TUGAS KAMPUS: June 2009

Forum MT5 (1 Post = 0.2$ )

APLIKASI Teori HBM

APLIKASI Teori HBM Dalam Kasus Penyadaran akan Pentingnya 
Pemberian Imunisasi Lengkap Pada Bayi 
1. Variabel Demografi, variabel sosial psikologi, dan variabel struktur
Pernikahan di usia muda dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan tentang imunisasi untuk bayi (pengetahuan terbatas) apabila dibanding dengan seseorang yang menikah pada usia yang lebih matang, mereka lebih mempunyai kesiapan untuk berumah tangga dan merawat seorang anak termasuk dalam hal ini pengetahuan yang lebih terhadap pemberian imunisasi pada bayinya.
Selain itu pola pikir masyarakat pedesaan dan perkotaan berbeda. Pada masyarakat pedesaan, kurangnya informasi dari pelayanan kesehatan mengenai imunisasi karena dimungkinkan jarak antar tempat tinggal dan akses pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Posyandu cukup jauh. Sehingga banyak diantaranya yang hanya tahu informasi imunisasi dari lingkungan terdekat misalnya orangtua (nenek si bayi). Namun, pengalaman yang dialami sebelumnya yang mungkin berbeda member pengaruh terhadap terbentuknya suatu perilaku. Misalnya pengalaman bahwa imunisasi memberi efek seperti kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan, demam, dan ruam pada kulit (biasanya terjadi 1-3 hari) membuat seorang ibu menjadi enggan untuk memberikan imunisasi pada bayinya. Sedangkan pada mayarakat perkotaan, tentunya memiliki pola pikir yang lebih maju, akses pelayanan kesehatannya pun lebih baik, namun kadang kesibukan yang menjadi kendala. Karena kesibukan yang padat sehingga lupa membawa anaknya untuk imunisasi. Selain itu, tidak sedikit dari mereka yang menganggap enteng penyakit dan beranggapan apabila gizi anak telah tercukupi maka seorang anak tidak akan mudah terserang suatu penyakit.

2. Susceptibility (Kerentanan)
Seorang bayi tentunya akan lebih rentan terkena penyakit dibandingkan orang dewasa karena daya tahan tubuh yang masih belum cukup kuat. Kerentanan ini yang membuat para ibu merasa perlu untuk memberikan imunisasi lengkap pada bayinya agar bayi tersebut mendapat kekebalan tubuh yang cukup dan tidak mudah terserang suatu penyakit baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

3. Severity (Keseriusan)
Ketika merasakan bahwa PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) seperti TBC, difteri, tetanus, pertusis, polio, hepatitis, dan campak adalah membahayakan bahkan dapat menyebabkan kematian, maka seorang ibu merasa perlu untuk memberi imunisasi lengkap pada bayinya untuk menghindari risiko tersebut.

4. Benefits (Keuntungan)
Imunisasi diperlukan untuk mencegah meluasnya penyakit-penyakit tertentu dan menghindari risiko kematian yang diakibatkannya. Sehingga keuntungannya apabila seorang bayi mendapat imunisasi lengkap adalah bayi tersebut akan mendapat kekebalan tubuh untuk menghindarkannya risiko penyakit bahkan kematian.

5. Costs (Sesuatu yang harus dikorbankan)
Rasa khawatir ketika mendapati efek yang ditimbulkan setelah pemberian imunisasi pada bayi seperti, kemerahan, demam, ruam pada kulit selama 1-3 hari (khususnya pada ibu yang baru mendapat putra pertama).
Selain itu, pengorbanan waktu orang tua si bayi yang secara rutin harus memperhatikan dan mematuhi jadwal imunisasi bayinya.

6. Cues to action
Factor pendorong dari luar seperti Posyandu, Puskesmas, Polindes, atau bahkan Rumah sakit yang memberi anjuran para ibu untuk secara rutin memberi imunisasi lengkap pada bayinya. Dapat juga melalui iklan di raio dan televisi mengenai pentingnya imunisasi lengkap untuk bayi (5L). Atau dari lingkungan terdekat, misalnya nenek si bayi, tetangga, atau orang-orang yang lebih berpengalaman untuk dapat memberikan dorongan pada ibu si bayi untuk mau memberi imunisasi lengkap pada bayinya.

Strategi Pendidikan penyadaran akan pentingnya pemberian imunisasi lengkap pada bayi
Sasaran dalam permasalahan tersebut adalah ibu yang memiliki bayi, khususnya ibu yang belum sadar akan pentingnya pemberian imunisasi lengkap untuk bayinya. Karena latar belakang dalam masalah ini ada beberapa macam seperti pengalaman sebelumnya dari orang-orang terdekat mengenai efek demam setelah imunisasi membuat seorang ibu enggan memberi imunisasi untuk bayinya, kurangnya informasi mengenai imunisasi dikarenakan terbatasnya akses pelayanan kesehatan, kematangan usia dalam pernikahan yang mempengaruhi kematangan pola pikir seseorang dalam mengambil keputusan. Sehingga pendidikan akan diberikan secara aktif bila lokasi akses pelayanan kesehatan kurang dapat terjangkau dengan baik, misalnya Polindes atau Puskesmas memberikan informasi mengenai imunisasi secara “Door to door” pada ibu yang baru melahirkan di lingkungan tersebut. Sedangkan untuk masyarakat perkotaan yang dapat dikatakan cukup mudah menjangkau akses pelayanan kesehatan, masalahnya mungkin pada waktu, karena itu salah satu cara yang dilakukan adalah rumah sakit atau rumah bersalin pada waktu melahirkan, dapat secara berkala mengingatkan sang ibu untuk mengimuisasikan bayinya sesuai jadwal misalnya melalui telepon.

Metode yang digunakan
1. Penjelasan langsung
a. Polindes atau Puskesmas memberikan informasi mengenai imunisasi secara “Door to door” pada ibu yang baru melahirkan di lingkungan tersebut (cakupan wilayah kerja Puskemas atau Polindes tersebut dan sekitarnya).

b. Sedangkan pada masyarakat perkotaan, Rumah sakit atau rumah bersalin pada waktu melahirkan mengingatkan (menelepon) jadwal imunisasi bayi dari ibu tersebut.

c. Penyadaran melalui kegiatan Posyandu rutin.


2. Siaran berprogram, Film
Fim yang berisi informasi pentingnya pemberian imunisasi lengkap pada bayi, disertai fakta-fakta akibat tidak diberikannya imunisasi lengkap pada bayi. Karena melalui film, seseorang akan lebih efektif untuk tertarik dan terangsang pola pikirnya (dalam pengambilan keputusan). Misalnya fakta penyakit polio yang menjangkit seorang anak karena tidak diberi imunisasi lengkap yang dapat mengakibatkan risiko-risiko pertumbuhan anak yang terhambat, kelumpuhan, atau bahkan risiko kematian. Sehingga dalam film tersebut menginformasikan bahwa seorang anak tiak akan terjangkit polio bila diberikan imunisasi lengkap secara rutin.

Media yang digunakan
1. Film
Memutar film yang berisi informasi pentingnya pemberian imunisasi lengkap pada bayi. Misalnya film tentang fakta penyakit polio yang menjangkit seorang anak karena tidak diberi imunisasi lengkap yang dapat mengakibatkan risiko-risiko pertumbuhan anak yang terhambat, kelumpuhan, atau bahkan risiko kematian. Sehingga dalam film tersebut menginformasikan bahwa seorang anak tidak akan terjangkit polio bila diberikan imunisasi lengkap secara rutin. Dapat diputar pada saat kegiatan di posyandu.


2. Leafleat
Berisi informasi lengkap mengenai pentingnya pemberian imunisasi lengkap untuk bayi secara tertulis dan jelas. Misalnya berisi pengertian imunisasi, jenis imunisasi lengkap untuk bayi, manfaat imunisasi lengkap pada bayi, ancaman bila bayi tidak diberikan imunisasi lengkap, dll. Dapat diberikan pada saat kegiatan di posyandu, puskesmas, rumah sakit atau rumah bersalin.

3. Spanduk
Pemasangan spanduk yang berisi ajakan pada orangtua untuk memberi imunisasi lengkap pada bayinya. Dapat dipasang di depan puskesmas, posyandu, atau rumah sakit serta rumah bersalin, atau dapat juga di pinggir jalan yang berpotensi untuk diketahui orang.

4. Iklan di radio dan televisi
Iklan melalui radio atau televisi mengenai pentingnya imunisasi untuk bayi (5L), dosiarkan pada jam-jam umum atau pada jam yang berpotensi ibu-ibu dapat menyaksikan atau mendengarkan.
Share

PMT APLIKASI TEORY

HIDUP SEHAT TANPA ROKOK

BAB I
PENDAHULUAN

BAHAYA ROKOK DALAM TUBUH

1. Pengertian Rokok
Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya kesehatan bagi diri sendiri maupun masyarakat, oleh karena itu diperlukan berbagai kegiatan pengamanan rokok bagi kesehatan
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

2. Kandungan Rokok
Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih 4 000 bahan kimia beracun yang membahayakan dan boleh membawa maut. Dengan ini setiap sedutan itu menyerupai satu sedutan maut. Di antara kandungan asap rokok termasuklah bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan-bahan yang digunakan di dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), ubat gegat (naphthalene), racun serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide) yang digunakan di “kamar gas maut” bagi pesalah yang menjalani hukuman mati, dan banyak lagi. Bagaimanapun, racun paling penting adalah Tar, Nikotin dan karbon monoksida.
Tar mengandung sekurang-kurangnya 43 bahan kimia yang diketahui menjadi penyebab kanker (karsinogen).

Nikotin turut menjadi puncak utama risiko serangan penyakit jantung dan strok. Hampir satu perempat mangsa penyakit jantung adalah hasil puncak dari tabiat merokok. Di Malaysia, sakit jantung merupakan menyebab utama kematian sementara strok adalah pembunuh yang keempat.

Karbon Monoksida pula adalah gas beracun yang biasanya dikeluarkan oleh kenderaan. Apabila racun rokok itu memasuki tubuh manusia ataupun hewan, yang akan membawa kerusakkan pada setiap organ, yaitu bermula dari hidung, mulut, tekak, saluran pernafasan, paru-paru, saluran penghazaman, saluran darah, jantung, organ pembiakan, sehinggalah ke saluran kencing dan pundi kencing, yaitu apabila sebahagian dari racun-racun itu dikeluarkan dari badan.

3. Jenis-Jenis Rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.

Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
• Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
• Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
• Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas
• Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.

Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.
• Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
• Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
• Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.
• Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.

Rokok berdasarkan penggunaan filter.
• Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
• Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.
Merek-merek rokok yang terkenal
• LA Lights
• LA Menthol
• Djarum BLACK
• Djarum Super
• A Mild
• Clas Mild
• Bentoel
• Benson & Hedges
• Lestees
• Lintang Enam
• Dji Sam Soe
• Gudang Garam
• Lucky Strike
• Marlboro
• Wismilak
• Star Mild
• X Mild
• U Mild

4. Tipe Perokok
Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6 - 30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi.

Ada 4 tipe perilaku merokok adalah :
1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. menambahkan ada 3 sub tipe ini :
a. Perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
b. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
c. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang pecandu, mereka yang sudah pecandu akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-benar habis.

5. Bahaya Rokok
Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok.
Ketika sebatang rokok terbakar terbentuklah 4.000 senyawa kimia, 200 diantaranya beracun dan 43 lagi pemicu kanker.
Efek racunnya terhadap sang perokok dibandingkan yang tidak merokok yaitu :
• 14x menderita kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan
• 4x menderita kanker esophagus
• 2x kanker kandung kemih
• 2x serangan jantung

Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi.

1. Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Beberapa zat yang sangat berbahaya yaitu tar, nikotin, karbon monoksida, dsb.

2. Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengeiritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang macet.

3. Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun. Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika uang yang dimilikinya terbatas.

4. Harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang tergolong miskin, sehingga dana kesejahteraan dan kesehatan keluarganya sering dialihkan untuk membeli rokok. Rokok dengan merk terkenal biasanya dimiliki oleh perusahaan rokok asing yang berasal dari luar negeri, sehingga uang yang dibelanjakan perokok sebagaian akan lari ke luar negeri yang mengurangi devisa negara. Pabrik rokok yang mempekerjakan banyak buruh tidak akan mampu meningkatkan taraf hidup pegawainya, sehingga apabila pabrik rokok ditutup para buruh dapat dipekerjakan di tempat usaha lain yang lebih kreatif dan mendatangkan devisa.

5. Sebagian perokok biasanya akan mengajak orang lain yang belum merokok untuk merokok agar merasakan penderitaan yang sama dengannya, yaitu terjebak dalam ketagihan asap rokok yang jahat. Sebagian perokok juga ada yang secara sengaja merokok di tempat umum agar asap rokok yang dihembuskan dapat terhirup orang lain, sehingga orang lain akan terkena penyakit kanker.

6. Kegiatan yang merusak tubuh adalah perbuatan dosa, sehingga rokok dapat dikategorikan sebagai benda atau barang haram yang harus dihindari dan dijauhi sejauh mungkin. Ulama atau ahli agama yang merokok mungkin akan memiliki persepsi yang berbeda dalam hal ini.

6. Upaya Pencegahan
Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok, akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa atau kebiasaan keluarga/orangtua.

Suatu program kampanye anti merokok yang dilakukan dapat dijadikan contoh dalam melakukan upaya pencegahan agar tidak merokok, karena ternyata program tersebut membawa hasil yang menggembirakan. Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan cara membuat berbagai poster, film dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk kampanye ini adalah sekolah-sekolah, televisi atau radio. Pesan-pesan yang disampaikan meliputi:
• Meskipun orang tuamu merokok, kamu tidak perlu harus meniru, karena kamu mempunyai akal yang dapat kamu pakai untuk membuat keputusan sendiri.
• Iklan-iklan merokok sebenarnya menjerumuskan orang. Sebaiknya kamu mulai belajar untuk tidak terpengaruh oleh iklan seperti itu.
• Kamu tidak harus ikut merokok hanya karena teman-temanmu merokok. Kamu bisa menolak ajakan mereka untuk ikut merokok.
Perilaku merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan secara jangka pendek maupun jangka panjang yang nantinya akan ditanggung tidak saja oleh diri kamu sendiri tetapi juga akan dapat membebani orang lain (misal: orangtua)

BAB II
PENERAPAN TEORI

• APLIKASI PMT
Jika digunakan untuk perubahan orang merokok PMT akan berbuat mengikuti informasi tentang daftar dari orang merokok yang tinggi dalam penyakit yang bisa disebabkan oleh orang merokok, misalnya gangguan kehamilan dan janin, kanker, impotensi, serangan jantung dan lain-lain.

• PROGRAM
- Kampus Anti Rokok
- Seminar free Tobaco Control

• ALASAN
- Untuk menjadikan kampus bebas rokok
- Salah satu langkah kecil untuk mengurangi resiko akibat rokok

• TUJUAN
- Membrikan penyuluhan atau pemberitahuan kepada mahasiswa tentang ancaman bahaya rokok

• MEDIA
- Leaflet, Brosur, Modul, Poster


BAB III
Hasil

Hasil analisa untuk memberi prediksi yang terbaik dari perilaku Perokok diantara subjek itu ditemukan bahwa walapun variable PMT memprediksi perilaku dan niat perilaku dalam populasi hasilnya dikembangkan dengan variable tambahan contohnya:
Lewat seminar tersebut diharapkan bagi para pecandu rokok untuk memikirkan bahaya dari rokok. Dan membrikan pengetahuan tentang komposisi rokok tersebut.

BAB IV
KESIMPULAN

Jadi dapat disimpulkan bahwa merokok merupakan kegiatan jelek yang dilakukan manusia yang mengorbankan uang, kesehatan, kehidupan sosial, pahala, persepsi positif, dan lain sebagainya. Maka bersyukurlah anda jika belum merokok, karena anda adalah orang yang smart / pandai.

Ketika seseorang menawarkan rokok maka tolak dengan baik. Merasa kasihanlah pada mereka yang merokok. Jangan dengarkan mereka yang menganggap anda lebih rendah dari mereka jika tidak ikutan merokok karena dalam hati dan pikiran mereka yang waras mereka ingin berhenti merokok.

Dan wujutkanlah kampus kita dengan kampus bebas rokok lewat seminar Tobaco Control: “Thank’s For Smoking”


Share


SOCIAL LEARNING THEORY

Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)
dari Albert Bandura

I. LATAR BELAKANG TEORI
Bandura menempuh pendidikan kesarjanaannyadi bidang psikologi klinis di Universitas Iowa dan mencapai gelar Ph.D. pada tahun 1952. Setelah menempuh pelatihan post-doktoral di bidang klinis selama satu tahun, pada tahun 1953 Bandura bekerja di Universitas Stanford, di mana kini ia menjadi Profesor David Starr dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial. Ia pernah bekerja sebagai Ketua Jurusan Psikologi Stanford dan pada tahun 1974 terpilih menjadi Ketua American Psychological Association.

Penelitian Bandura mencakup banyak masalah yang bersifat sentral untuk teori belajar sosial, dan lewat penelitian-penelitian itu teorinya dipertajam dan diperluas. Penelitian ini meliputi studi tentang imitasi dan identifikasi (Bandura, 1962; Bandura dan Huston, 1961; Bandura, Ross, dan Ross, 1961 1963a dan b), Perkuat Sosial (Bandura dan McDonald, 1963), Perkuatan Diri dan Pemonitoran (Bandura dan Kupers, 1964), serta Perubahan Tingkah Laku melalui pemodelan (Bandura, Blanchart, dan Ritter, 1969).

Bersama Richard Wakters sebagai penulis kedua, Bandura menulis Adolescent Aggression (1959), suatu laporan terinci tentang sebuah studi lapangan dimana prinsip-prinsip belajar sosial dipakai untuk menganalisis perkembangan kepribadian sekelompok remaja pria delinkuen dari kelas menengah, disusul dengan Social Learning and personality development (1963), sebuah buku dimana ia dan Walters memaparkan prinsip-prinsip belajar sosial yang telah mereka kembangkan beserta evidensi atau bukti yang menjadi dasar bagi teori tersebut. Pada tahun 1969, Bandura menerbitkan Principles of behavior modification, dimana ia menguraikan penerapan teknik-teknik behavioral berdasarkan prinsip-prinsip belajar dalam memodifikasi tingkah laku dan pada tahun 1973, Aggression: A social learning analysis. Dalam bukunya yang secara teoretis ambisius, Social Learning Theory (1977), ia telah “berusaha menyajikan suatu kerangka teoretis yang terpadu untuk menganalisis pikiran dan tingkah laku manusia”.

Sama seperti halnya kebanyakan pendekatan teori belajar terhadap kepribadian, teori belajar sosial berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia sebagian besar berpangkal pada dalili bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan, dan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang dan menetap. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya selain kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul, juga kurang menyadari fakta bahwa banyak peristiwa belajar yang penting terjadi dengan perantaraan orang lain. Artinya, sambil mengamati tingkah laku orang lain, individu-individu belajar mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain model bagi dirinya.

Dalam bukunya terbutan 1941, Social larning and imitation, Miller dan Dollard telah mengakui peranan penting proses-proses imitatif dalam perkembangan kepribadian dan telah berusaha menjelaskan beberapa jenis tingkah laku imitatif tertentu. Tetapi hanya sedikit pakar lain peneliti kepribadian mencoba memasukan gejala belajar lewat observasi ke dalam teori-teori belajar mereka, bahkan Miller dan Dollard pun jarang menyebut imitasi dalam tulisan-tulisan mereka yang kemudian. Bandura tidak hanya berusaha memperbaiki kelalaian tersebut, tetapi juga memperluas analisis terhadap belajar lewat observasi ini melampaui jenis-jenis situasi terbatas yang ditelaah oleh Miller dan Dollard.

II. ESENSI TEORI
Bagi Bandura, walaupun prinsip belajar sosial cukup menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomea penting yang diabaikan atau ditolak olrh paradigma behaviorisme.

Pertama, Bandura berpendapat manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri; sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.

Kedua, bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi satu orang dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara.

Teori Belajar Sosial (Social Learing Theory) dari Bandura didasarkan pada tiga konsep :

1. Determinis Resiprokal (reciprocal determinism): pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkahlakunya dengan mengontrl lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling-determinis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan intrapersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif dari organisasi dan sistem sosial.

2. Tanpa Renforsemen (beyond reinforcement), Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada renforsemen. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilah-pilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya, reforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada renforsemen yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.

3. Kognisi dan Regulasi diri (Self-regulation/cognition): Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi bagi tingkahlakunya sendiri.

Bandura : Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling mempengaruhi

Bandura melukiskan :
Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal balik (Bandura, 1977)

Teori Belajar Sosial dari bandura yang paling luas diteliti adalah Efikasi Diri dan Penelitian Observasi (Penelitian Modeling).

a. Efikasi Diri
Dua pengertian penting :

1. Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation) adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu.“ Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.

2. Ekspektasi hasil (outcome expectation): perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bias atau tidak bias mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri.

Seorang dokter ahli bedah, pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar professional. Namun ekspektasi hasilnya bias rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung kepada daya tahan jantung pasien, kemurnia obat abtibiotik, sterilisasi dan infeksi, dan sebagainya.

Sumber Efikasi Diri
Perubahan tingkah laku, dalam system bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber yakni :
1. Pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment),
2. Pengalaman Vikarius (vicarious experience),
3. Persuasi Sosial (Social Persuation) dan
4. Pembangkitan Emosi (Emotional/Psysilogical states).

b. Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa renforsemen yang nyata. Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat renforsemen dari tingkahlakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhinggai banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan dan penguatan.

- Peniruan (modelling) Inti dari belajar melalui observasi adalah modelling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (oranglain), tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkahlaku yang teramati, menggenaralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif.

- Modeling tingkah laku baru : Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkahlaku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkahlaku model ditransformasikan menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasikan menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti.

- Modeling Mengubah Tingkah laku lama : Dua dampat modeling terhadap tingkah laku lama : pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkahlaku model itu diganjar atau dihukum.

- Modeling Simbolik: Dewasa ini sebagian besar tingkahlaku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkahlaku yang tidak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.

- Modeling Kondisioning: Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning). Modelilng semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional.

Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi.
1. Perhatian (attention process)
2. Representasi (representasi process)
3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process)
4. Motivasi dan Penguatan (motivation and reinforcemen process)

III. APLIKASI TEORI
Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan trtmen, yakni :

1. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada paradigma behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.

2. Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.

3. Modeling Simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.

DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian - Edisi Revisi. Malang :UMM Press
Davindoff. Linda L. 1981. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Hall, Calvis S. & Gardner Lindzey. 1993. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta.: Penerbit Kanisius.
Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi- Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Share


THE TRANSTHEORITICAL MODEL

THE TRANSTHEORITICAL MODEL

BAB I
LATAR BELAKANG

The Transtheoretical Model menurut Prochaska dan Diclement, 1983 adalah suatu model yang integrative tentang perubahan perilaku. Kunci pembangun dari teori lain yang terintegrasi. Model ini menguraikan bagaimana orang-orang memodifikasi perilaku masalah atau memperoleh suatu perilaku yang positif dari perubahan perilaku tersebut.

Suatu model yang teoritis tentang perilaku ubah, yang telah (menjadi) basis untuk mengembang;kan intervensi yang efektif untuk mempromosikan perubahan perilaku kesehatan. Transtheoretical Model ( Prochaska & Diclemente, 1983; Prochaska, DiClemente, & Norcross, 1992; Prochaska & Velicer, 1997) adalah suatu model yang integratif tentang perubahan perilaku. Kunci membangun dari teori lainnya terintegrasi. Model menguraikan bagaimana orang-orang memodifikasi suatu perilaku masalah atau memperoleh suatu perilaku yang positif. Pengaturan yang pusat membangun dari model adalah Langkah-langkah perubahan. Model juga meliputi satu rangkaian variabel yang mandiri, proses merubah perilaku, dan satu rangkaian hasil mengukur, termasuk Decisional Balance dan timbangan Temptation. Processes from Change adalah sepuluh aktivitas perilaku dan teori yang memudahkan perubahan. Model ini akan diuraikan di detil yang lebih besar di bawah.
Model ini adalah suatu perubahan yang disengaja untuk mengambil suatu keputusan dari individu tersebut. Model melibatkan emosi, pengamatan dan perilaku, melibatkan pula suatu kepercayaan diri.

Catatan/Kertas ini akan mempertunjukkan aplikasi dari Transtheoretical Model itu. Model telah sebelumnya berlaku untuk suatu perilaku masalah yang luas. Ini meliputi perhentian merokok, latihan, diet rendah yang gemuk, radon/radium yang menguji, alkohol menyakititi, berat/beban mengendalikan, kondom gunakan untuk perlindungan HIV, perubahan keorganisasian, penggunaan dari sunscreens untuk mencegah kanker kulit, obat/racun menyakititi, pemenuhan medis, mammography menyaring, dan menekan manajemen. Dua dari aplikasi ini akan diuraikan secara detil, merokok manajemen tekanan dan perhentian. Yang terdahulu menghadirkan area yang dengan baik diteliti di mana berbagai test dari model ada tersedia dan intervensi efektif didasarkan pada model telah dikembangkan dan dievaluasi di berbagai percobaan/pengadilan yang klinis. Yang belakangan menghadirkan suatu area permasalahan di mana riset yang didasarkan pada Transtheoretical Model adalah di langkah-langkah yang perkembangan.

BAB II
ISI
Kemunduran terjadi ketika individu berbalik ke suatu lebih awal langkah perubahan. Berbuat tidak baik lagi adalah satu format dari kemunduran, menyertakan kemunduran dari Maintenance atau Action [bagi/kepada] suatu langkah yang lebih awal. Bagaimanapun, orang-orang dapat mundur dari langkah apapun pada suatu langkah yang lebih awal. Berita yang tidak baik adalah itu berbuat tidak baik lagi menuju ke sebagai aturan ketika tindakan dikira kebanyakan permasalahan perilaku kesehatan. Berita gembira adalah itu untuk merokok dan latihan hanya sekitar 15% dari orang-orang mundu di semua jalan langkah Precontemplation. Mayoritas yang luas mundur ke Preparation atau Contemplating.

1. Precontemplation
Langkah dimana orang-orang tidak mempunyai niat untuk bertindak dimasa depan yang dapat diduga pada umunya 6 bulan ke depan. Orang-orang yang mungkin termasuk di langkah ini adalah mereka yang tidak diberitahu tentang konsekuensi dari perilaku mereka. Mereka bersifat menentang atau tanpa motivasi atau mempersiapkan promosi kesehatan.
Untuk individu seperti ini program promosi kesehatan tradisional sering tidak dirancang sesuai dengan keputusan mereka.

Pada tahap precontamplation menuju ke contamplation melalui proses :
a. Peningkatan kesadaran : memberikan informasi.
b. Dramatic relief : adanya reaksi seara emosional
c. Environmental reevaluation : mempertimbangkan pandangan ke lingkungan.

2. Contemplation / Perenuangan.
Orang-orang berniat untuk merubah ke 6 bulan berikutnya. Mereka sadar akan pro menguvbah perilaku tetapi juga sangat sadar akan memberdayakan. Tahapan ini menyeimbangkan anatara biaya dan keuntungan untuk menghasilkjan 2 sifat bertentangan yang dapat menyimpan dalam periode lama.

Belum membuat keputusan yang tepat suatu reaksi.
Pada tahap contemplation ke preparation melalui proses :
Self-reevaluation : penilaian kembali pada diri sendiri

3. Preparation / Persiapan.
Langkah dimana orang-orang berniat untuk mulai bertindak di masa mendatang. Secara khas mereka mengambil keputusan penting dari masa yang lalu. Individu ini mempunyai suatu rencana kegiatan seperti sambungan suatu kelas pendidikan kesehatan, bertemu dengan dokter mereka, membeli suatu buku bantuan diri atau bersandar pada suatu perubahan.
Pada tahap preparation ke action melalui proses : self liberation


4. Action/ Tindakan.
Langkah dimana orang sudah memodifikasi spesifik antara pikiran dengan perilaku. Banyaknya anggapan tindakan sama dengan perilaku. Namun dalam model ini perilaku tidak menghitung semua tindakan. Langkah action adalah juga langkah dimana kewaspadaan melawan terhadap berbuat tidak baik lagi adalah kritis.
Mulai aktif berperilaku yang baru.

Pada tahap action ke maintenance melalui proses :
a. Contingency management : adanya penghargaan, bisa berupa punishment juga.
b. Helping relationship : adanya dorongan / dukungan dari orang lain untuk mengubah perilaku.
c. Counter conditioning : alternatif lain dari suatu perilaku.
d. Stimulus control : aadanya control pengacu untuk merubah perilaku.

5. Maintenance / Pemeliharaan.
Dimana orang-orang sedang aktif untuk mencegah berbuat tidak baik lagi tetapi mereka tidak menggunakan proses perubahan sering seperti halnya orang-orang dalam perang.
Suatu langkah yang mana diperkirakan untuk terakhir.
Ketika hasil dari maintenance positif / dapat mengubah perilaku yang lebih baik maka akan terjadi termination / perhentian.

Ketika setelah maintenance terjadi relaps maka bisa kembali pada tahap contemplation-preparation-action-maintence. Tidak lagi kembali ke Precontemplation, karena sudah ada kesadaran / niat.

Transtheoretical Model mengusulkan satu set membangun format itu adalah suatu ruang hasil multivariate dan meliputi ukuran yang adalah sensitif untuk maju di seluruh langkah-langkah. Ini membangun meliputi yang pro dan kontra dari Decisional Balance Scale, Temptation atau Self-efficacy, dan perilaku target. Suatu lebih terperinci presentasi dari aspek/pengarah ini pada model disajikan di tempat lain ( Velicer, Prochaska, Rossi, & Diclemente, 1996).

Decisional Balance. Decisional Balance membangun cerminan individu yang menimbang dari baik buruknya dari mengubah. Berasal dari model Mann's dan Janis dari pengambilan keputusan ( Janis dan Mann, 1985) itu mencakup empat kategori dari pro ( laba yang sebagai penolong/musik untuk persetujuan dan orang lain dan diri untuk yang lain dan diri sendiri). Empat kategori dari memperdayakan adalah biaya-biaya sebagai penolong/musik ke penolakan dan yang lain dan diri dari yang lain dan diri. Bagaimanapun, suatu test yang empiris dari model mengakibatkan suatu banyak struktur yang lebih sederhana. Hanya dua faktor, yang pro dan contra, ditemukan ( Velicer, DiClemente, Prochaska, & Brandenberg, 1985). Dalam suatu merindukan rangkaian dari studi ( Prochaska, et al. 1994), sebanyak ini; sekian struktur yang lebih sederhana telah selalu ditemukan.

Self-Efficacy membangun menghadirkan keyakinan situasi yang spesifik yang orang-orang mempunyai bahwa mereka dapat mengatasi situasi yang resiko-tinggi tanpa relapsing kepada kebiasaan tak sehat atau yang resiko-tinggi mereka.
Situational Temptation Measure ( Diclemente, 1981, 1986; Velicer, DiClemente, Rossi, & Prochaska, 1990) cerminkan intensitas dari himbauan untuk terlibat dalam suatu perilaku yang spesifik ketika di tengah-tengah situasi yang sulit. Itu ada di efek, sebaliknya dari kemajuan diri dan yang sama satuan materi dapat digunakan untuk kedua-duanya ukuran, menggunakan format tanggapan yang berbeda. Situational Self-efficacy Measure tidak cerminkan keyakinan dari individu untuk terlibat dalam suatu perilaku yang spesifik ke seberang satu rangkaian situasi yang sulit.

Keduanya ukuran Temptation dan Self-efficacy mempunyai yang sama struktur ( Velicer et al., 1990). Di riset mereka secara khas temukan tiga faktor yang mencerminkan paling umum jenis mencoba situasi: hal negatif mempengaruhi atau kesusahan emosional, situasi sosial yang positif, dan permohonan. Ukuran Temptation/Self-efficacy adalah terutama sekali sensitif pada perubahan yang dilibatkan sedang dalam proses di langkah-langkah yang kemudiannya adalah meramal yang baik dari berbuat tidak baik lagi.

BAB III
KESIMPULAN

The Transtheoretical Model dan Consciousness Raising mempunyai implikasi umum untuk semua aspek dari implementasi dan pengembangan intervensi. Kita akan dengan singkat menguraikan bagaimana berdampak pada di lima area : perekrutan, ingatan, kemajuan, proses, dan hasil.

Transtheoretical Model adalah suatu model yang sesuai untuk perekrutan dari suatu keseluruhan populasi. Intervensi yang tradisional sering berasumsi bahwa individu adalah siap untuk suatu perubahan perilaku segera dan yang permanen. Strategi perekrutan cerminkan asumsi dan, sebagai hasilnya, itu hanya suatu proporsi yang sangat kecil dari populasi mengambil bagian. Di kontras, Transtheoretical Model tidak membuat apapun asumsi tentang bagaimana individu siap adalah untuk ubah. Untuk mengenali individu yang berbeda itu akan berada di langkah-langkah yang berbeda dan intervensi sesuai itu harus dikembangkan untuk semua orang. Sebagai hasilnya, daftar biaya pengiriman barang-barang keikutsertaan yang sangat tinggi telah dicapai.

Transtheoretical Model dapat memudahkan suatu analisa dari mekanisme mediational itu. Intervensi adalah nampaknya akan secara diferensial efektif dengan membangun dan hubungan yang tergambar jelas, model dapat memudahkan suatu analisa proses dan pemandu peningkatan dan modifikasi dari intervensi itu.

Transtheoretical Model dapat mendukung suatu penilaian yang lebih sesuai tentang hasil. Intervensi harus dievaluasi dalam hal dari dampak mereka, yaitu perekrutan menilai kemanjuran. Intervensi yang didasarkan pada Transtheoretical Model mempunyai potensi untuk mempunyai kedua-duanya adalah suatu kemanjuran yang tinggi dan suatu tingkat tarif perekrutan yang tinggi, dengan begitu secara dramatis meningkatkan potensi yang berdampak pada di keseluruhan populasi dari individu dengan resiko kesehatan yang tingkah laku.



Refferensi:
www.uri.edu/research/cprc/TTM/detailedoverview.htm




Share



Cari Skripsi | Artikel | Makalah | Panduan Bisnis Internet Disini

Custom Search
 

Mybloglog

blogcatalog

Alphainventions.com

Followers

TUGAS KAMPUS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template