Mudijiono, 2009 : 7). Menurut pengertian tersebut, pembelajaran akan lebih mudah jika siswa terlibat langsung di dalam proses pembelajaran. Pengetahuan bukan hanya didapat dalam teori namun, siswa akan lebih mudah jika belajar melalui lingkungan di sekitar.
Sedangkan hasil belajar menurut Suharsimi (2006 : 3) sebagai "hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang melakukan". Hasil belajar dapat dikatakan tuntas apabila telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh masing-masing guru mata pelajaran, hasil belajar sering digunakan dalam arti yang luas yakni, ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, test lesan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, ulangan akhir semester dan sebagainya.
Anni (2009 : 4) dalam bukunya mengemukakan "hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar". Sedangkan Sudjana (2005 : 22) mengemukakan "hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya".
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan baik segi akademik maupun non-akademik siswa. Hasil belajar digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam pembelajaran. Semakin baik hasil belajar maka pembelajaran dikatakan berhasil, begitupun sebaliknya semakin rendahnya hasil belajar siswa maka pembelajaran dikatakan kurang berhasil. 

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Suhardjono dalam Suharsimi (2009 : 55) banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Ada faktor yang dapat diubah (seperti cara mengajar, mutu rancangan, model evaluasi ujian dan lain-lain), ada pula faktor yang harus diterima apa adanya (seperti latar belakang siswa, gaji, lingkungan sekolah dan lain-lain).
Slameto (2003 : 54-60) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain : 
1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi tiga faktor yakni : 
a) Faktor jasmaniah : faktor kesehatan dan cacat tubuh
b) Faktor psikologis : intelegensi bakat, motif, kematangan serta kesiapan.
c) Faktor kelelahan : faktor kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
2) Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa, faktor yang berasal dari luar diri siswa sendiri terdiri dari tiga faktor yaitu : 
a) Faktor keluarga : cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga
b) Faktor sekolah : model mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, model belajar serta tugas rumah.
c) Faktor masyarakat; kesiapan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
Sardiman (2007 : 39-47) mengemukakan "faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor internal (dari dalam) diri siswa dan faktor eksternal (dari luar) diri siswa". Berkaitan faktor dari dalam diri siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Keberadaan faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.
Thomas, F. Staton dalam Sardiman (2007 : 39) menguraikan enam macam faktor psikologis yaitu (1) memotivasi, (2) konsentrasi, (3) reaksi, (4) organisasi, (5) pemahaman, (6) ulangan. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa antara lain kemampuan yang dimiliki siswa tentang materi yang akan disampaikan, motivasi, serta perhatian siswa, sedangkan faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran yang digunakan guru di dalam proses belajar mengajar, media pembelajaran serta kondisi lingkungan baik sekolah maupun masyarakat. 

C. Mengukur Hasil Belajar
Djamarah dan Zain (2010 : 107) mengemukakan bahwa untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas beberapa tingkatan taraf sebagai berikut : 
1) Istimewa atau maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa
2) Baik sekali atau optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran dapat dikuasai 76%-99%
3) Baik atau minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-75%
4) Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%
Sehubungan dengan hal diatas, hasil pembelajaran dilaksanakan benar-benar baik apabila memiliki ciri-ciri : 
1) Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kegiatan yang dilakukan oleh siswa
2) Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik
Penilaian bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidikan dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas.

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REASONING AND PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MATERI POKOK SPLDV

Posted: 11 Feb 2016 07:18 PM PST

(KODE : PTK-0573) : SKRIPSI PTK PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REASONING AND PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA MATERI POKOK SPLDV (MATEMATIKA KELAS VIII)


BAB II 
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Proses perubahan tingkah laku ini ditandai dengan adanya peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap.
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku, bertambahnya pengetahuan, bertambahnya keterampilan, dan meningkatnya mutu sikap seseorang terhadap suatu hal bila dibandingkan keadaan sebelumnya. Sedangkan hasil belajar adalah adanya perubahan tingkah laku, bertambahnya pengetahuan, bertambahnya keterampilan, dan meningkatnya mutu sikap seseorang terhadap suatu hal bila dibandingkan keadaan sebelumnya. Sehingga dapat diartikan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang ditandai dengan meningkatnya mutu sikap seseorang terhadap suatu hal bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
Menurut Gagne dalam Ngalim Purwanto (1990 : 84) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatan (performance-nya) berubah dari waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. Dengan pernyataan ini belajar akan dapat terlaksana apabila situasi stimulus dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sehingga terjadi perubahan perbuatan. Upaya untuk membelajarkan siswa adalah dengan memberikan stimulus pada siswa sehingga mempengaruhi pembahan perbuatan setelah adanya stimulus yang diberikan.
Sedangkan ahli belajar modern mengemukakan dan merumuskan dalam Oemar Hamalik (1990 : 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is define as modification or strengthening of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya pembahan tingkah laku dan atau pengetahuan. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua golongan : 
1. Faktor yang ada pada diri sendiri yang disebut faktor individual.
Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain : kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut dengan faktor sosial.
Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor sosial antara lain : faktor keluarga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Dengan adanya faktor yang mempengaruhi belajar, hasil yang akan dicapai dalam proses belajar tergantung pada faktor yang mempengaruhinya. Adanya ganjalan pada satu faktor akan mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak maksimal, sehingga perlu adanya keseimbangan faktor dalam belajar.

C. Pengertian Mengajar
Mengajar adalah memberikan bimbingan belajar kepada siswa (Hamalik, 2001 : 50). Selain itu dijelaskan pula bahwa mengajar merupakan proses membantu siswa menghadapi kehidupan sehari-hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam rangka memberikan bimbingan belajar kepada siswa untuk menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pemberian bimbingan menjadi kegiatan mengajar yang utama. Siswa sendiri yang melakukan kegiatan belajar seperti mendengarkan ceramah, membaca buku, melihat demonstrasi, dan sebagainya. Sedangkan peranan guru yakni mengarahkan, mempersiapkan, mengontrol dan memimpin siswa agar kegiatan belajarnya berhasil. Guru membantu siswa agar mampu mengatasi kesulitan-kesulitannya sendiri, dalam hal ini peranan guru adalah sebagai konselor.
Mengajar merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan peserta didik. Karena itu, kegiatan mengajar tidak lepas dari kegiatan belajar sehingga dalam prosesnya kegiatan yang terjadi adalah kegiatan belajar mengajar.

D. Ciri-ciri Belajar Mengajar
Sebagai suatu proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak lepas dari ciri-ciri tertentu, yang menurut Edi Suardi dalam Djamarah (2006 : 39-40) sebagai berikut : 
1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.
2. Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan mated yang khusus.
4. Ditandai dengan aktivitas anak didik.
5. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7. Ada batas waktu.
8. Evaluasi.

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TEAM GAME TOURNAMENT PADA PERMAINAN BOLA BASKET

Posted: 10 Feb 2016 07:15 PM PST

(KODE : PTK-0572) : SKRIPSI PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TEAM GAME TOURNAMENT PADA PERMAINAN BOLA BASKET (PENJAS KELAS IX)


BAB II 
LANDASAN TEORI

A. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia No 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 11 telah menyebutkan bahwa : Olahraga Pendidikan adalah Pendidikan Jasmani dan Olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani (Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga RI 2005 : 4).
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang di desain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa (BSNP 2006 : 1).
Materi mata pelajaran Penjasorkes SMP yang meliputi : pengalaman mempraktikkan keterampilan dasar permainan dan olahraga; aktivitas pengembangan; uji diri/senam; aktivitas ritmik; akuatik; dan pendidikan luar kelas (out door) disajikan untuk membantu siswa agar memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan efektif (BSNP 2006 : 1).
Olahraga merupakan bentuk lanjut dari bermain, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian manusia. Untuk dapat berolahraga secara benar, manusia perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan diyakini dapat : 
Memberikan kesempatan bagi siswa untuk : (1) berpartisipasi secara teratur dalam kegiatan olahraga, (2) pemahaman dan penerapan konsep yang benar tentang aktivitas-aktivitas tersebut agar dapat melakukannya secara aman, (3) pemahaman dan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam aktivitas-aktivitas tersebut agar terbentuk sikap dan perilaku sportif dan positif, emosi stabil, dan gaya hidup sehat (BNSP 2006 : 1).
Pendidikan jasmani ialah : pendidikan yang mengaktualisasikan potensi aktivitas manusia yang berupa sikap tindak dan karya untuk diberi bentuk-isi-dan arah menuju kebulatan kepribadian sesuai dengan cita-cita kemanusiaan (Kosasih 1985 : 4).

B. Karakteristik Siswa Usia Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Sekolah merupakan tempat belajar (formal) siswa selain lingkungan keluarga (in formal) dan linkungan masyarakat (non formal), meskipun interaksi sosial yang berlaku di sekolah biasanya tidak demikian mendalam dan sinambung seperti yang terjadi di lingkungan rumah tangga, pengaruh lingkungan sekolah terhadap perkembangan sosial siswa tentulah ada, dan bahwa peranannya itu cukup besar, yaitu : 
Di dalamnya berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan "pendidikan" pada umumnya, yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi-potensi anak, perkembangan dari kecakapan-kecakapannya pada umumnya, belajar bekerjasama dengan kawan sekelompok, melaksanakan tuntutan-tuntutan dan contoh-contoh yang baik, belajar menahan diri demi kepentingan orang lain, memperoleh pengajaran, menghadapi saringan, yang semuanya antara lain mempunyai akibat pencerdasan otak siswa, seperti yang dibuktikan dengan tes-tes inteligensi (Gerungan 1996 : 194).
Siswa usia sekolah menengah berada pada rentangan kategori siswa usia remaja, yang berada pada rentangan usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal dan masa remaja akhir, maka masa remaja awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan masa remaja akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun (Djamarah 2002 : 107). Jadi anak usia sekolah menengah pertama berada pada usia remaja awal yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun.
Remaja dikenal sebagai masa pencarian dan penjelajahan identitas diri. Kekaburan identitas diri menyebabkan remaja berada di persimpangan jalan; tak tahu mau kemana dan jalan mana yang harus diambil untuk sampai pada jati diri yang sesungguhnya. Anak remaja tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam golongan anak dan ia tidak dapat pula dimasukkan ke dalam golongan orang dewasa atau orang tua (Djamarah 2002 : 107).
Masa remaja tidak seperti pada masa anak, remaja perkembangan sosialnya semakin luas, remaja tidak lagi hanya berteman dengan siswa sebaya di sekitar rumahnya , tetapi ia sudah berhasrat untuk mencari teman lain di lingkungan yang lebih luas.
Usia remaja juga merupakan masa-masa berkembangnya fungsi-fungsi seksualitas. Dalam diri remaja sedang terjadi rangsangan kematangan seksual dan dorongan untuk mendapatkan kepuasan seksualitas, maka masa ini kecenderungan remaja untuk menghindari larangan norma sosial dan hukum positif.
Dari segi perkembangan kemampuan pikir remaja terdapat bukti-bukti hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pola dan cara berpikir remaja cenderung mengikuti pola dan cara berpikir orang dewasa. Ini mengisyaratkan untuk membicarakan suatu masalah pribadi maupun masalah sosial kemasyarakatan. Pendidikan remaja dapat didekati dengan pendekatan rasional. Tidak seperti siswa, remaja dapat memecahkan masalah yang kompleks secara rasional (Djamarah 2002 : 109).
Pada masa pra-pubertas, pubertas dan adolesensi, terdapat pertumbuhan jasmani yang sangat pesat. Anak menjadi cepat besar, bobot badannya naik dengan pesat, panjang badannya bertambah dengan cepat; makannya banyak, dan aktivitasnya bertambah. Bersamaan dengan pertumbuhan badan yang sangat pesat, berlangsung pula perkembangan intelektual yang sangat intensif; sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar (Kartono 1989 : 34).
"Indek Anatomis" dari Baldwin yang melakukan pengukuran terhadap tulang-tulang siswa secara rontgenologis menunjukkan bahwa, tulang-tulang pada siswa usia 10-15 tahun juga tumbuh dengan cepat sekali (Kartono 1989 : 34). Sehubungan dengan pertumbuhan tulang belulang dan jasmani yang sangat pesat ini, biasanya sejak berumur 10 tahun daya tahan anak terhadap bermacam-macam penyakit serta infeksi tumbuh secara maksimum, sehingga kurve-mortalitas pada usia sekitar 10 tahun menunjukkan angka kematian yang terkecil, yang minimal (Kartono 1989 : 34).
Daya tahan anak yang besar dan pertumbuhan jasmani yang sangat pesat itu, maka orang menandai periode ini dengan vitalitas yang sangat besar. Oleh karena itu pada usia pra-pubertas dan pubertas yang menjadi pusat perhatian anak yaitu : sport, perlombaan-perlombaan, kegairahan berkelana, atau pergi bertamasya dengan berjalan kaki, naik gunung, menjelajahi pulau dan meneliti daerah-daerah baru (Kartono 1989 : 36).

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK THE USE OF MIND MAPPING STRATEGY TO IMPROVE STUDENTS ABILITY IN WRITING PROCEDURE TEXT

Posted: 09 Feb 2016 07:14 PM PST

(KODE : PTK-0571) : SKRIPSI PTK THE USE OF MIND MAPPING STRATEGY TO IMPROVE STUDENTS ABILITY IN WRITING PROCEDURE TEXT (BAHASA INGGRIS KELAS X)


CHAPTER II 
REVIEW OF RELATED LITERATURE

A. Review of Previous Study
In this subchapter, I would like to review some previous studies that support my view about the use of mind mapping strategy to improve students' ability in writing procedure text.
First, a study done by Mawadah (2009), She found that the teaching descriptive text to junior high school students of SMP Negeri 1 Pegandon by using mind mapping strategy was more effective than teaching descriptive text using conventional strategy. This experimental research used two classes as the sample of the research. The experimental group was taught by using mind mapping strategy and the control group was taught by using conventional strategy. The main purpose of the activities above is to make students easier in constructing a text.
Second, Sofyani Tyas Utami (2009) also did research about the use of prewriting strategies : Brainstorming and Mind Mapping in Essay Writing for tenth grade students of SMA Negeri 3 Salatiga. The use of brainstorming and mind mapping can help and motivate students to generate ideas and practice expressing thought in written form, so that it would be helpful for students in creating a text and get a satisfying work in writing. The students' achievement in writing recount text increased from the first meeting to the last meeting. The students' respond that were obtained through questionnaire showed that most of them agreed that using brainstorming and mind mapping could help them in improving their ability in writing recount text.
Third, Susanto (2008) gave description of determining the application of mind mapping method in teaching descriptive writing for the second grade students of SMU Negeri 1 Kajen. He found some advantages by applying mind mapping method in teaching descriptive text. First, the students are interested and motivated in exploring their ideas and imagination using mind mapping method since they found new things during learning process. Second, they might be encouraged to be active in classroom activity by asking the teacher or friends. Then, the last advantage is its simplicity to use mind mapping method by making a chart like a tree diagrams. The students understand, memorize and remember the main idea and relative words easily.
The writer knew that every method has its advantages and weaknesses. The first weakness in applying mind mapping method is that writer must have broad knowledge especially in vocabularies and diction (choice of words). The students liked to ask English translation the difficult words related to the topic. They should bring a dictionary to help them in translating words because it would spend more times if they asked to the teacher continuously. The second one is that spends more paper sheets to do the test because they do two steps before they make the final draft of the descriptive text. The advantage in applying mind mapping method is the students can automatically enrich their vocabularies by searching branches and related ideas from the main topic.

B. Review of Theoretical Background
1. Language Skill
It has been described in the background of the study that language competence is actually important to be achieved by everyone. Listening, reading, speaking and writing are the four basic skills of language that students should learn in order to be able to communicate as well. A good language teaching is absolutely important especially in delivering materials of those four skills. Most of us know that there are various teaching strategies or methods that have been found and implemented to develop students' mastery of those four basic skills due to the importance of each skill for the students' future life.
2. Writing Skill
Nowadays we can see that writing is one of the four basic skills of language which has an important role in many aspects of life. Using writing we can learn lot of things from the simplest thing until a complex one. If we have ideas, desires and everything to explain, writing can be used as an instrument that makes somebody else understand what we want to explain. In short, we can say that writing pays an important role in our life.
Hammer (2004 : 3) states that "being able to write is a vital skill for 'speaker' of a foreign language as much as for everyone using their own first language". In line with Hammer's opinion, Ramelan (1994 : 11) states that "writing is very important as a part of man's culture because it can be used to preserve thought, ideas, and also speech sound". White (1980 : 8) suggests three points about the importance of writing. They are : (1) the linguists become interested in studying the characteristics of written language as well as spoken language, (2) teachers of English become increasingly concerned with the need to teach writing to students of science and technology, for whom ability to use the spoken language might be secondary or even irrelevance, (3) coinciding with the increased interest in written language by both linguists and English teachers had been a considerable growth in the study of language beyond the sentences, that was on discourse. From those statements we can draw a conclusion that everybody should have a good writing ability because of its importance for the time being and their future life.
According to Meyers (2005 : 1), "the word writing coming from a verb. Writing is a way to produce language, which you do naturally when you speak. You say something, think of more you say, perhaps correct something you have said and than move on to the next statement". Writing is much different, except that you take more time to think about your subject, the person you'll be discussing it with and last but not least the purpose that you want to achieve in that discussion.
Therefore, if you are writing a second language, you'll be revising your work continuously. You have to pay more attention to your diction (choice of word), form and grammar to make sure that they clearly express what you exactly want to say.
We know that writing skill is always used in most of examinations done at school from elementary up to university level. The importance of writing skill is obviously seen as something that must be emphasized because in daily communication language is not only spoken but also written. The different characteristics between spoken and written language are stated by Harmer (2004 : 6-11), as follows : 

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF MAZE

Posted: 08 Feb 2016 07:10 PM PST

(KODE : PTK-0570) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL SPASIAL MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF MAZE PADA KELOMPOK B TK (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Kecerdasan Visual Spasial 
1. Pengertian Kecerdasan Visual Spasial
Menurut Gardner (dalam Sujiono, 2009 : 176) menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. Kecerdasan menurut Gardner (dalam Musfiroh, 2008 : 36) adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau produk yang dibuat dalam satu atau beberapa budaya. Sedangkan Bandler dan Grinder dalam DePotter (dalam Sujiono, 2009 : 176) kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat dijadikan modalitas belajar. Dari beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk menemukan jalan keluar dari suatu masalah.
Lain lagi yang dikatakan oleh Armstrong (dalam Sujiono, 2010 : 58) berpendapat bahwa visual spasial adalah kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang. Kecerdasan ini digunakan oleh anak untuk berfikir dalam bentuk visualisasi dan gambar untuk memecahkan suatu masalah atau menemukan jawaban. Sedangkan menurut Samsudin (2008 : 17) visual spasial merupakan kemampuan seseorang untuk melihat secara visual/ruang. Seseorang yang memiliki kecerdasan ini cenderung berfikir dalam pola-pola yang berbentuk gambar.
Anak usia dini sangat menyukai melihat peta, bagan, gambar, video, film sebagai media untuk belajar. Dan menurut Gunarti, Suryani, dan Muis (2010 : 2.25) visual spasial adalah kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. Anak-anak ini memiliki kemampuan, misalnya mencipta imajinasi bentuk dalam pikirannya atau menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi, seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat patung atau arsitek suatu bangunan. Dari beberapa pendapat diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan visual spasial adalah kemampuan seseorang yang lebih peka terhadap ruang dan gambar.
Campbell dan Dickinson (dalam Yuliani 2010 : 58) menjelaskan bahwa tujuan materi program dalam kurikulum yang dapat mengembangkan kecerdasan visual spasial, antara lain penayangan video, gambar, menggunakan model (modeling), dan atau diagram.
Biasanya anak yang memiliki kecerdasan visual spasial adalah seorang anak yang memiliki kemampuan untuk memvisualkan gambar di dalam pikirannya atau seorang anak yang dapat memecahkan suatu masalah atau menemukan suatu jawaban dengan memvisualkan bentuk atau gambar (Aisyah, 2009 : 1.18). 

2. Cara Mengembangkan Kecerdasan Visual Spasial
Menurut Sujiono (2010 : 58) menguraikan bagaimana cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak sebagai berikut : 
a) Mencoret-coret, untuk mampu menggambar, anak memulainya dengan tahapan mencoret terlebih dahulu. Mencoret biasanya dimulai sejak anak berusia sekitar 18 bulan ini, pada dasarnya kegiatan mencoret merupakan sarana anak mengekspresikan diri. Meski apa yang digambarnya dalam coretannya belum tentu langsung terlihat isi pikirannya. Selain itu, kegiatan ini juga dalam melatih koordinasi tangan-mata anak.
b) Menggambar dan melukis, kegiatan menggambar dan melukis dapat dilakukan dimana saja, kapan saja dengan biaya yang relatif murah. Sediakan alat-alat yang diperlukan seperti kertas, pensil warna dan krayon. Biarkan anak melukis atau menggambar apa yang ia inginkan sesuai imajinasi dan kreativitasnya karena menggambar dan melukis merupakan ajang bagi anak untuk mengekspresikan diri.
c) Kegiatan membuat prakarya atau kerajinan tangan menuntut kemampuan anak memanipulasi bahan. Kreativitas dan imajinasi anak pun terlatih karenanya. Selain itu, kerajinan tangan dapat membangun kepercayaan diri anak.
d) Mengunjungi berbagai tempat, dapat memperkaya pengalaman visual spasial anak, seperti mengajaknya ke museum, kebun binatang, menempuh perjalanan alam lainnya.
e) Melakukan permainan konstruktif dan kreatif, sejumlah permainan seperti membangun konstruksi dengan menggunakan balok, maze, puzzle, permainan rumah-rumahan ataupun peralatan video, film, peta atau gambar, dan slide.
f) Mengatur dan merancang, kejelian anak untuk mengatur dan merancang, juga dapat diasah dengan mengajaknya dalam kegiatan mengatur ruang di rumah, seperti ikut menata kamar tidurnya. Kegiatan seperti ini juga baik untuk meningkatkan kepercayaan diri anak, bahwa ia mampu memutuskan sesuatu.
g) Pengenalan informasi visual, informasi visual mengacu pada pesan pengetahuan yang dituangkan dalam bentuk nonverbal. Pesan pengetahuan disampaikan dalam bentuk grafik/diagram dan denah.

3. Indikator Kecerdasan Visual Spasial Anak Usia Dini
Menurut Armstrong (dalam Musfiroh, 2010 : 4.7) Anak yang cerdas dalam visual spasial sangat peka tatanan dan peka terhadap perubahan tatanan itu dan anak memberikan reaksi. Mereka suka mengerjakan maze, dan permainan lain yang memerlukan ketajaman melihat. Anak-anak sering memanfaatkan waktu mereka untuk menggambar, merancang sesuatu, membangun balok-balok, lego atau melamun.
Kecerdasan visual spasial muncul pada masa kanak-kanak. Anak-anak yang cerdas dalam visual spasial peka terhadap bentuk dan peristiwa, mampu merekam bentuk-bentuk tersebut dalam memorinya, serta memanggilnya dalam bentuk melamun, menggambar atau menyatakan dalam kata-kata. Anak-anak mampu mendeskripsikan peristiwa dengan urutan-urutan yang jelas dan terperinci. Anak-anak yang cerdas dalam visual spasial mampu melihat bentuk, warna, gambar, tekstur secara lebih detail dan akurat.
Anak yang mengalami perkembangan kecerdasan visual spasial yang sangat menonjol kadang mengalami kesulitan mengidentifikasi simbol bahasa tertulis. Anak-anak mengerti simbol sebagai gambar dan melihatnya dari berbagai perspektif, yang hal tersebut tidak berlaku dalam dunia simbol linguistik. Kecerdasan visual spasial memiliki indikator sebagai berikut : 
1. Individu yang cerdas secara visual spasial (lebih) mudah membaca peta, gambar, grafik, dan diagram.
2. Individu yang cerdas secara visual spasial menonjol dalam seni lukis dan seni kriya.
3. Individu yang cerdas secara visual spasial mampu memberikan gambaran visual yang jelas ketika sedang memikirkan sesuatu.
4. Individu yang cerdas secara visual spasial mampu menggambar sosok orang atau benda menyerupai aslinya.
5. Individu yang cerdas secara visual spasial film, slide, gambar dan foto.
6. Individu yang cerdas secara visual spasial menikmati permainan yang membutuhkan ketajaman, seperti zigzag, maze.
7. Anak memiliki kepekaan terhadap warna, cepat mengenali warna dan mampu memadukan warna dengan lebih baik dari pada anak-anak sebayanya.
8. Anak suka menjelajah lokasi di sekitarnya dan memperhatikan tata letak benda-benda di sekitarnya, serta cepat menghafal letak benda-benda.

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DI TK

Posted: 07 Feb 2016 07:07 PM PST

(KODE : PTK-0569) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DI TK (PGPAUD)


BAB II 
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 

A. Berhitung Pada Anak Usia Dini 
l. Pengertian Berhitung
Berhitung menurut Suyanto (2005 : 158) menghitung yaitu menghubungkan antara benda dengan konsep bilangan, dimulai dari angka satu. Jika sudah mahir anak dapat melanjutkan menghitung kelipatan, misalnya kelipatan dua, lima, atau sepuluh. Mengingat begitu pentingnya kemampuan berhitung bagi manusia, maka kemampuan berhitung ini perlu diajarkan sejak dini, dengan berbagai media dan metode yang tepat jangan sampai dapat merusak pola perkembangan anak
Menurut Sujiono (2004 : 112) banyak pendapat tentang definisi berhitung dari berbagai sumber rujukan, diantaranya menurut pusat pembinaan dan pengembangan bahasa berhitung adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian persoalan mengenai bilangan.
Sedangkan menurut Sumantri (2011 : 98) berhitung adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artificial, baru memiliki arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya tanpa itu matematika hanya sebuah kumpulan rumus-rumus yang mati.
Dari pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa berhitung merupakan sesuatu yang berkenaan dengan ide-ide atau konsep untuk melatih kecerdasan dan keterampilan anak dalam penyelesaian soal-soal yang memerlukan pecahan.

2. Manfaat Berhitung
Melihat paparan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa adanya minat anak untuk belajar permainan melalui berhitung. Menurut Sisdiknas (2000 : 2) berhitung memiliki manfaat agar anak dapat mengetahui dasar-dasar pembelajarannya sebagai berikut; a) Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini, b) Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat, c) Memiliki ketelitian, konsentrasi dan daya apresiasi yang tinggi, d) Memiliki kreatifitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu secara spontan.
Pembelajaran pada anak berdasarkan konsep berhitung yang benar. Manfaat pembelajaran berhitung meliputi : a) Menghindari ketakutan anak pada matematika sejak awal; b) Membantu anak belajar matematika secara alami melalui kegiatan bermain anak berdasarkan konsep matematika yang benar.
Dari uraian berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa manfaat berhitung antara lain : a) Anak mampu berfikir logis; b) Memiliki ketelitian, konsentrasi dan daya apresiasi yang tinggi; c) Menghindari ketakutan anak pada matematika sejak awal.
Permainan berhitung yang diberikan pada anak usia dini pada kegiatan belajar di TK bermanfaat antara lain untuk : 
1. Membelajarkan anak berdasarkan konsep berhitung yang benar, menarik dan menyenangkan.
2. Menghindari ketakutan terhadap matematika berhitung sejak awal.
3. Membantu anak belajar matematika berhitung secara alami melalui kegiatan bermain.

3. Tahap-tahap Berhitung
Menurut Depdiknas, 2000 : 6 dalam Susanto, tahap yang dilakukan untuk membantu mempercepat penguasaan berhitung anak usia dini melalui tiga tahap yaitu : 
a) Tahap Konsep
Pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa kongkrit, contoh : pengenalan warna, bentuk dan menghitung.
b) Tahap transmisi/peralihan
Proses berfikir merupakan masa peralihan dari pemahaman kongkrit menuju pengenalan lambang yang abstrak, di mana benda kongkrit itu masih ada dan mulai dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini harus dilakukan guru secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan anak secara individual berbeda. Contoh : pengenalan lambang bilangan atau angka.
c) Tahap lambang
Merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang. Contoh : pengenalan lambang angka disertai gambar jumlahnya. Menurut Ahmad Susanto, tahap berhitung meliputi : tahap konsep tahap transmisi/peralihan, tahap lambang.
a) Tahap konsep
Pada tahap ini anak berekspresi untuk menghitung segala macam benda-benda yang dapat dihitung dan yang dapat dilihatnya. Kegiatan menghitung-hitung ini harus dilakukan dengan memikat, sehingga benar-benar dipahami oleh anak.
b) Tahap transmisi/peralihan
Tahap transmisi merupakan masa peralihan dari kongkret ke lambang, tahap ini adalah saat anak mulai benar-benar memahami.
c) Tahap lambang
Tahap di mana anak sudah diberi kesempatan menulis sendiri tanpa paksaan, yakni berupa lambang bilangan, bentuk-bentuk.
Sedangkan menurut Reys dalam Susanto (2011 : 101) mengemukakan lima tahapan dalam berhitung, lima tahapan ini yaitu : 

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK

Posted: 06 Feb 2016 07:04 PM PST

(KODE : PTK-0568) : SKRIPSI PTK UPAYA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK (BIMBINGAN KONSELING KELAS X)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu
Ada 5 penelitian yang akan dipaparkan sebagai penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini, antara lain : 
Penelitian yang terkait dalam percaya diri adalah penelitian dari Andayani dalam tesisnya tentang "Konsep Diri, Harga Diri, Dan Kepercayaan Diri Remaja" membuktikan secara empiris bahwa hubungan antara konsep diri, harga diri, dan kepercayaan diri adalah variabel-variabel yang saling berkaitan. Keterkaitan variabel-variabel ini mungkin saja merupakan akibat aspek-aspek yang diungkap saling tumpang tindih. Namun, sejauh yang dapat diungkap tampak bahwa variabel konsep diri merupakan prediktor yang lebih kuat dari pada harga diri terhadap kepercayaan diri. (Andayani : 1996)
Penelitian dari Ahmad Jaelani tentang "Hubungan Antara Kepercayaan diri dengan Interaksi Sosial Siswa Kelas III Pada Sekolah Di SLTP Negeri Kota Tegal Tahun Pelajaran 2002/2003" menjelaskan kepercayaan diri adalah keberanian beraktivitas yang didasari atas keyakinan dan kemampuan yang dimilikinya dan kemandirian beraktivitas yang ditunjukkan dan diakui orang lain dalam meraih prestasi yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan teknik korelasi product moment diperoleh rxy = 0,701. Oleh karena itu r hitung sebesar 0,701 sedangkan pada r tabel 0,344 pada taraf signifikansi 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Dalam hal ini kedua Variabel kepercayaan dengan interaksi sosial siswa sangat erat hubungannya. Siswa yang mempunyai interaksi sosial aktif mampu mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Keterkaitan penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti bahwa kepercayaan diri mempunyai hubungan korelasional dengan hubungan interaksi sosial, individu yang semakin banyak berinteraksi dengan sesama cenderung mempunyai kepercayaan diri yang tinggi (Ahmad Jaelani, 2000 : viii).
Penelitian dari Susanti tentang "Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan penyesuaian sosial siswa kelas VIII SMP Santa Maria Fatima" menjelaskan bahwa hasil penelitian ini memberi gambaran bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian sosial siswa VIII SMP Santa Maria Fatima. Kepercayaan diri memiliki peran yang cukup besar dalam penyesuaian sosial remaja (Susanti, 2008 : 21).
Penelitian dari Nissa Kurniawati tentang "Meningkatkan Rendahnya Kepercayaan Diri Siswa Saat Maju Di Depan Kelas Melalui Konseling Realita Pada Siswa Kelas VII SMP Teuku Umar Semarang Tahun Ajaran 2011/2012" menjelaskan bahwa hasil uji Wilcoxon diperoleh Zhitung = 2, 201 dan Ztabel = 1,96 sehingga Zhitung > Ztabel. Dengan demikian maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan diri siswa saat maju di depan kelas pada siswa kelas VII SMP Teuku Umar meningkat setelah memperoleh konseling realita 47.44% tergolong dalam kategori rendah dan setelah memperoleh konseling realita 76.28%, masuk dalam kategori tinggi. Perbedaan tingkat penyesuaian diri klien sebelum dan sesudah konseling realita sebesar 28.84%. Selain itu siswa mengalami perkembangan prilaku yang lebih baik dilihat dari meningkatnya indikator cinta diri, pemahaman diri, tujuan yang jelas, berfikir positif, komunikasi, ketegasan, penampilan diri, pengendalian perasaan (Nissa Kurniawati, 2012 : viii).
Penelitian dari Kadek Suhardita tentang "Efektivitas Penggunaan Teknik Permainan Dalam Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa" menjelaskan bahwa program intervensi penggunaan teknik permainan dalam bimbingan kelompok dapat meningkatkan percaya diri siswa kelas XI SMA Laboratorium (percontohan) UPI Bandung tahun ajaran 2010/2011 ini terbukti bahwa pada setiap aspek percaya diri yang diteliti baik aspek percaya diri dalam bertingkah laku, percaya diri dalam mengekspresikan emosi, dan percaya diri dalam spiritual mengalami peningkatan prosentase yang signifikan setelah diberikan intervensi penggunaan teknik permainan dalam meningkatkan percaya diri siswa (Suhardita, 2011 : 127).
Dari beberapa penelitian terdahulu dapat dijadikan kajian untuk penelitian yang akan dilakukan. Oleh karena itu peneliti berupaya meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam proses pembelajaran bahasa indonesia melalui bimbingan kelompok.

B. Kepercayaan Diri
Pada sub kepercayaan diri akan diuraikan beberapa hal, meliputi : pengertian kepercayaan diri, proses terbentuknya rasa percaya diri, ciri percaya diri, jenis-jenis kepercayaan diri, ciri-ciri orang yang tidak percaya diri, sumber rasa tidak percaya diri, dan cara mengembangkan kepercayaan diri.
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Orang yang dikatakan memiliki kepercayaan diri adalah orang yang puas dengan dirinya. Orang yang puas dengan dirinya ialah orang yang merasa mengetahui dan mengakui ketrampilan dan kemampuan yang dimilikinya, serta mampu menunjukkan keberhasilan yang dicapai dalam kehidupan bersosial (Lindenfield dalam Ediati. K, 1998 : 3)

Cari Skripsi | Artikel | Makalah | Panduan Bisnis Internet Disini

Custom Search
 

Mybloglog

blogcatalog

Alphainventions.com

Followers

TUGAS KAMPUS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template