PENGARUH CITRA PERUSAHAAN DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS DENGAN KEPUASAN NASABAH SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA BANK JATENG CABANG KUDUS
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S-2
Program Studi Magister Manajemen
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S-2
Program Studi Magister Manajemen
PROGRAM PASCA SARJANA
MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan sangat ditentukan oleh perkembangan dalam sektor keuangannya. Hal ini disebabkan karena sektor keuangan memegang peranan penting dalam menjalankan fungsi intermediasinya guna menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkannya. Pembangunan dalam sektor keuangan melibatkan rencana dan implementasi dari kebijakan untuk mengintensifkan tingkat moneterisasi perekonomian melalui peningkatan akses terhadap institusi keuangan, transparansi dan efisiensi, serta mendorong peningkatan rate of return yang rasional (Agrawal, 2001:83).
Selanjutnya sejak tahun 1999, sebagai respon terhadap krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997-1998 maupun untuk memfasilitasi transisi sektor keuangan Indonesia untuk lebih berkembang, maju, dan lebih terintegrasi dengan lingkungan keuangan internasional, Indonesia telah mengimplementasikan reformasi sektor keuangan. Reformasi sektor keuangan Indonesia dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menciptakan sektor keuangan yang kuat, terdiversifikasi, dalam, likuid serta mampu melakukan fungsi intermediasi secara efisien dan efektif yaitu mampu memobilisasi tabungan yang diperoleh dimanapun dan dengan besaran apapun serta menyalurkannya untuk mendukung investasi dan aktivitas produksi untuk menciptakan pertumbuhan. Pasar keuangan yang makin berkembang akan memfasilitasi alokasi sumber daya dan manajemen resiko secara lebih efisien dan lebih baik. (Nasution, 1991:34).
Hingga kini dapat diamati dan dirasakan bahwa sektor keuangan Indonesia pada tahun 2008 ini telah berkembang jauh lebih maju, lebih kompleks dan lebih terintegrasi. Perkembangan ini didorong oleh perkembangan teknologi informasi serta perubahan di sisi permintaan pelanggan. Teknologi informasi yang semakin maju tentunya juga makin memudahkan transaksi keuangan antar pihak. Sementara itu, didukung dengan teknologi informasi yang makin canggih, dan meningkatnya kecerdasan pelanggan dalam menggunakan jasa keuangan, telah mendorong pengguna jasa keuangan untuk lebih mengarah kepada ”one stop shopping” dimana pengguna jasa keuangan menginginkan suatu jasa keuangan yang memiliki fitur-fitur produk yang beragam dan mengakomodasi semaksimal mungkin segala kebutuhannya.
Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhan konsumen jasa keuangan serta meningkatkan akses jasa keuangan ke semua level masyarakat, lembaga-lembaga keuangan baik perbankan (Bank Konvensional dan Syariah) maupun bukan perbankan (Lembaga Pembiayaan, Asuransi, Dana Pensiun maupun Sekuritas) terus melakukan inovasi terhadap proses bisnis jasa keuangan maupun produk keuangan. Demikian juga dengan persaingan tingkat suku bunga yang semakin ketat, sudah barang tentu masyarakat mempunyai banyak alternatif dalam menggunakan jasa perbankan.
Semua kondisi tersebut di atas membuat bank semakin berat dalam menggerakkan kegiatan bisnisnya. Apalagi kualitas pelayanan perbankan semakin meningkat dan persaingan pada jasa perbankan semakin kompleks pasca keluarnya penjaminan terbatas (dana nasabah) maksimal Rp 100 juta yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya adalah PBI No. 8/5/PBI/2006 junto PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi perbankan yang semakin memberikan tempat dalam perlindungan hak -hak nasabah.
Hal ini membuat setiap perbankan selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya agar kepuasan nasabah dapat terwujud. Sementara dari sisi produk, banyak bank menawarkan produk yang hampir mirip. Salah satu hal yang dapat membedakan bank satu dengan lainnya adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanannya setiap hari, sehingga pelayanannya merupakan surviving factor yang utama dalam menentukan kelangsungan kegiatan usaha perbankan. Hanya bank yang memiliki keunggulan akan dapat bertahan. Untuk itu mereka berlomba-lomba dalam memberikan pelayanan yang maksimal demi memuaskan nasabahnya. Kepuasan nasabah merupakan hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tanpa kepercayaan dan dukungan nasabah yang loyal, bank tidak akan tumbuh dan berkembang, tetapi justru mengalami kematian secara perlahan-lahan. (Data Standart Pelayanan Bank Jateng, Oktober 2008)
Menurut Loudon dan Della Bitta (1994) Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan hal penting yang tidak terpisahkan dari mata rantai bisnis dan merupakan sasaran dari kegiatan pemasaran. Sedangkan arah dari kegiatan tersebut adalah mempertahankan pelanggan yang merupakan kegiatan yang lebih sulit dibandingkan mencari pelanggan baru.
Dengan berkembangnya pasar menjadi global, strategi pemasaran jasa perbankan diarahkan pada konteks pasar yang berorientasi pada kepuasan nasabah. Hal ini mengingat bahwa nasabah benar-benar dimanjakan dengan tersedianya berbagai macam fasilitas, pelayanan dan produk yang ditawarkan oleh sebuah bank. Persaingan begitu ketatnya karena batas hambatan sudah dapat diatasi dengan perkembangan dunia teknologi.
Namun penekanan pada kepuasan saja tidak cukup untuk dapat mencapai kesuksesan. Oleh karena itu perusahaan perlu menajamkan paradigma mereka, tidak hanya berusaha mencapai customer satisfaction tetapi lebih pada pencapaian customer loyalty. Dimana nasabah yang loyal merupakan keunggulan bersaing perusahaan. Meskipun jumlah mereka sedikit dari total nasabah, sekitar 20% atau kurang, namun mereka mewakili sekitar 80% lebih volume penjualan perusahaan yang menguntungkan (Bhote, 1995).
Seringkali keinginan, kebutuhan dan harapan nasabah tidak dapat diprediksi, sehingga mendorong perusahaan untuk memahami pentingnya perilaku nasabah, dimana setiap konsumen memiliki persepsi dan pandangan yang berbeda terhadap kebijakan yang telah diterapkan dan dikembangkan oleh perusahaan. Informasi mengenai perilaku nasabah tersebut dapat diperoleh perusahaan melalui penelitian, sehingga dapat diketahui kebijakan yang diambil oleh perusahaan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan nasabah. Hal ini sangatlah penting dalam membentuk citra dan sikap yang baik terhadap Bank Jateng Cabang Kudus. Pembentukan sikap yang baik diperlukan agar nasabah mempunyai kepuasan dan dapat terus dipertahankan, sebab persaingan diantara perusahaan semakin kompetitif sehingga pendekatan dari berbagai segi untuk menarik minat masyarakat harus tetap dijalankan. Maka pola perilaku nasabah dan sikapnya terhadap perusahaan harus menjadi variabel yang penting. Sikap sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan seseorang terhadap suatu obyek akan berdampak pada perilaku kelanjutannya. Kepuasan nasabah tidak hanya terkonsentrasi pada fasilitas yang ditawarkan, tetapi pada atribut lainnya seperti kualitas layanan.
Keberadaan nasabah sebagai pelanggan adalah syarat utama keberadaan perusahaan, pelanggan yang terpuasi kebutuhannya akan meningkat kearah loyalitas produk/merk/perusahaan. Dalam jangka panjang, loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagi perencanaan pasar strategik dan sebagai dasar untuk pengembangan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan seperti yang dijelaskan oleh Kotler, Dick & Basu yang dikutip oleh pelanggan menjadi lebih berat karena persaingan global dan banyaknya bank dengan produk-produknya yang inovatif di pasar. Loyalitas nasabah menjadi dambaan di dunia perbankan, namun tidak mudah meraihnya dan sulit mempertahankannya.
Paradigma lama yang menyatakan bahwa nasabah lebih berorientasi pada kualitas produk telah mengalami pergeseran menjadi service quality atau kualitas pelayanan yang berdasar pada konsep pelayanan dalam memenuhi harapan nasabah. Jadi perusahaan yang akan mempertahankan loyalitas nasabahnya harus memfokuskan pada pelayanan nasabah dan menggunakan kemampuan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan nasabah melalui service loyalty atau loyalitas pelayanan (Kandampully, 1998).
Dapat dipastikan bahwa nasabah yang loyal adalah nasabah yang puas akan nilai-nilai yang ditawarkan pemasar sehingga mereka mau melakukan pembelian ulang terhadap suatu merek produk tertentu. Disamping kualitas pelayanan, pemasar juga harus memperhatikan nilai dan kepuasan nasabah. Kepuasan nasabah dapat dipertahankan dengan mengembangkan hubungan dan kesetiaan yang lebih kuat dengan para nasabah (Kotler, 1997). Jika hubungan ini tidak dilakukan maka para nasabah yang memiliki banyak pilihan penawaran akan mudah berpindah ke bank lainnya. Namun mayoritas teori dan praktik pemasaran lebih mengarah pada seni menarik nasabah baru daripada mempertahankan nasabah yang sudah ada. Oleh karena itu perbankan perlu melihat hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen yang pada akhirnya akan mempengaruhi loyalitas nasabah.
Bank Jateng Cabang Kudus sebagai perusahaan jasa perbankan, tentu saja tidak akan mungkin menghindar dari realita persaingan industri jasa perbankan yang akan semakin meningkat. Ada kemungkinan nasabah tidak akan menjadi nasabah bank lagi setelah melakukan transaksi di suatu bank karena ketidaksesuaian dengan keinginan atau apa yang digambarkan sebelumnya. Bank Jateng cabang Kudus yang melakukan kegiatan operasionalnya di wilayah Kota Kuduspun saat ini terus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah.
Penerapan semboyan 5S (Senyum, Salam, Sopan Santun, Semangat dan Sepenuh Hati) diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada nasabah yang pada akhirnya dapat menciptakan “Costumer Satisfaction” bagi Bank Jateng cabang Kudus yang mempunyai 2 kantor cabang pembantu dan 1 kantor kas serta 4 kantor payment point. Produk yang dikeluarkan untuk menghimpun dana dari masyarakat adalah berupa tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, DPLK, dll. Bank Jateng mempunyai 2 jenis tabungan yaitu tabungan Simpeda dan tabungan Bima. Tabungan Simpeda merupakan produk bersama Bank Pembangunan Daerah di seluruh Indonesia, tabungan ini mempunyai fasilitas berupa bunga harian dengan dasar saldo rata-rata harian progresif, berhadiah yang diundi setiap 6 bulan sekali, sedangkan tabungan Bima merupakan produk unggulan Bank Jateng yang berfasilitas berupa bunga harian progresif 4-5%, dilengkapi angsuran jiwa dan hadiah juga diundi setiap 6 bulan sekali. Kedua tabungan tersebut dilengkapi dengan fasilitas ATM (BPD CARD) yang dapat diambil diseluruh ATM Bank Jateng, ATM bersama dan ATM Prima diseluruh Indonesia.
Sehubungan dengan konteks kualitas pelayanan bank, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kepuasan nasabah dan loyalitas nasabah di Bank Jateng yang beroperasional di kabupaten Kudus, dengan pertimbangan letak geografis yang secara ekonomi memiliki nilai strategis, memiliki potensi besar baik untuk sumber daya alam, sumber daya manusia dan lainnya. Penduduk yang padat dengan memiliki pendidikan yang baik akan memberikan sumbangan bagi kemajuan daerah, sehingga dengan kondisi yang demikian, Bank Jateng Cabang Kudus beserta kedua Cabang Pembantu yaitu Cabang Pembantu Kudus Plaza dan Cabang Pembantu Pasar Kliwon dengan jaringannya telah menjadi bagian dan turut berperan serta memajukan wilayah melalui kegiatan perbankan.
Di bawah ini adalah tabel yang menjelaskan perkembangan jumlah nasabah, dana masyarakat dan penyaluran dana Bank Jateng Cabang Kudus dari tahun 2005 sampai dengan 2008 (sumber : Data intern Bank Jateng, 2008):
File terkait download dibawah ini:
DOWNLOD DAFTAR PUSTAKA
DOWNLOAD BAB I
DOWNLOAD BAB II
DOWNLOAD BAB III
DOWNLOAD BAB IV
DOWNLOAD BAB V
Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan sangat ditentukan oleh perkembangan dalam sektor keuangannya. Hal ini disebabkan karena sektor keuangan memegang peranan penting dalam menjalankan fungsi intermediasinya guna menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkannya. Pembangunan dalam sektor keuangan melibatkan rencana dan implementasi dari kebijakan untuk mengintensifkan tingkat moneterisasi perekonomian melalui peningkatan akses terhadap institusi keuangan, transparansi dan efisiensi, serta mendorong peningkatan rate of return yang rasional (Agrawal, 2001:83).
Selanjutnya sejak tahun 1999, sebagai respon terhadap krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997-1998 maupun untuk memfasilitasi transisi sektor keuangan Indonesia untuk lebih berkembang, maju, dan lebih terintegrasi dengan lingkungan keuangan internasional, Indonesia telah mengimplementasikan reformasi sektor keuangan. Reformasi sektor keuangan Indonesia dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menciptakan sektor keuangan yang kuat, terdiversifikasi, dalam, likuid serta mampu melakukan fungsi intermediasi secara efisien dan efektif yaitu mampu memobilisasi tabungan yang diperoleh dimanapun dan dengan besaran apapun serta menyalurkannya untuk mendukung investasi dan aktivitas produksi untuk menciptakan pertumbuhan. Pasar keuangan yang makin berkembang akan memfasilitasi alokasi sumber daya dan manajemen resiko secara lebih efisien dan lebih baik. (Nasution, 1991:34).
Hingga kini dapat diamati dan dirasakan bahwa sektor keuangan Indonesia pada tahun 2008 ini telah berkembang jauh lebih maju, lebih kompleks dan lebih terintegrasi. Perkembangan ini didorong oleh perkembangan teknologi informasi serta perubahan di sisi permintaan pelanggan. Teknologi informasi yang semakin maju tentunya juga makin memudahkan transaksi keuangan antar pihak. Sementara itu, didukung dengan teknologi informasi yang makin canggih, dan meningkatnya kecerdasan pelanggan dalam menggunakan jasa keuangan, telah mendorong pengguna jasa keuangan untuk lebih mengarah kepada ”one stop shopping” dimana pengguna jasa keuangan menginginkan suatu jasa keuangan yang memiliki fitur-fitur produk yang beragam dan mengakomodasi semaksimal mungkin segala kebutuhannya.
Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhan konsumen jasa keuangan serta meningkatkan akses jasa keuangan ke semua level masyarakat, lembaga-lembaga keuangan baik perbankan (Bank Konvensional dan Syariah) maupun bukan perbankan (Lembaga Pembiayaan, Asuransi, Dana Pensiun maupun Sekuritas) terus melakukan inovasi terhadap proses bisnis jasa keuangan maupun produk keuangan. Demikian juga dengan persaingan tingkat suku bunga yang semakin ketat, sudah barang tentu masyarakat mempunyai banyak alternatif dalam menggunakan jasa perbankan.
Semua kondisi tersebut di atas membuat bank semakin berat dalam menggerakkan kegiatan bisnisnya. Apalagi kualitas pelayanan perbankan semakin meningkat dan persaingan pada jasa perbankan semakin kompleks pasca keluarnya penjaminan terbatas (dana nasabah) maksimal Rp 100 juta yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya adalah PBI No. 8/5/PBI/2006 junto PBI No. 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi perbankan yang semakin memberikan tempat dalam perlindungan hak -hak nasabah.
Hal ini membuat setiap perbankan selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanannya agar kepuasan nasabah dapat terwujud. Sementara dari sisi produk, banyak bank menawarkan produk yang hampir mirip. Salah satu hal yang dapat membedakan bank satu dengan lainnya adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanannya setiap hari, sehingga pelayanannya merupakan surviving factor yang utama dalam menentukan kelangsungan kegiatan usaha perbankan. Hanya bank yang memiliki keunggulan akan dapat bertahan. Untuk itu mereka berlomba-lomba dalam memberikan pelayanan yang maksimal demi memuaskan nasabahnya. Kepuasan nasabah merupakan hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tanpa kepercayaan dan dukungan nasabah yang loyal, bank tidak akan tumbuh dan berkembang, tetapi justru mengalami kematian secara perlahan-lahan. (Data Standart Pelayanan Bank Jateng, Oktober 2008)
Menurut Loudon dan Della Bitta (1994) Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan hal penting yang tidak terpisahkan dari mata rantai bisnis dan merupakan sasaran dari kegiatan pemasaran. Sedangkan arah dari kegiatan tersebut adalah mempertahankan pelanggan yang merupakan kegiatan yang lebih sulit dibandingkan mencari pelanggan baru.
Dengan berkembangnya pasar menjadi global, strategi pemasaran jasa perbankan diarahkan pada konteks pasar yang berorientasi pada kepuasan nasabah. Hal ini mengingat bahwa nasabah benar-benar dimanjakan dengan tersedianya berbagai macam fasilitas, pelayanan dan produk yang ditawarkan oleh sebuah bank. Persaingan begitu ketatnya karena batas hambatan sudah dapat diatasi dengan perkembangan dunia teknologi.
Namun penekanan pada kepuasan saja tidak cukup untuk dapat mencapai kesuksesan. Oleh karena itu perusahaan perlu menajamkan paradigma mereka, tidak hanya berusaha mencapai customer satisfaction tetapi lebih pada pencapaian customer loyalty. Dimana nasabah yang loyal merupakan keunggulan bersaing perusahaan. Meskipun jumlah mereka sedikit dari total nasabah, sekitar 20% atau kurang, namun mereka mewakili sekitar 80% lebih volume penjualan perusahaan yang menguntungkan (Bhote, 1995).
Seringkali keinginan, kebutuhan dan harapan nasabah tidak dapat diprediksi, sehingga mendorong perusahaan untuk memahami pentingnya perilaku nasabah, dimana setiap konsumen memiliki persepsi dan pandangan yang berbeda terhadap kebijakan yang telah diterapkan dan dikembangkan oleh perusahaan. Informasi mengenai perilaku nasabah tersebut dapat diperoleh perusahaan melalui penelitian, sehingga dapat diketahui kebijakan yang diambil oleh perusahaan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan nasabah. Hal ini sangatlah penting dalam membentuk citra dan sikap yang baik terhadap Bank Jateng Cabang Kudus. Pembentukan sikap yang baik diperlukan agar nasabah mempunyai kepuasan dan dapat terus dipertahankan, sebab persaingan diantara perusahaan semakin kompetitif sehingga pendekatan dari berbagai segi untuk menarik minat masyarakat harus tetap dijalankan. Maka pola perilaku nasabah dan sikapnya terhadap perusahaan harus menjadi variabel yang penting. Sikap sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan seseorang terhadap suatu obyek akan berdampak pada perilaku kelanjutannya. Kepuasan nasabah tidak hanya terkonsentrasi pada fasilitas yang ditawarkan, tetapi pada atribut lainnya seperti kualitas layanan.
Keberadaan nasabah sebagai pelanggan adalah syarat utama keberadaan perusahaan, pelanggan yang terpuasi kebutuhannya akan meningkat kearah loyalitas produk/merk/perusahaan. Dalam jangka panjang, loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagi perencanaan pasar strategik dan sebagai dasar untuk pengembangan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan seperti yang dijelaskan oleh Kotler, Dick & Basu yang dikutip oleh pelanggan menjadi lebih berat karena persaingan global dan banyaknya bank dengan produk-produknya yang inovatif di pasar. Loyalitas nasabah menjadi dambaan di dunia perbankan, namun tidak mudah meraihnya dan sulit mempertahankannya.
Paradigma lama yang menyatakan bahwa nasabah lebih berorientasi pada kualitas produk telah mengalami pergeseran menjadi service quality atau kualitas pelayanan yang berdasar pada konsep pelayanan dalam memenuhi harapan nasabah. Jadi perusahaan yang akan mempertahankan loyalitas nasabahnya harus memfokuskan pada pelayanan nasabah dan menggunakan kemampuan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan nasabah melalui service loyalty atau loyalitas pelayanan (Kandampully, 1998).
Dapat dipastikan bahwa nasabah yang loyal adalah nasabah yang puas akan nilai-nilai yang ditawarkan pemasar sehingga mereka mau melakukan pembelian ulang terhadap suatu merek produk tertentu. Disamping kualitas pelayanan, pemasar juga harus memperhatikan nilai dan kepuasan nasabah. Kepuasan nasabah dapat dipertahankan dengan mengembangkan hubungan dan kesetiaan yang lebih kuat dengan para nasabah (Kotler, 1997). Jika hubungan ini tidak dilakukan maka para nasabah yang memiliki banyak pilihan penawaran akan mudah berpindah ke bank lainnya. Namun mayoritas teori dan praktik pemasaran lebih mengarah pada seni menarik nasabah baru daripada mempertahankan nasabah yang sudah ada. Oleh karena itu perbankan perlu melihat hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen yang pada akhirnya akan mempengaruhi loyalitas nasabah.
Bank Jateng Cabang Kudus sebagai perusahaan jasa perbankan, tentu saja tidak akan mungkin menghindar dari realita persaingan industri jasa perbankan yang akan semakin meningkat. Ada kemungkinan nasabah tidak akan menjadi nasabah bank lagi setelah melakukan transaksi di suatu bank karena ketidaksesuaian dengan keinginan atau apa yang digambarkan sebelumnya. Bank Jateng cabang Kudus yang melakukan kegiatan operasionalnya di wilayah Kota Kuduspun saat ini terus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah.
Penerapan semboyan 5S (Senyum, Salam, Sopan Santun, Semangat dan Sepenuh Hati) diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada nasabah yang pada akhirnya dapat menciptakan “Costumer Satisfaction” bagi Bank Jateng cabang Kudus yang mempunyai 2 kantor cabang pembantu dan 1 kantor kas serta 4 kantor payment point. Produk yang dikeluarkan untuk menghimpun dana dari masyarakat adalah berupa tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, DPLK, dll. Bank Jateng mempunyai 2 jenis tabungan yaitu tabungan Simpeda dan tabungan Bima. Tabungan Simpeda merupakan produk bersama Bank Pembangunan Daerah di seluruh Indonesia, tabungan ini mempunyai fasilitas berupa bunga harian dengan dasar saldo rata-rata harian progresif, berhadiah yang diundi setiap 6 bulan sekali, sedangkan tabungan Bima merupakan produk unggulan Bank Jateng yang berfasilitas berupa bunga harian progresif 4-5%, dilengkapi angsuran jiwa dan hadiah juga diundi setiap 6 bulan sekali. Kedua tabungan tersebut dilengkapi dengan fasilitas ATM (BPD CARD) yang dapat diambil diseluruh ATM Bank Jateng, ATM bersama dan ATM Prima diseluruh Indonesia.
Sehubungan dengan konteks kualitas pelayanan bank, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kepuasan nasabah dan loyalitas nasabah di Bank Jateng yang beroperasional di kabupaten Kudus, dengan pertimbangan letak geografis yang secara ekonomi memiliki nilai strategis, memiliki potensi besar baik untuk sumber daya alam, sumber daya manusia dan lainnya. Penduduk yang padat dengan memiliki pendidikan yang baik akan memberikan sumbangan bagi kemajuan daerah, sehingga dengan kondisi yang demikian, Bank Jateng Cabang Kudus beserta kedua Cabang Pembantu yaitu Cabang Pembantu Kudus Plaza dan Cabang Pembantu Pasar Kliwon dengan jaringannya telah menjadi bagian dan turut berperan serta memajukan wilayah melalui kegiatan perbankan.
Di bawah ini adalah tabel yang menjelaskan perkembangan jumlah nasabah, dana masyarakat dan penyaluran dana Bank Jateng Cabang Kudus dari tahun 2005 sampai dengan 2008 (sumber : Data intern Bank Jateng, 2008):
File terkait download dibawah ini:
DOWNLOD DAFTAR PUSTAKA
DOWNLOAD BAB I
DOWNLOAD BAB II
DOWNLOAD BAB III
DOWNLOAD BAB IV
DOWNLOAD BAB V
Share
1 komentar:
tengkyu yach...saya terbantu mendapatkan materi ttg intervening.mudah2an banyak yang bisa memanfdaatkan situs ini untuk kebaikan...bukakn untuk plagiat.
Post a Comment