PENYIMPANGAN PERKEMBANGAN BELAJAR
TERHADAP HASIL BELAJAR ANAK
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan Program
Diploma II (DII) PGSD
TERHADAP HASIL BELAJAR ANAK
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam menyelesaikan Program
Diploma II (DII) PGSD
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan belajar dipandang sebagai "proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang akan dialatualisasikan dan dimanifestasi". Bila dalam proses ini hilang dinamikanya disebabkan oleh rusaknya sifat bakat seorang atau oleh kurangnya stimulasi dalam lingkungan atau oleh hambatan dalam interaksi bakat dan lingkungan. Timbulah gangguan dalam perkembangan seseorang. Sifat gangguan tadi juga hanyak dipengaruhi oleh usia pada waktu gangguan itu datang, seringkali gangguan tersebut menonjol pada salah satu aspek kepribadian seseorang, misalnya gangguan dalam Jasmani dan psikomotorik, dalam aspek intelektual, Sosial, moral dan kadang kala juga gangguan dalam aspek emosional (Heweed dalam buku Monks, 2004 : 354).
Menurut F. J. Monks (2004: 354), gangguan dan fungsi jasmaniah dan psikomotorik dapat disebabkan oleh kerusakan atau efek oraganis yang sentral dan perifer. Jadi kerusakan pada sistem syaraf sentral atau pada anggota badan, urat daging, kalenjar dan indera. Bagi gangguan inteletual yang mcnonjol termasuk bentuk-bentuk lemah yang sebagian disebahkan oieh kerusakan saraf sentral tetapi sebagian lain dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan tuntutan sosial lemah ingatan yang ringan yaitu golongan debil akan dibicarakan dalam pasal gangguan belajar. Istilah lemah ingatan ringan dan debil tidak terlalu digunakan karena mengarah pada pengertian seseorang yang dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Sekarang mulai diragukan apakah keadaan itu dapat diterapkan pada semua orang yang dulu disebut lemah ingatan ringan dan sekarang disebut "sukur belajar" Van Weelden dalam buku Monks (2004 : 355), mungkin mereka mempunyai kesulitan dengan tuntutan sekolah yang harus dipenuhi. Gangguan yang nampak dalam tingkah laku psikososial dan moral dapat dikategorikan dalam pengertian deviansi. Kita baru dapat menyebutkan sebagai perkembangan belajar yang terganggu bila ada penyimpangan tertentu dengan perkembangan yang rata-rata tersebut, variasi yang ada tadi masih dianggap normal.
Permasalahan dalam perkembangan kognitif dibicarakan mengenahi kesulitan belajar. Meskipun permasalahan konitif dibicarakan terpisah dari permasalahan sosial emosional tidak ada kaitannya satu sama lain. Seringkali ada laporan mengenai hubungan antara permasalahan belajar dan delinluensi (Brier, 1989). Mungkin banyak mengambil peran. Tetapi Brier dalam buku F. J. Monks (2004 : 356), juga mengemukakan suatu altenatif lain yang berasal dari penelitian-penelitian yang menujukan adanya jumlah yang meningkat mengenai anak-anak dengan permasalahan belajar yang diperlakukan sama dengan anak-anak tanpa pemasalahan belajar.
Anak dengan permasalahan belajar biasanya mempunyai permasalahan yang khusus (misalnya kesulitan membaca). Sedangkan inteligensinya, normal (IQ lebih dari 85 @ 90) dan biasanya tidak mempunyai penyimpangan yang lain. Anak yang sulit belajar mereka mempunyai retardasi pada beberapa bidang pelajaran serta IQ 50 @ 55 sampai (Van Weelden, 1988). Dulu dikenal dengan sebutan anak keterbelakangan mental, di Indonesia disebut anak tuna grahita. Dalam kenyataan terdapat overlap mengenai tinggi rendahnya IQ tersebut, meskipun IQ rata-rata anak dengan permasalahan atau gangguan belajar pada umumnya lebih tinggi dari pada anak yang sulit belajar ada juga mereka yang IQ-nya ada disekitar batas bawah namun dipandang sebagai normal, begitu pula mereka mempunyai kesulitan juga pada lebih dari satu bidang pelajaran seperti halnya anak yang sulit belajar. Mungkin lebih baik untuk melepas dari ketentuan apakah seorang anak termasuk anak dengan gangguan belajar ataukah anak yang sulit belajar. Lebih bijaksana adalah untuk menentukan pada bidang, apa seorang anak menemukan kesulitan dalam belajar, misalnya pada membaca bagian apa atau berhitung bagian apa.
Banyak penelitian bahwa pada anak yang permasalahan belajar mereka mempunyai kesulilan dengan tugas-tugas belajar karena kurang memiliki strategi kognitif tertentu. Dengan demikian tidaklah berarti bahwa anak dengan permasalahan belajar tadi memiliki kapasitas ingatan yang terbatas, melainkan mereka tidak atau kurang menggunakan cara pengulangan untuk mencamkan suatu ingatan dalam jangka pendek. Dengan melalui anak-anak tersebut dalam penggunaan cara pengulangan dalam belajar, maka ternyata mereka mampu untuk mencapai prestasi normal dalam tugas-tugas ingatan, Bray & Turner dalam buku F.J. Monks (2004: 357). Mungkin anak-anak dengan permasalahan belajar kurang mengerti bagaimana cara menggunakan sistem kognitifnya sendiri tadi. Bila mereka mengerti hal itu maka seperti anak-anak yang tidak ada permasalahan belajar dan mengerti bahwa menghafalkan sesuatu lebih mudah bila bahan yang harus dihafalkan itu diulang-ulang dalam batin atau disuarakan. Kepandaian menggunakan sistem kognitif sendiri itu disebut pelatihan strategi metakognisi, istilah kognitif atau pelatihan intruksi diri pelatihan tersebut mempelajari anak untuk mengatur tingkah lakunya sendiri dengan melakukan suatu strategi tugas secara terencana.
Perkembangan belajar anak manusia merupakan sesuatu yang komplek. Banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberi kontribusi tertentu terhadap arah laju perkembangan anak. Perkembangan anak itu mewliputi beberapa aspek Salah satunya adalah perkembangan proses belajar anak. Dalam perkembangan sering kali anak mengalami penyimpangan dalam proses belajannya. Permasalahan seperti ini bisa dipengaruhi banyak hal, bisa dari faktor intern maupun dari faktor ekstern anak tersebut. Permiasalahan seperti ini memerlukan pemecahan yang bisa diterima oleh anak. Hal ini disebabkan penyimpangan yang dilakukan bisa berpengaruh pada kegiatan belajar mengajar (KBM).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari pemikiran serta uraian di atas, maka dalam penulisan Tugas Akhir ini dirumuskan sebagai berikut :
"Bagaimana cara mengatasi Penyimpangan Perkembangan Belajar terhadap Hasil Belajar Anak?"
C. Penegasan Istilah
Untuk memberikan gambaran yang jelas agar tidak terjadi salah pengertian maka penulis menggunakan beberapa istilah :
1. Penyimpangan
Menurut W.J.S Poerdawinta 2005, penyimpangan adalah hal yang berupa perbuatan yang menyimpang yang berhubungan dengan perkembangan hasil belajar.
2. Perkembangan
Perkembangan manusia sebagai pribadi. Para ahli psikologi juga tertarik akan masalah seberapa jauhkah perkembangan manusia tadi dipengaruhi oleh perkembangan masyarakatnya (Van den Berg, 1986 ; Mochow, 1962).
3. Hasil Belajar
Kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 1999 : 22). Berdasarkan pengertian itu maka dapat ditarik bahwa pengertian hasil belajar adalah kmeampuan yang diperoleh siswa (sikap atau akademis) yang dapat diterima setelah menerima pengalaman belajarnya dari orang lain.
4. Anak
Menurut Wasty Soemanto (2003 : 178) anak adalah usia 6 tahun sampai kurang lebih 12 tahun yang belajar pada satu lembaga pendidikan formal di tingkat SD. Masa ini ditandai oleh perkembangan intelegensi yang pesat dan anak ingin mengetahui segala sesuatu dan berfikir secara logis.
D. Tujuan Tugas Akhir
Suatu tindakan akan berhasil apabila ada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian tujuan dapat mengendalikan berbagai pembahasan yang akan menyimpang.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah mengetahui penyimpangan perkembangan belajar terhadap hasil belajar anak.
E. Manfaat Tugas Akhir
Dalam hal ini ada dua macam manfaat yaitu secara teoritis dan secara praktis.
1. Secara Teoritis
Menambah perbendaharaan ilmu pada SD khususnya tentang peranan orang tua dalam membimbing siswa SD.
2. Secara Praktis
Untuk digunakan sebagai pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
a. Bagi Siswa
Menambah pengetahuan serta bekal agar nantinya dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara.
b. Bagi Orang Tua .
Dapat membantu Orang Tua dan mempersiapkan anak menjadi manusia yang baik dan beriman.
c. Bagi Guru
Dapat memberikan informasi atau sumbangan pikiran tentang peranan guru dalam membimbing siswa SD.
d. Sistematika
Sistematika Tugas Akhir ini dibagi dalam beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi sub bab-sub bab sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, penegasan istilah, tujuan pembahasan, manfaat dan sistematika.
Bab II Kajian teori dan pembahasan dalam hal ini diuraikan tiga sub bab yaitu : kajian teori penyimpangan perkembangan anak, kajian teori. Hasil belajar anak, perkembangan terhadap hasil belajar anak.
Bab III Penutup, di dalam penutup berisi simpulan dan saran-saran. Adapun bagian akhir dari Tugas Akhir ini berisi daftar pustaka dan lampiran.
Silahkan download kelanjutan Bab dibawah ini:
File Download
Perkembangan belajar dipandang sebagai "proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang akan dialatualisasikan dan dimanifestasi". Bila dalam proses ini hilang dinamikanya disebabkan oleh rusaknya sifat bakat seorang atau oleh kurangnya stimulasi dalam lingkungan atau oleh hambatan dalam interaksi bakat dan lingkungan. Timbulah gangguan dalam perkembangan seseorang. Sifat gangguan tadi juga hanyak dipengaruhi oleh usia pada waktu gangguan itu datang, seringkali gangguan tersebut menonjol pada salah satu aspek kepribadian seseorang, misalnya gangguan dalam Jasmani dan psikomotorik, dalam aspek intelektual, Sosial, moral dan kadang kala juga gangguan dalam aspek emosional (Heweed dalam buku Monks, 2004 : 354).
Menurut F. J. Monks (2004: 354), gangguan dan fungsi jasmaniah dan psikomotorik dapat disebabkan oleh kerusakan atau efek oraganis yang sentral dan perifer. Jadi kerusakan pada sistem syaraf sentral atau pada anggota badan, urat daging, kalenjar dan indera. Bagi gangguan inteletual yang mcnonjol termasuk bentuk-bentuk lemah yang sebagian disebahkan oieh kerusakan saraf sentral tetapi sebagian lain dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan tuntutan sosial lemah ingatan yang ringan yaitu golongan debil akan dibicarakan dalam pasal gangguan belajar. Istilah lemah ingatan ringan dan debil tidak terlalu digunakan karena mengarah pada pengertian seseorang yang dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Sekarang mulai diragukan apakah keadaan itu dapat diterapkan pada semua orang yang dulu disebut lemah ingatan ringan dan sekarang disebut "sukur belajar" Van Weelden dalam buku Monks (2004 : 355), mungkin mereka mempunyai kesulitan dengan tuntutan sekolah yang harus dipenuhi. Gangguan yang nampak dalam tingkah laku psikososial dan moral dapat dikategorikan dalam pengertian deviansi. Kita baru dapat menyebutkan sebagai perkembangan belajar yang terganggu bila ada penyimpangan tertentu dengan perkembangan yang rata-rata tersebut, variasi yang ada tadi masih dianggap normal.
Permasalahan dalam perkembangan kognitif dibicarakan mengenahi kesulitan belajar. Meskipun permasalahan konitif dibicarakan terpisah dari permasalahan sosial emosional tidak ada kaitannya satu sama lain. Seringkali ada laporan mengenai hubungan antara permasalahan belajar dan delinluensi (Brier, 1989). Mungkin banyak mengambil peran. Tetapi Brier dalam buku F. J. Monks (2004 : 356), juga mengemukakan suatu altenatif lain yang berasal dari penelitian-penelitian yang menujukan adanya jumlah yang meningkat mengenai anak-anak dengan permasalahan belajar yang diperlakukan sama dengan anak-anak tanpa pemasalahan belajar.
Anak dengan permasalahan belajar biasanya mempunyai permasalahan yang khusus (misalnya kesulitan membaca). Sedangkan inteligensinya, normal (IQ lebih dari 85 @ 90) dan biasanya tidak mempunyai penyimpangan yang lain. Anak yang sulit belajar mereka mempunyai retardasi pada beberapa bidang pelajaran serta IQ 50 @ 55 sampai (Van Weelden, 1988). Dulu dikenal dengan sebutan anak keterbelakangan mental, di Indonesia disebut anak tuna grahita. Dalam kenyataan terdapat overlap mengenai tinggi rendahnya IQ tersebut, meskipun IQ rata-rata anak dengan permasalahan atau gangguan belajar pada umumnya lebih tinggi dari pada anak yang sulit belajar ada juga mereka yang IQ-nya ada disekitar batas bawah namun dipandang sebagai normal, begitu pula mereka mempunyai kesulitan juga pada lebih dari satu bidang pelajaran seperti halnya anak yang sulit belajar. Mungkin lebih baik untuk melepas dari ketentuan apakah seorang anak termasuk anak dengan gangguan belajar ataukah anak yang sulit belajar. Lebih bijaksana adalah untuk menentukan pada bidang, apa seorang anak menemukan kesulitan dalam belajar, misalnya pada membaca bagian apa atau berhitung bagian apa.
Banyak penelitian bahwa pada anak yang permasalahan belajar mereka mempunyai kesulilan dengan tugas-tugas belajar karena kurang memiliki strategi kognitif tertentu. Dengan demikian tidaklah berarti bahwa anak dengan permasalahan belajar tadi memiliki kapasitas ingatan yang terbatas, melainkan mereka tidak atau kurang menggunakan cara pengulangan untuk mencamkan suatu ingatan dalam jangka pendek. Dengan melalui anak-anak tersebut dalam penggunaan cara pengulangan dalam belajar, maka ternyata mereka mampu untuk mencapai prestasi normal dalam tugas-tugas ingatan, Bray & Turner dalam buku F.J. Monks (2004: 357). Mungkin anak-anak dengan permasalahan belajar kurang mengerti bagaimana cara menggunakan sistem kognitifnya sendiri tadi. Bila mereka mengerti hal itu maka seperti anak-anak yang tidak ada permasalahan belajar dan mengerti bahwa menghafalkan sesuatu lebih mudah bila bahan yang harus dihafalkan itu diulang-ulang dalam batin atau disuarakan. Kepandaian menggunakan sistem kognitif sendiri itu disebut pelatihan strategi metakognisi, istilah kognitif atau pelatihan intruksi diri pelatihan tersebut mempelajari anak untuk mengatur tingkah lakunya sendiri dengan melakukan suatu strategi tugas secara terencana.
Perkembangan belajar anak manusia merupakan sesuatu yang komplek. Banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberi kontribusi tertentu terhadap arah laju perkembangan anak. Perkembangan anak itu mewliputi beberapa aspek Salah satunya adalah perkembangan proses belajar anak. Dalam perkembangan sering kali anak mengalami penyimpangan dalam proses belajannya. Permasalahan seperti ini bisa dipengaruhi banyak hal, bisa dari faktor intern maupun dari faktor ekstern anak tersebut. Permiasalahan seperti ini memerlukan pemecahan yang bisa diterima oleh anak. Hal ini disebabkan penyimpangan yang dilakukan bisa berpengaruh pada kegiatan belajar mengajar (KBM).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari pemikiran serta uraian di atas, maka dalam penulisan Tugas Akhir ini dirumuskan sebagai berikut :
"Bagaimana cara mengatasi Penyimpangan Perkembangan Belajar terhadap Hasil Belajar Anak?"
C. Penegasan Istilah
Untuk memberikan gambaran yang jelas agar tidak terjadi salah pengertian maka penulis menggunakan beberapa istilah :
1. Penyimpangan
Menurut W.J.S Poerdawinta 2005, penyimpangan adalah hal yang berupa perbuatan yang menyimpang yang berhubungan dengan perkembangan hasil belajar.
2. Perkembangan
Perkembangan manusia sebagai pribadi. Para ahli psikologi juga tertarik akan masalah seberapa jauhkah perkembangan manusia tadi dipengaruhi oleh perkembangan masyarakatnya (Van den Berg, 1986 ; Mochow, 1962).
3. Hasil Belajar
Kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 1999 : 22). Berdasarkan pengertian itu maka dapat ditarik bahwa pengertian hasil belajar adalah kmeampuan yang diperoleh siswa (sikap atau akademis) yang dapat diterima setelah menerima pengalaman belajarnya dari orang lain.
4. Anak
Menurut Wasty Soemanto (2003 : 178) anak adalah usia 6 tahun sampai kurang lebih 12 tahun yang belajar pada satu lembaga pendidikan formal di tingkat SD. Masa ini ditandai oleh perkembangan intelegensi yang pesat dan anak ingin mengetahui segala sesuatu dan berfikir secara logis.
D. Tujuan Tugas Akhir
Suatu tindakan akan berhasil apabila ada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian tujuan dapat mengendalikan berbagai pembahasan yang akan menyimpang.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah mengetahui penyimpangan perkembangan belajar terhadap hasil belajar anak.
E. Manfaat Tugas Akhir
Dalam hal ini ada dua macam manfaat yaitu secara teoritis dan secara praktis.
1. Secara Teoritis
Menambah perbendaharaan ilmu pada SD khususnya tentang peranan orang tua dalam membimbing siswa SD.
2. Secara Praktis
Untuk digunakan sebagai pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.
a. Bagi Siswa
Menambah pengetahuan serta bekal agar nantinya dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara.
b. Bagi Orang Tua .
Dapat membantu Orang Tua dan mempersiapkan anak menjadi manusia yang baik dan beriman.
c. Bagi Guru
Dapat memberikan informasi atau sumbangan pikiran tentang peranan guru dalam membimbing siswa SD.
d. Sistematika
Sistematika Tugas Akhir ini dibagi dalam beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi sub bab-sub bab sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, penegasan istilah, tujuan pembahasan, manfaat dan sistematika.
Bab II Kajian teori dan pembahasan dalam hal ini diuraikan tiga sub bab yaitu : kajian teori penyimpangan perkembangan anak, kajian teori. Hasil belajar anak, perkembangan terhadap hasil belajar anak.
Bab III Penutup, di dalam penutup berisi simpulan dan saran-saran. Adapun bagian akhir dari Tugas Akhir ini berisi daftar pustaka dan lampiran.
Silahkan download kelanjutan Bab dibawah ini:
File Download
0 komentar:
Post a Comment