download makalah, skripsi, tesis dll. |
MAKALAH PENGERTIAN, DEFINISI DAN PRINSIP ORGANISASI Posted: 29 Jan 2013 07:09 PM PST BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terdapat beberapa teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-prasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat di sekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Rasa keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari organisasi? 2. Apa definisi organisasi? 3. Apa saja prinsip daripada organisasi? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui tentang pengertian daripada organisasi. 2. Untuk mengetahui tentang definisi daripada organisasi. 3. Untuk mengetahui tentang prinsip daripada organisasi. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Organisasi Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggungjawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang demikian disebut organisasi yang bersifat "statis", karena sekedar hanya melihat kepada strukturnya. Disamping itu terdapat pengertian organisasi yang bersifat "dinamis". Dalam pengertian ini organisasi dilihat daripada sudut dinamikanya, aktivitas/tindakan daripada tata hubungan yang terjadi dalam organisasi itu, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal. Misalnya aktivitas tata hubungan antara atasan dan bawahan, tata hubungan antara sesama atasan, dan sesama bawahan. Berhasil atau tidaknya tujuan yang akan dicapai dalam organisasi, tergantung sepenuhnya kepada faktor manusianya. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita selalu berada dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Kelompok tersebut dapat berupa rumah tangga, tempat kerja, kelompok sosial, kelompok usaha dan sebagainya. Setiap kelompok tersebut mempunyai beberapa ciri tertentu: 1. Bergerak dalam suatu bidang tertentu. 2. Mempunyai tujuan-tujuan tertentu. 3. Mempunyai tata cara dan prosedur kegiatan tertentu. 4. Mempunyai seorang atau beberapa orang pemimpin. 5. Mempunyai sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok tersebut. 6. Mempunyai sejumlah uang tertentu. 7. Mempunyai sarana dimana orang-orang tersebut berkumpul atau bekerja. Semua ciri-ciri ini menggambarkan bahwa manusia pada dasarnya selalu berada dalam suatu lingkungan organisasi dan sistem management tertentu. Sejumlah ahli telah memberikan berbagai definisi untuk organisasi maupun management yang pada dasarnya sama akan tetapi sering berbeda dalam cara mengungkapkannya. Hal yang lain yang sering membingungkan adalah bahwa untuk suatu istilah yang sama beberapa ahli mempunyai interpretasi yang berbeda-beda. Antara istilah organisasi dan manajemen terdapat suatu perbedaan yang mendasar. Organisasi merupakan suatu wadah, dengan demikian organisasi mempunyai pengertian yang relatif statis , yaitu sebagai wadah dari 5 M tersebut. Wadah tersebut dibentuk manusia untuk mencapai sesuatu, ataupun sesuatu tujuan tertentu. Beberapa ahli mendefinisikan organisasi sebagai berikut: - Sondang Siagian: Suatu organisasi adalah setiap bentuk perserikatan manusia yang mempunyai tujuan tertentu. - Abdoel Gani: Suatu organisasi adalah: 1. Mekanisme ataupun struktur yang memungkinkan sesuatu yang memiliki hidup dan kehidupan yang bekerja secara efektif. 2. Susunan manusia, peralatan dan fasilitas dalam suatu wadah pengaturan tertentu untuk mencapai sasaran yang sudah ditentukan. Di pihak lain, manajemen merupakan proses yang dinamis untuk menggerakkan berbagai unsur dalam wadah/organisasi (5M) untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh manusia yang terdapat/tergabung dalam wadah tersebut. B. Definisi Organisasi 1. Menurut Mc. Farland, Organisasi didefinisikan sebagai berikut "an organization is an identifiable group of people contributing their efforts towards the attainment of goals" (organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal yang menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan). 2. Menurut Dimock, Organisasi didefinisikan sebagai berikut: "Organization is the systematic bringing together of interpedently part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achieve a given purpose" (Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha yang telah ditentukan). Berdasarkan atas kedua definisi tersebut, dapat diberikan ciri-ciri organisasi sebagai berikut: 1. Adanya suatu kelompok yang dapat dikenal. 2. Adanya kegiatan yang berbeda-beda tetapi satu sama lain saling berkaitan (interpedently part) yang merupakan kesatuan usaha/kegiatan. 3. Tiap-tiap anggota memberikan sumbangan usahanya/tenaganya. 4. Adanya kewenangan, koordinasi, pengawasan. 5. Adanya suatu tujuan (the idea of goals). C. Prinsip Organisasi Konsepsi dan prinsip daripada organisasi (The Concept and the Principles of Organization) adalah sebagai berikut: 1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas (to define clearly the objective of the organization) Organisasi dibentuk atau disusun atas dasar adanya tujuan. Jelasnya tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya: a. Organisasi kekuasaan (Negara) dibentuk untuk mencapai tujuan negara/nasional (lihat GBHN). b. Organisasi Olahraga, misalnya KONI dibentuk untuk mencapai tujuan, yaitu: mencapai prestasi yang setinggi-tingginya di bidang olahraga. c. Organisasi Niaga, misalnya: PNGIA, dibentuk dengan tujuan mencari keuntungan (profit making). 2. Prinsip skala hirarki (the scalar principle) Adanya garis kewenangan yang jelas dari pimpinan tingkat atas sampai pada setiap pimpinan tingkat bawahan, berarti garis pelimpahan wewenang dan garis pertanggungjawabannya akan lebih efektif. Demikian pula proses pengambilan keputusan, sistem komunikasi dan koordinasinya suatu organisasi. 3. Prinsip Kesatuan Perintah/Komando (Principle of Unity Command) Bahwa seseorang hanya menerima perintah dan bertanggungjawab terhadap seorang atasannya saja. 4. Prinsip pelimpahan wewenang (Principle of delegation of authority) Disebabkan seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas, dalam melaksanakan segala pekerjaannya, maka kewenangan itu harus dilimpahkan kepada pejabat-pejabat pimpinan sampai yang terendah sekalipun. Pelimpahan wewenang itu harus dapat menjamin kemampuan para pejabat tersebut untuk mencapai hasil yang diharapkan. Yang dimaksud degan pelimpahan wewenang ialah wewenang para pejabat pimpinan itu untuk mengambil keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi. 5. Prinsip pertanggungjawaban (Principles of Responsibility) Dalam menjalankan tugasnya bawahan harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan. Sekalipun demikian atasan tidak dapat menghindarkan pertanggungjawabannya atas segala kegiatan/perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya. 6. Prinsip Pembagian Pekerjaan (Principle of Division of Work) Pembagian pekerjaan timbul disebabkan bahwa seseorang mempunyai kemampuan terbatas untuk melakukan segala macam pekerjaan. Oleh karena itu pembagian pekerjaan berarti bahwa kegiatan-kegiatan dalam melakukan pekerjaan harus dikhususkan secara sempurna (spesialisasi). Kegiatan-kegiatan itu harus jelas ditentukan dan dikelompokkan agar lebih efektif dalam mencapai tujuan organisasi. 7. Prinsip Jenjang/rentang pengendalian (Principle of span of control) Jenjang/rentang pengendalian artinya bahwa jumlah bawahan yang harus dikendalikan oleh seseorang atasan perlu secara rasional. Oleh karena itu tingkat-tingkat kewenangan harus dibatasi seminimal mungkin, agar biaya overhead dapat ditekan serendah mungkin. Sesuai degan bentuk dan tipe organisasi, maka rentang/jenjang pengendalian (span of control), terdiri atas: a. Rentang pengendalian yang sempit, yaitu apabila jumlah bawahan yang harus dikendalikan itu relatif kecil (4-8 orang). b. Rentang pengendalian yang luas, yaitu apabila jumlah bawahan yang dikendalikan oleh seorang atasan relatif besar (8-15 orang). 8. Prinsip fungsional (Principle of functional definitional) Bahwa seorang dalam organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja serta tanggung jawabnya dalam melaksanakan tercapainya tujuan organisasi. 9. Prinsip Pemisahan (Principle of Separation) Bahwa beban tugas pekerjaan seorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain. 10. Prinsip Keseimbangan (Principle of Balance) Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Keseimbangan antara beban tugas pekerjaan dengan fungsi-fungsi manager. Dalam prakteknya keseimbangan itu mungkin terjadi pada bidang-bidang tertentu. Misalnya: pada struktur organisasi, yaitu apabila jenjang/rentang pengendalian (span of control) tidak efisien, karena komunikasi yang luas tidak juga efisien dan sebagainya. 11. Prinsip Fleksibilitas (Principle of flexibility) Sesuatu pertumbuhan dan perkembangan organisasi harus disesuaikan dengan perubahan dan dinamika organisasi itu, sebab kalau tidak dapat menyesuaikan maka organisasi itu tidak dapat memenuhi tujuannya. Oleh karena itu diperlukan reorganisasi, karena mungkin perubahan pimpinannya, perubahan penggunaan metode dan prosedurnya (penggantian mesin baru), mungkin juga tidak sesuai lagi dengan tugasnya, sehingga harus disesuaikan dengan tugasnya yang baru. 12. Prinsip Kepemimpinan (Principle of leadership facilitation) Sekalipun susunan organisasi telah ditetapkan, wewenang telah dilimpahkan kepada para manager untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, tetapi lebih daripada itu diperlukan adanya kemampuan kepemimpinan. Pengorganisasian adalah teknik peningkatan daripada kepemimpinan, karena dapat menciptakan situasi, dimana manager dapat memimpin ke arah yang lebih efektif. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Organisasi adalah sarana/alat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu dikatakan organisasi adalah wadah (wahana) kegiatan daripada orang-orang yang bekerjasama dalam usahanya mencapai tujuan. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, hubungan dan tata kerjanya. Pengertian yang demikian disebut Organisasi yang bersifat "statis", karena sekedar hanya melihat kepada strukturnya. Disamping itu terdapat pengertian Organisasi yang bersifat "dinamis". Dalam pengertian ini Organisasi dilihat daripada sudut dinamikanya, aktivitas/tindakan daripada tata hubungan yang terjadi dalam organisasi itu, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal. Konsepsi dan prinsip daripada organisasi (The Concept and the Principles of Organization) adalah sebagai berikut: 1. Prinsip bahwa organisasi harus mempunyai tujuan yang jelas (to define clearly the objective of the organization). 2. Prinsip skala hirarki (the scalar principle). 3. Prinsip Kesatuan Perintah/Komando (Principle of Unity Command). 4. Prinsip pelimpahan wewenang (Principle of delegation of authority). 5. Prinsip daripada pertanggungjawaban (Principles of Responsibility). 6. Prinsip Pembagian Pekerjaan (Principle of Division of Work). 7. Prinsip Jenjang/rentang pengendalian (Principle of span of control). 8. Prinsip fungsional (Principle of functional definitional). 9. Prinsip Pemisahan (Principle of Separation). 10. Prinsip Keseimbangan (Principle of Balance). 11. Prinsip Fleksibilitas (Principle of flexibility). 12. Prinsip Kepemimpinan (Principle of leadership facilitation). B. Saran Dengan mengetahui tentang definisi dan prinsip organisasi diharapkan mahasiswa dapat menerapkan prinsip organisasi dalam kehidupan sehari-hari. Penulisan makalah ini pun tidak sempurna karena masih banyak kekurangannya. Maka dari itu penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun. |
MAKALAH LATAR BELAKANG SEJARAH ORANG TIONGHOA DAN PROSPEK PENYELESAIAN MASALAH TIONGHOA DI INDONESIA Posted: 29 Jan 2013 07:04 PM PST BAB I PENDAHULUAN Dengan arus globalisasi yang makin luas cakupannya, dalam penetrasinya, dan instan kecepatannya, setiap negara bukan saja menghadapi potensi ledakan pluralisme dari dalam, melainkan juga tekanan keragaman dari luar. Memasuki awal milenium baru terjadi berbagai perubahan yang cepat, dinamis, dan mendasar dalam tata pergaulan dan kehidupan antarbangsa dan masyarakat. Pergeseran dari rezim otoritarian menuju demokrasi di Indonesia membawa kabar baik sekaligus potensi ancaman dari menguatnya politik identitas dengan ekspresi kekerasan yang menyertainya. Betapa tidak, pintu masuk menuju demokratisasi ini dimulai dengan aksi kekerasan terhadap keturunan Tionghoa (1998/1999). Kekerasan ini tidak berdiri sendiri, karena segera disusul oleh serangkaian kekerasan negara dan masyarakat terutama di Papua, Timor-Timur, Kalimantan Barat, Maluku dan Jawa Timur. Era Reformasi telah menghadirkan jejak raksasa terhadap proses integrasi keturunan Tionghoa dalam rumah kebangsaan Indonesia. Hal itu ditandai oleh dikeluarkannya Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No. 12/2006. Undang-udang ini sangat monumental karena secara legal formal, seperti tertuang dalam pasal 4, mengakui hak kewarganegaraan bagi siapa saja yang lahir di Indonesia tanpa perlu surat bukti kewarganegaraan. Dengan Undang-undang ini, orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa secara legal formal bukan lagi warga negara kelas dua, yang diperlakukan sebagai tamu yang dicurigai di rumah kebangsaan. Tinggal masalahnya, bagaimana mendekatkan pengakuan legal ini dengan pengakuan aktual dalam realitas kehidupan sehari hari. BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Tionghoa di Indonesia Untuk dapat menganalisa prospek penyelesaian 'masalah' Tionghoa di Indonesia, sangat perlu adanya pemahaman yang dalam dan luas tentang sejarah orang Tionghoa di Indonesia. Akan disampaikan tentang tahap-tahap perjalanan sejarah orang Tionghoa di Indonesia yaitu : a. Masa sebelum datangnya kekuatan Kolonialisme Barat (Belanda) ke Nusantara Pada periode ini, ada 2 (dua) hal penting yang dapat dicatat, yaitu : 1. Membawa dan memperkenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Diperkenalkan dan disebarluaskannya agama Islam di Pulau Jawa. b. Jaman Kolonial Belanda Melalui politik Devide et Impera, yang dimantapkan dengan Peraturan Pemerintah yang membeda-bedakan penggolongan masyarakat Hindia Belanda, menjadikan hubungan antara etnis Tionghoa dengan penduduk setempat semakin memburuk (mengadu domba kedua golongan tersebut). Sadar atau tidak sadar, politik kolonial ini diambil alih dan diteruskan pada kebijakan-kebijakan pemerintah kita selanjutnya. c. Jaman Pendudukan Jepang 1941 - 1945 Setelah satu tahun sejak masa pendudukan Jepang, Jepang menyadari bahwa : 1. Perlu melalui orang Tionghoa, dengan menggunakan bahasa kanji, untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat umum. 2. Perlu orang-orang Tionghoa untuk menggerakkan kembali ekonomi perang Jepang di Indonesia. Penguasa Jepang membuat politik reunifikasi seluruh orang Tionghoa, antara lain dengan jalan mewajibkan semua orang Tionghoa, yang dulunya berpendidikan barat, harus kembali belajar bahasa Mandarin. 3. Jepang membentuk organisasi tunggal di kalangan orang-orang Tionghoa, dengan nama 'Hwa Chiao Chung Hui'. d. Jaman Revolusi s/d Indonesia Merdeka Dibagi menjadi 4 (empat) sub periode, yaitu : 1. Jaman Revolusi Pertahankan Kemerdekaan 1945-1949. Banyak orang Tionghoa yang mendukung Revolusi Indonesia dan aktif terjun di dalam gerakan perjuangan, disamping ada juga yang memihak kepada Kolonial Belanda. Banyak terjadi kerusuhan anti Tionghoa, berupa perampokan, pembakaran, pemerkosaan dan pembunuhan oleh Extreemist diberbagai tempat, terutama di Jawa dan Sumatera. 2. Jaman Kepemimpinan Presiden Soekarno 1950-1965 Dalam bidang Politik, orang Tionghoa mempunyai kedudukan yang sama dengan orang Indonesia pada umumnya, sehingga banyak orang Tionghoa duduk dalam Parpol, DPR, bahkan dalam pemerintahan sebagai Menteri. Tetapi, dalam bidang ekonomi banyak terjadi usaha-usaha diskriminasi, misalnya dibentuknya : Group Benteng, Gerakan Asa'ad, PP10, Kerusuhan Mei di Bandung (Jawa Barat), dll. 3. Jaman Kepemimpinan Presiden Suharto 1965-1998 Dalam bidang politik, orang Tionghoa disingkirkan sama sekali dari kemungkinan bergiat dalam bidang politik. Sebaliknya dalam bidang Ekonomi, karena keperluan menggerakkan investasi umumnya, orang-orang Tionghoa digunakan dan dimanfaatkan yang berakhir terwujudnya Konglomerasi. 4. Era Reformasi Sejak kekuasaan Suharto tumbang di tahun 1998, dalam jangka waktu 7 (tujuh) tahun era reformasi ini, terjadi banyak perubahan- menuju kemajuan-kemajuan. 3 (tiga) pilar utama untuk menyangga eksistensi orang-orang Tionghoa di Indonesia yaitu : a) Organisasi-Organisasi ke-Tionghoa-an. b) Koran-Koran berbahasa Mandarin. c) Sekolah-sekolah yang juga mengajarkan bahasa Mandarin, mulai tumbuh kembali. B. Prospek Penyelesaian Masalah Tionghoa di Indonesia Menghadapi warisan panjang sejarah marjinalisasi politik dan dekulturisasi etnis Tionghoa, Pemerintah Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Canada. Pertama, model pluralis bisa diadopsi, setidaknya untuk sementara waktu, yang memberi kemungkinan bagi etnis Tionghoa untuk mengekspresikan identitas kulturalnya di ruang publik. Ruang publik harus terbuka bagi partisipasi keturunan Tionghoa dalam pendidikan, politik dan jabatan publik. Dengan prakondisi seperti itu, model kosmopolitan bisa didorong bersamaan dengan mencairnya sekat-sekat etno-kultural. Dalam pada itu, upaya negara untuk memberi ruang bagi koeksistensi dengan kesetaraan hak bagi berbagai kelompok etnis, budaya dan agama juga tidak boleh dibayar oleh ongkos yang mahal berupa fragmentasi masyarakat. Oleh karena itu, setiap kelompok dituntut untuk memiliki komitmen kebangsaan dengan menjunjung tinggi konsensus nasional seperti yang tertuang dalam Pancasila dan konstitusi negara, serta unsur-unsur pemersatu bangsa lainnya, seperti bahasa Indonesia. Dalam kaitan dengan itu, masing-masing komunitas bangsa, khususnya etnis Tionghoa, dituntut untuk melakukan mawas diri seraya berjuang berpartisipasi aktif dalam urusan-urusan bersama kebangsaan. Partisipasi ini tidak hanya terbatas pada sektor ekonomi, melainkan juga pada segi-segi budaya, pendidikan, politik, hukum dan pergaulan lintas-kultural; bergotong-royong bersama berbagai komponen bangsa lainnya dalam rangka membangun masa depan Indonesia yang lebih baik. Seiring dengan itu, kesenjangan ekonomi yang kerap menyimpan benih sentimen etnis harus diatasi oleh negara dengan mengembangkan negara kesejahteraan yang berkhidmat bagi kepentingan rakyat banyak. Affirmative action bisa saja diberlakukan dengan catatan tidak berlandaskan pada perbedaan kelompok etnis atau agama, melainkan bagi siapa saja yang mengalami nasib kurang beruntung. BAB III PENUTUP Dari analisa tentang sejarah masa lalu itu, dikembangkan konsep penyelesaian 'masalah' Tionghoa di Indonesia untuk masa-masa datang. Untuk itu perlu disampaikan Visi, Misi dan Program dasar dari sebuah organisasi Indonesia Tionghoa yang bersifat 'Nation Wide', menyangkut masalah-masalah ini. Demi keberhasilan pembangunan kembali sebuah Indonesia baru, sangatlah perlu orang-orang Indonesia Tionghoa ini di-ikutsertakan dengan prinsip-prinsip yang adil dan bijaksana, baik dalam bidang pembangunan ekonomi maupun dalam bidang pembangunan politik Indonesia. Khususnya dalam bidang Ekonomi, kami berpesan kepada orang-orang Indonesia Tionghoa, bahwa adalah kepentingan kita sendiri dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia, kita harus ikhlas membantu dan mengikutsertakan semua komponen bangsa yang lain, yang ingin berkiprah di dalam bidang Ekonomi. Dan kepada pihak Pemerintah, kami serukan agar supaya ada 1 (satu) sistem Ekonomi Nasional yang kondusif, untuk lebih membuka pemerataan peluang berusaha bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini adalah dalam rangka memperkokoh kekompakan seluruh komponen bangsa. Demikian pula di dalam bidang Politik, kami serukan kepada orang Indonesia Tionghoa untuk tidak ragu-ragu mengambil peranan dalam peri kehidupan berpolitik sesuai dengan tingkat kesadaran dan kesiapan masing-masing. Memahami Politik dan menaruh minat serta concern tentang kehidupan Politik, tidak usah berarti turut menyelenggarakan kegiatan Politik Praktis. Memahami Politik adalah kewajiban setiap warga negara untuk dapat turut memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa. DAFTAR PUSTAKA Drs. Eddie Lembong, Seminar Reposisi Peranan Tionghoa Indonesia Bagi Pembangunan Negara Dalam Era Reformasi Dan Otonomi Daerah, Jakarta. 2002. Kymlicka, W. Three Forms of Group-Differentiated Citizenship in Canada, dalam Democracy and Difference: Contesting the Boundaries of the Political, ed. S. Benhabib, Princeton University Press, New Jersey. 1996. |
You are subscribed to email updates from gudang makalah, skripsi dan tesis To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Post a Comment