Manusia Merupakan Makhluk yang Berakal Budi | TUGAS KAMPUS

Forum MT5 (1 Post = 0.2$ )

Manusia Merupakan Makhluk yang Berakal Budi

Manusia merupakan makhluk yang berakal budi. Dengan akal budinya, manusia mampu mengembangkan kemampuan yang spesisifik manusiawi, yang menyangkut daya cipta, rasa maupun karsa. Dengan akal budinya, maka kemampuan bersuara bisa menjadi kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Manusia mampu menciptakan dan menggunakan symbol-simbol dalam kehidupan sehari-hari, sehingga oleh Ernst Cassirer disebut sebagai animal symbolicum (Suriasumantri, 2005: 171).

Adanya akal budi juga menyebabkan manusia mampu berpikir abstrak dan konseptual sehingga manusia disebut sebagai makhluk pemikir (homosapiens). Aristoteles menyebut manusia karena kemampuan sebagai animal that reason, dengan cirri utamanya selalu ingin mengetahui. Pada manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiousity), yang menjelma dalam aneka wujud pertanyaan (Rinjin, 1996: 9).

Manusia selalu bertanya karena terdorong oleh rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu tersebut sudah muncul pada awal perkembangannya. Manifestasi dari hasrat ingin tahu tersebut antara lain berupa pertanyaan: apa ini atau apa itu? Pertanyaan tersebut selanjutnya berkembangan menjadi: mengapa demikian dan bagaimana cara mengatasinya ?

Hasrat ingin tahu manusia tersebut terpuaskan bila manusia memperoleh pengetahuan yang benar mengenai hal-hal yang dipertanyakan. Dalam sejarah perkembangannya, manusia ternyata manusia selalu berusaha memperoleh pengetahuan yang benar atau yang secara singkat dapat disebut sebagai kebenaran (Suryabrata, 2000: 2). Manusia senantiasa berusaha memahami, memperoleh, dan memanfaatkan kebenaran untuk kehidupannya. Tidak salah jika satu sebutan lagi diberikan kepadanya, yaitu manusia sebagai makhluk pencari kebenaran.

1. Pendekatan-pendekatan untuk Memperoleh Kebenaran
Ada beberapa pendekatan yang dipakai manusia untuk memperoleh kebenaran yaitu : pendekatan empiris, pendekatan rasional, pendekatan intuitif, pendekatan religius, pendekatan otoritas, dan pendekatan ilmiah.

a. Pendekatan Empiris
Manusia mempunyai seperangkat indera yang berfungsi sebagai penghubung dirinya dengan dunia nyata. Dengan inderanya manusia mampu mengenal berbagai hal yang ada di sekitarnya, yang kemudia diproses dan mengisi kesadarannya. Indera bagi manusia merupakan pintu gerbang jiwa. Tidak ada pengalaman yang diperoleh tanpa melalui indera.

Kenyataan seperti yang disebutkan di atas menyebabkan timbulnya anggapan bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui penginderaan atau pengalaman. Kebenaran dari pendapat tersebut kiranya tidak dapat dipungkiri. Bahwa dengan pengalaman kita mendapatkan pemahaman yang benar mengenai bentuk, ukuran, warna, dst. mengenai suatu hal. Upaya untuk mendapatkan kebenaran dengan pendekatan demikian merupakan upaya yang elementer namun tetap diperlukan.

Mereka yang mempercayai bahwa penginderaan merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kebenaran disebut sebagai kaum empiris. Bagi golongan ini, pengetahuan itu bukab didapatkan melalui penalaran rasional yang abstrak, namun melalui pengalaman yang konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkrit dan dapat dinyatakan melalui tangkapan indera manusia.

b. Pendekatan Rasional
Cara lain untuk mendapatkan kebenaran adalah dengan mengandalkan rasio. Upaya ini sering disebut sebagai pendekatan rasional. Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir. Dengan kemampuannya ini manusia dapat menangkap ide atau prinsip tentang sesuatu, yang pada akhirnya sampai pada kebenaran, yaitu kebenaran rasional.

Golongan yang menganggap rasio sebagai satu-satunya kemampuan untuk memperoleh kebenaran disebut kaum rasionalis. Premis yang mereka pergunakan dalam penalarannya adalah ide, yang menurut anggapannya memang sudah ada sebelum manusia memikirkannya. Fungsi pikiran manusia adalah mengenal ide tersebut untukdijadikan pengetahuan.

c. Pendekatan Intuitif
Menurut Jujun S. Suriasimantri (2005: 53), intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahannya. Atau secara tiba-tiba seseorang memperoleh “informasi” mengenai peristiwa yang akan terjadi. Itulah beberapa contoh intuisi.

Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Bahwa intuisi yang dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit atau tak bisa dijelaskan, dan tak bisa dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah memperoleh intuisi sulit atau bahkan tidak bisa mengulang pengalaman serupa.

Kebenaran yang diperoleh dengan pendekatan intuitif disebut sebagai kebenaran intuitif. Kebenaran intuitif sulit untuk dipertanggung jawabkan, sehingga ada-ada pihak-pihak yang meragukan kebenaran macam ini.

Meskipun validitas intuitisi diragukan banyak pihak, ada sementara ahli yang menaruh perhatian pada kemampuan manusia yang satu ini. Bagi Abraham Maslow, intuisi merupakan pengalaman puncak (peak experience), sedangkan bagi Nietzsche, intuisi merupakan inteligensi yang paling tinggi (Sumantri, 2005: 53).

d. Pendekatan Religius
Manusia merupakan makhluk yang menyadari bahwa alam semesta beserta isinya ini diciptakan dan dikendalikan oleh kekuatan adi kodrati, yaitu Tuhan. Kekuatan adi kodrati inilah sumber dari segala kebenaran. Oleh karena itu agar manusia memperoleh kebenaran yang hakiki, manusia harus berhubungan dengan kekuatan adi kodrtai tersebut.

Upaya untuk memperoleh kebenaran dengan jalan seperti tersebutdi atas disebut sebagai pendekatan religius atau pendekatan supra-pikir (Rinjin, 1996: 54). Disebut demikian karena pendekatan tersebut melampai daya nalar manusia manusia.

Kebenaan religius bukan hanya bersangkuta paut dengan kehidupan sekarang dan yang terjangkau oleh pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transcendental, seperti latar belakang penciptaan manusia dan kehidupan setelah kematian.

e. Pendekatan Otoritas
Usaha untuk memperoleh kebenaran juga dapat dilakukan dengan dasar pendapat atau pernyataan dari pihak yang memiliki otoritas. Yang dimaksud dengan hal ini adalah individu-individu yang memiliki kelebihan tertentu disbanding anggota masyarakat pada umumnya.

Kelebihan-kelebihan tersebut bisa berupa kekuasaan, kemampuan intelektual, keterampilan, pengalaman, dan sebagainya. Mereka yang memiliki kelebihan-kelebihan seperti itu disegani, ditakuti, ataupun dijadikan figur panutan. Apa yang mereka nyatakan akan diterima masyarakat sebagai suatu kebenaran.

Sepanjang sejarah dapat ditemukan contoh-contoh mengenai ketergantungan manusia pada otoritas dalam mencari kebenaran. Pada masa Yunani kuno para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dipandang sebagai sumber kebenaran, bahkan melebihi pengamatan atau pengalaman langsung. Apa yang dinyatakan oleh para tokoh tersebut dijadikan acuan dalam memahami realitas, berpikir, dan berindak.

f. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah pertumpu pada dua anggapan dasar, yaitu : pertama, bahwa kebenaran dapat diperoleh dari pengamatan dan kedua, bahwa gejala itu timbul sesuai dengan hubungan-hubungan yang berlaku menurut hokum tertentu (Ary dkk., 2000: 63).

Pendekatan ilmiah merupakan pengombinasian yang jitu dari pendekatan empiris dan pendekatan rasional. Kombinasi ini didasarkan pada hasil analisis terhadap kedua pendekatan tersebut. Pada satu segi kedua pendekatan tersebut bisa dipertanggung jawabkan namun pada segi yang lain terdapat beberapa kelemahan.

Kelemahan pertama pendekatan empiris, bahwa pengetahuan yang berhasil dikumpulkan cenderung untuk menjadi kumpulan fakta-fakta. Kumpulan fakta-fakta tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif (Suriasumantri, 2005: 52). Kelemahan kedua, terletak pada kesepakatan mengenai pemahaman hakikat pengalaman yang merupakan cara untuk memperoleh kebenaran dan indera sebagai alat yang menangkapnya.

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada pendekatan rasional adalah terdapat pada kriteria untuk menguji kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang jelas dan dapat dipercaya. Apa yang menurut seseorang jelas, benar, dan dapat dipercaya belum tentu demikian untuk orang lain. Dalam hal ini pemikiran rasional cenderung bersifat solipsisteik dan subjektif (Suriasumantri, 2005: 51).

Kelemahan-kelemahan darikedua pendekatan tersebut bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi dengan mengombinasikan keduanya. Kombinasi tersebut diwujudkan dengan langkah-langkah yang sistematis dan terkontrol. Upaya memahami realitas dalam hal ini didasarkan pada kebenaran atau teori ilmiah yang ada serta mengujinya dengan mengumpulkan fakta-fakta.

Suatu kebenaran dapat disebut sebagai kebenaran ilmiah bila memenuhi dua syarat utama, yaitu : pertama, harus sesuai dengan kebenaran ilmiah sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan, dan kedua, harus sesuai dengan fakta-fakta empiris. Sebab teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.

2. Ilmu sebagai Kebenaran Ilmiah
a. Karakteristik Kebenaran Ilmiah
Telah dipaparkan di atas bahwa dengan pendekatan ilmiah diperoleh pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ilmu dapat dipahami sebagai proses, prosedur, dan produk (The Liang Gie, 2004: 90). Pembahasan berikut ini ditekankan pada makna ilmu sebagai produk. Sebagai produk ilmu tidak lain adalah pengetahuan atau kebenaran ilmiah yang memiliki karakteristik: a. sistematisasi, b. keumuman, c. rasionalitas, d. objektivitas, e. verifiabilitas, dan f. komunalitas.

Pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu bila pengetahuan tersebut tersusun secara sistematis. Dan apa yang tersusun secara sistematis sebagai suatu kesatuan tersebut haruslah memiliki sifat keumuman (generality), artinya bahwa kebenaran yang terkandung didalamnya harus dapat berlaku secara umum atau luas jangkauannya.

Ciri rasionalitas mengandung makna bahwa kebenaran ilmiah bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah logika. Sedangkan ciri objektivitas menunjuk pada kesesuaian antara hal-hal yang rasional dengan realitas. Ciri verifiabilitas mempunyai arti bahwa kebenaran ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya, diuji ulang oleh setiap anggota masyarakat ilmuwan. Hal ini menunjuk bahwa kebenaran ilmiah tidak bersifat mutlak atau final. Adapun ciri terakhir dari kebenaran ilmiah yaitu komunalitas memiliki arti bahwa kebenaran ilmiah itu merupakan pengetahuan yang menjadi milik umum.

Berbicara tentang karakteristik kebenaran ilmiah, Sonny Keraf A. dan Mikhael Dua (2001: 75), menyatakan bahwa kebenaran ilmiah mempunyai sekurang-kurangnya tiga sifat dasar, yaitu : rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis). Hal itu berarti bahwa kebenaran ilmiah yang logis dan impiris itu pada akhirnya dapat diterapkan dan digunakan bagi kehidupan manusia.

b. Fungsi Kebenaran Ilmiah
Semua kebenaran bermanfaat bagi manusia demikian juga dengan kebenaran ilmiah. Fungsi dari kebenaran ilmiah adalah : deskriptif, prediktif, dan pengendalian berkenaan dengan dengan gejala-gejala yang ada dalam dunia pengalaman manusia.

Fungsi deskriptif menunjuk pada keharusan ilmu untuk bisa memberikan penjelasan secara rinci, lengkap, dan runtut mengenai berbagai hal yang menjadi perhatian manusia. Penjelasan tersebut bisa bersifat deskriptif, preskriptif, eksposisi pola, maupun rekonstruksi histories.

Bila gejala-gejala yang ada di alam semesta dapat dijelaskan, maka selanjutnya dapat dilakukan prediksi atau membuat perkiraan-perkiraan tentang apa yang akan terjadi kemudian. Inilah fungsi kedua dari ilmu, yaitu fungsi prediktif. Atas dasar hasil prediksi, selanjutnya dapat dilakukan pengendalian, yaitu mencegah agar gejala-gejala yang tidak diinginkan tidak terjadi serta mendorong agar terjadi gejala-gejala yang dikehendaki.

4. Kesimpulan
Sebagai penutup dari pembahasan mengenai ilmu dan upaya manusia untuk memperoleh kebenaran, dikemukakan kesimpulan sebagai berikut.

a. Manusia merupakan homo sapiens atau makhluk pemikir. Sebagai makhluk pemikir maka pada diri manusia melekat selalu ingin tahu.

b. Hasrat ingin tahu manusia mendorong dirinya untuk mencari jawaban yang benar mengenai berbagai hal yang dipertanyakan.

c. Kebenaran dapat diperoleh manusia dengan berbagai pendekatan, salah satu diantaranya adalah dengan pendekatan ilmiah. Dengan pendekatan ilmiah manusia dapat memperoleh ilmu atau kebenaran ilmiah.

d. Kebenaran ilmiah memiliki karakteristik : sistematisasi, keumuman, rasionalitas, objektivitas, verifiabilitas, dan komunalitas.

e. Fungsi dari kebenaran ilmiah adalah deskriptif, prediktif, dan pengendalian.

Related Posts



0 komentar:

Cari Skripsi | Artikel | Makalah | Panduan Bisnis Internet Disini

Custom Search
 

Mybloglog

blogcatalog

Alphainventions.com

Followers

TUGAS KAMPUS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template