Kualitas Kepemimpinan | TUGAS KAMPUS

Forum MT5 (1 Post = 0.2$ )

Kualitas Kepemimpinan

Kualitas Kepemimpinan Menghadapi Krisis

Delapan Kualitas Kepemimpinan
Hal pertama yang harus dimiliki seorang pemimpin at the edge adalah kemampuan membangun talenta kepemimpinan yang situasional (situational leadership). Yang dimaksud dengan situational leadership adalah kepemimpinan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan baru dengan cepat serta tetap fokus dengan tujuan yang dibuat sebelumnya. Meski situasi memaksa untuk berubah dengan cepat.
Contoh nyata dari situational leadership adalah apa yang dilakukan oleh Recep Tayyip Erdogan tatkala organisasi yang ia pimpin, Partai Keadilan dan Pembangunan, berada dalam kondisi di tepi jurang: dibubarkan karena menentang sekularisme di Turki atau bertransformasi menjadi partai yang menjunjung tinggi sekularisme. Dengan mempraktikkan situational leadership, Erdogan mampu mengeluarkan partainya dari hukuman pembubaran. Namun, secara esensial tidak pernah mengubah tujuan partai yang menginginkan Turki lebih Islami.

Leaders at the edge juga berlatih untuk mengasah ketajaman mata pikiran sehingga mampu melihat beyond obstacle dan juga mampu melihat peluang tatkala yang lain tidak mampu melihatnya. Leading from the mind's eye. Pemimpin yang memimpin melalui mind's eye akan melihat lebih dalam bagaimana seseorang merasa dan berpikir. Bagaimana melihat sesuatu jauh ke depan.

Leading fom the mind's eye bukan berarti memimpin dengan kaca mata kuda. Leading from the mind's eye selalu fokus terhadap permasalahan. Namun, multidimensional dalam melihat permasalahan. Ia tidak hanya melihat satu aspek dari masalah melainkan membedahnya secara detail dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan sebuah keputusan yang holistik. Ia tajam melihat situasi namun bercabang dalam melakukan pengamatan terhadap situasi. Leaders at the edge juga membutuhkan relationship dalam membangun kesuksesannya.

Relationship di sini bukanlah hubungan dalam pengertian yang biasa kita dengar yang biasa diartikan sebagai koneksi dan networking. Hubungan di sini adalah sebuah hubungan yang mapan dan memiliki pondasi yang kuat di mana hubungan itu menghasilkan trust yang membuat kepemimpinannya berada dalam kondisi aman (secure protection).

Jim Collins dalam bukunya Good to Great dengan baik menjelaskan bahwa pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mampu membangun trust and respect dalam hubunganya dengan orang lain. Sebuah hubungan yang tidak berpondasikan kepentingan sesaat dan hitung-hitungan cost and benefit. Dengan landasan hubungan trust and respect setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin akan dengan mudah diterima oleh seluruh pihak.

Presiden Habibie adalah contoh dari ketidakmampuan seorang pemimpin dalam membangun secure relations. Dengan segala kelebihan dan prestasi yang dibuatnya selama menjabat sebagai presiden ia tidak mampu meyakinkan stakeholder politik bahwa dia masih layak memimpin negara ini. Hal ini disebabkan simply because he hadn't a secure relationship with entire stakeholder. Prestasi sebagus apa pun tak akan dilihat oleh orang bila trust belum dibangun.

Begitu juga dengan Presiden Abdurahman Wahid yang berkat dukungan Poros Tengah yang begitu solid berhasil diantarkan menjadi RI 1. Kecerdasan dan karisma beliau tidak diragukan lagi. Hanya saja beliau tidak mampu membangun secure relations.

Bahkan cenderung memunculkan isu-isu yang kontroversial. Baik bagi lawan maupun kawan sehingga kemampuan beliau yang luar biasa itu tidak mampu menjaga keberlangsungan kepemimpinan yang diembannya. Justru akhirnya kekuatan-kekuatan terdekat yang mengusung beliau sendiri, Poros Tengah, berbalik arah dan meragukan kualitas kepemimpinannya yang berujung pada proses impeachment.

Itulah dua contoh kepemimpinan di negeri ini yang seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi calon-calon pemimpin yang berkompetisi di Pemilihan Presiden 2009 tentang bagaimana membangun sebuah hubungan yang mapan dan memiliki pondasi yang kuat sehingga menghasilkan trust yang membuat proses kepemimpinan berada dalam kondisi aman (secure protection).

Seorang pemimpin at the edge adalah juga seorang negosiator dan komunikator ulung. Seorang pemimpin yang mampu menyampaikan idea, goals, dan meaning kepada rekan satu tim dan anak buahnya. Leaders at the edge can lead through effective communication.

Effective communication tidak diukur sejauh mana kepintaran kita berorasi melainkan sejauh mana ia bisa membangun shared vision, shared meaning, dan shared goals kepada orang lain sehingga mampu membangun sebuah tim atau organisasi yang memiliki tujuan sama meski berbeda isi kepala. Kegagalan dalam membangun sebuah dialog yang efektif akan menciptakan ketidakefektifan dalam berkomunikasi karena sejatinya komunikasi selalu berjalan dua arah.

Komunikasi yang efektif pada dasarnya adalah sebuah usaha membuat sesuatu yang kompleks menjadi sederhana. Di sinilah pentingnya sebagaimana dikatakan Peter Drucker. Sebuah proses membuat Action Plan di mana visi besar yang kita miliki dapat dengan mudah dicerna oleh rekan-rekan kerja kita.

Dalam kondisi at the edge tentu konflik akan muncul dalam titik kulminasinya. Seorang leader yang talented akan mampu menghadapi kondisi ini dengan membuatnya menjadi resource bagi organisasinya. Mengubah efek negatif dari konflik menjadi energi positif bagi kreatifitas dan inovasi organisasi merupakan tugas utama leaders. Lebih dari itu mengubah konflik menjadi sebuah ikatan kerja sama tim yang efektif. Dengan demikian leaders is the one who deal with conflict.

Di abad ke-21 sebagaimana yang dikatakan Thomas Friedman dunia menjadi datar. Namun, pikiran terfragmentasi. The world becomes flatter yet our mind still fragmented. Sebuah ironi dunia yang terglobalkan di mana tatkala seluruh aspek kehidupan terlahap dalam globalisasi. Namun, fragmentasi menjadi ciri khas dari globalisasi itu sendiri. Individualisme menjadi nilai yang tak tergantikan. Dengan notebook di depan kita maka kita dapat melakukan segalanya sendirian.

Peran leader at the edge adalah membangun sebuah visi bersama yang mampu mentransformasi individualisme menjadi sebuah integrated process, mampu menghilangkan hambatan-hambatan yang berbentuk kultural dengan menjadikan visi bersama sebagai tujuan. Leading in fragemented world adalah kualitas yang dibutuhkan oleh pemimpin di era globalisasi ini.

Leading Through Strategy
Seorang leader at the edge juga harus mampu memetakan visi besar yang ia miliki ke dalam sebuah road map keluar dari tepi jurang. Pemimpin yang bertalenta adalah pemimpin yang mampu menghasilkan peta dengan beribu macam alternatif sebagai strategi untuk menghadapi ketidakpastian yang ada di depan mata. Setiap langkah yang diambil oleh seorang pemimpin haruslah bertujuan untuk menciptakan sustainable success rate sehingga posibilitas untuk success akan selalu besar.

Strategi yang dibuat pun juga haruslah mampu mendeteksi early clarified potential of success. Tatkala lawan tidak mampu melihat dengan jelas potensi sukses dari suatu hal maka dengan strategi yang matang potensi-potensi tersebut dapat terpetakan dengan jelas. Dengan pemetaan tersebut akan sangat mudah bagi leader untuk mengambil tindakan-tindakan di masa datang dengan data-data yang sudah ada.

Pada akhirnya leading at the edge is a journey. Pemimpin yang mampu bertahan dari kondisi tersebut akan mampu menikmati setiap detik proses ujiannya. Excitement adalah sikap yang ditujukan pada kondisi tersebut. Leading at the edge is a life time process.

Seorang pemimpin yang berhasil melalui kondisi kritis at the edge tidak serta merta akan mampu menghadapi kondisi yang sama di kemudian hari. Hanya seorang pemimpin yang melihat kondisi at the edge sebagai sebuah tantangan yang harus diselesaikanlah yang akan mampu mendapatkan hikmah kepemimpinan dari kondisi yang sudah ia lewatkan.

2009: The Moment of Truth for Leadership at The Edge
Tahun 2009 dapat dikatakan sebagai sebuah moment of truth bagi bangsa Indonesia untuk membuktikan apakah dapat keluar dari kondisi at the edge berupa krisis multidimensional atau akan terjerembab dalam jurang untuk waktu yang tidak singkat.

Tahun 2009 juga merupakan moment of truth bagi kebangkitan pemimpin baru Indonesia yang akan mengubah haluan bangsa ini di masa depan. Kondisi at the edge yang kita hadapi sekarang adalah kondisi di mana generasi muda mampu menyiapkan diri untuk menyongyong era kepemimpinan baru 2014. Mengapa hal ini menjadi penting? Karena tahun ini adalah titik kulminasi di mana generasi tua akan berkompetisi untuk terakhir kalinya dalam transisi demokrasi.

Tahun 2014 adalah periode di mana generasi muda mengambil alih tampuk kepemimpinan di negeri ini. Karena itu, tahun ini adalah tahun pembuktian bagi generasi muda sekaligus tantangan untuk menunjukkan kontribusi riilnya sehingga kelak ketika eranya dimulai pelajaran yang dirasakan pada periode sekarang mampu menjadi modal bagi langkah-langkah strategis yang diambil berikutnya. Bukankah pada hakikatnya proses transisi demokrasi pun adalah sebuah perjalanan?

Lantas pertanyaannya adalah: apakah bangsa ini dan generasi mudanya memiliki
kualitas leadership at the edge?

Share

Related Posts



1 komentar:

Saung Web on December 9, 2009 at 10:51 PM said...

Bisa jadi bahan referensi nih. sobat.. makasih ya telah berbagi n ijin copas deh...

Cari Skripsi | Artikel | Makalah | Panduan Bisnis Internet Disini

Custom Search
 

Mybloglog

blogcatalog

Alphainventions.com

Followers

TUGAS KAMPUS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template