download makalah, skripsi, tesis dll. | TUGAS KAMPUS

Forum MT5 (1 Post = 0.2$ )

download makalah, skripsi, tesis dll.

download makalah, skripsi, tesis dll.


SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI DALAM PEMBELAJARAN SAINS MELALUI METODE DISCOVERY-INQUIRY

Posted: 16 Jul 2013 07:04 PM PDT

(KODE : PTK-0123) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI DALAM PEMBELAJARAN SAINS MELALUI METODE DISCOVERY-INQUIRY (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Usia dini berada pada masa peka dalam pertumbuhan, yaitu masa yang tepat untuk meletakkan dasar pertama dalam pengembangan aspek-aspek perkembangan (Depdiknas, 2004). Pada periode ini proses perkembangan sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya, maka untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan dilakukan pada usia dini.
Salah satu bentuk lembaga pendidikan yang menangani anak usia dini yaitu Taman Kanak-kanak (TK). Ruang lingkup program kegiatan belajar di TK dalam Standar Kompetensi Pendidikan Anak Usia Dini-TK dan RA (Depdiknas, 2003) meliputi aspek-aspek perkembangan anak dengan dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan (meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, serta pengembangan sosial, emosional dan kemandirian) dan bidang pengembangan kemampuan dasar (meliputi pengembangan kemampuan berbahasa, kognitif, fisik-motorik, dan seni). Apabila pada anak usia TK tidak memperoleh rangsangan yang dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangannya sesuai dengan tujuan program pembelajaran TK tersebut, maka akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Pendidikan pada tataran kedua setelah pendidikan di keluarga yang tidak kalah penting adalah pendidikan prasekolah selanjutnya pendidikan di sekolah. Sehingga orangtua dan guru perlu dituntut untuk memperhatikan dan memperlakukan anak secara khusus dan individual karena perkembangan kemampuan tidak dapat mencapai tahap optimal apabila proses perkembangannya tidak dituntut dan didesain secara sistematis juga memperhatikan karakteristik anak usia dini yang sangat bervariasi baik dalam kecakapan, sikap maupun minat-minatnya (Brenner dalam Solehuddin, 1997).
Pendidikan TK bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak secara terpadu, maka pendidikan juga memiliki tugas untuk dapat mengembangkan potensi kreatif anak (Rachmawati, dan Kurniati, 2005). Upaya yang dilakukan pendidikan TK untuk merangsang kreativitas anak di usia dini sangatlah penting. Seperti yang dipaparkan oleh Sumiyati (2009) kreativitas anak bukanlah produk instan melainkan proses pembelajaran yang terus-menerus dan dimulai sedini mungkin, dan untuk memunculkan anak yang kreatif kita harus menggali kreativitas anak sejak dini.
Dalam upaya menggali dan mengembangkan potensi kreatif sejak dini maka anak senantiasa membutuhkan aktivitas yang penuh dengan ide-ide kreatif (Rachmawati, dan Kurniati, 2005). Berbagai kegiatan dapat berkontribusi dalam upaya tersebut, seperti juga dengan kegiatan sains untuk anak usia dini. Hasil penelitian Susanti juga menunjukkan bahwa kreativitas dapat meningkat melalui pembelajaran sains (Susanti, 2008). Pengembangan aspek sains pada anak dapat mengundang dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi serta merangsang anak untuk memunculkan pertanyaan yang tak terduga sebagai wujud dari berfikir dan belajar kreatif yang nyata (Nugraha, 2008).
Bila dihubungkan dengan kedudukan sains yang menjunjung tinggi "keaslian-orisinalitas", maka kreativitas sesungguhnya merupakan tujuan alamiah dalam suatu pendidikan sains (Nugraha, 2008). Pendidikan sains diarahkan untuk "mencari tahu" dan "berbuat" sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas 2005). Oleh karena itu, metode yang diterapkan dalam pembelajaran sains adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung.
Namun pada saat ini, ada beberapa permasalahan dalam pendidikan anak usia dini yang berkaitan dengan pengembangan kreativitas. Orang tua yang bermaksud baik dengan dalih menanamkan disiplin dan kepatuhan, tidak memberi kesempatan kreativitas anak untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu masih ada kecenderungan orangtua pada pendidikan di instansi pendidikan anak usia dini seperti TK yang menginginkan anak belajar hal-hal akademis sebagai tuntutan agar anaknya lebih unggul dengan persiapan dini. Orangtua menuntut dengan mempertanyakan dan memprotes kegiatan yang dilakukan anak di TK yang hanya diajarkan menggambar, mewarnai, menggunting, tidak diajarkan membaca-menulis-berhitung, tanpa mereka ketahui ada beberapa aspek pengembangan harus distimulasi agar dapat berkembang baik pada anak usia TK yang jauh lebih penting dan dibutuhkan ketimbang diajarkan calistung (dalam Fatimah, 2010).
Begitupun dalam pelaksanaan pembelajaran kegiatan sains yang diyakini dapat meningkatkan kreativitas anak masih memiliki hambatan, seperti dalam penggunaan metode secara tepat untuk anak usia dini yang masih belum merangsang kreativitas anak dan pembelajaran cenderung masih berpusat pada guru. Seperti hasil penemuan Yossi (dalam Susanti, 2009) menjelaskan bahwa guru masih kurang memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan ide dan gagasan secara variatif dan original, sehingga jawaban yang dihasilkan anak cenderung sama. Dari permasalahan tersebut sama dengan ungkapan Semiawan (2007) yaitu ketika guru yang memberikan pertanyaan yang menuntut banyak jawaban tapi menganggap salah jawaban anak yang tidak sesuai dengan keinginan guru maka sikap guru ini mengunci kreativitas anak. 
Senada dengan sebagian permasalahan-permasalahan tersebut, hasil observasi yang dilakukan pada kelompok B di TK X untuk dapat mengembangkan kreativitas anak dengan optimal dalam pembelajaran sains, dalam pemilihan kegiatan dengan metode yang menarik bagi anak, dapat lebih dikembangkan lagi dengan memanfaatkan fasilitas lingkungan sekolah yang cukup menunjang. Pembelajaran sains di TK masih menekankan pada tujuan pengembangan produk atau hasil karya dari anak yang berupa prestasi akademik anak didik yang mengedepankan potensi kecerdasan anak didik. Aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran masih berpusat pada guru. Kegiatan sains yang seharusnya bisa memfasilitasi dan mengembangkan sikap ilmiah anak seperti yang dipaparkan Nugraha (2008) yaitu sikap rasa ingin tahu anak, tekun, kritis, berhati-hati, bertanggungjawab, bekerjasama, mandiri, serta membantu melatih anak untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, dengan sikap-sikap tersebut dapat meningkatkan perkembangan kreativitas anak merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh TK X ini.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya, sudah saatnya guru dan orangtua memfasilitasi peserta didiknya agar berhasil menjadi anak yang kreatif. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kreativitas anak dalam pembelajaran sains melalui penggunaan metode pembelajaran sains yang dalam proses pembelajarannya didasarkan oleh aktivitas langsung atau pengalaman langsung (hands on experience) , dimana anak diberikan kesempatan untuk bereksplorasi yaitu metode discovery-inquiry. Metode ini merupakan metode penemuan yang cara penyajian pelajarannya banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental, dalam rangka penemuannya banyak menuntut aktifitas berpikir dan bahkan tidak jarang pula menuntut aktifitas fisik (Dharmawan, 2008).
Discovery-Inquiry berasal dari keyakinan bahwa siswa memiliki kebebasan untuk belajar (Amien dalam Sulistyastuti, 2009). Dalam metode pembelajaran ini keinginan anak dapat dipergunakan karena Inquiry akan membantu anak mengembangkan keterampilan berpikirnya seperti dalam mengajukan pertanyaan dan menemukan (mencari) jawaban yang berawal dari keingintahuan anak. Hal ini bisa menjadi pembelajaran yang menyenangkan, juga dapat membuka intelegensi anak dan mengembangkan kreativitasnya.
Dengan demikian perlu adanya perbaikan dalam pembelajaran sains untuk anak sebagai upaya meningkatkan pengembangan kreativitas anak usia dini di TK. Maka, penelitian ini mencoba untuk melihat sejauh mana penggunaan metode pembelajaran discovery-inquiry sebagai alternatif metode pada pembelajaran sains terhadap peningkatan kreativitas anak usia dini pada kelompok B TK X. Dengan judul MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI DALAM PEMBELAJARAN SAINS MELALUI METODE DISCOVERY-INQUIRY.

B. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah
Proses identifikasi terhadap faktor-faktor yang bisa mempengaruhi permasalahan yang sedang diteliti di lapangan sehingga bisa lebih jelas dan mudah sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, peneliti mengidentifikasi masalah yang ada di lapangan tersebut dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut : 
1. Keterbatasan guru untuk memilih, memahami, dan mempergunakan metode yang tepat dalam pembelajaran sains.
2. Pembelajaran sains di TK masih menekankan pada tujuan pengembangan produk yang berupa hasil karya anak dan prestasi akademik anak didik. Hal ini berarti baru potensi kecerdasan anak didik yang dikedepankan.
3. Proses ilmiah, khususnya kreativitas anak didik belum dikembangkan seoptimal mungkin.
4. Aktivitas guru dan siswa belum optimal, sehingga pembelajaran masih berpusat pada guru.
Dari latar belakang dan identifikasi permasalahan yang ada di lapangan maka perumusan masalah yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : "Apakah metode Discovery-Inquiry dalam pembelajaran sains anak usia dini dapat meningkatkan kreativitas anak ?".
Perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dengan maksud untuk mempermudah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 
1 Bagaimana kondisi objektif kegiatan pembelajaran sains anak kelompok B di TK ?
2 Bagaimana kreativitas anak dalam pembelajaran sains pada kelompok B di TK sebelum diberikan metode Discovery-Inquiry ?
3 Bagaimana implementasi pembelajaran sains dengan metode Discovery-Inquiry dalam meningkatkan kreativitas anak pada kelompok B di TK ?
4 Bagaimana peningkatan kreativitas anak pada kelompok B di TK dalam pembelajaran sains dengan menggunakan metode Discovery-Inquiry ?
5 Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam proses pembelajaran sains dengan menggunakan metode Discovery-Inquiry untuk meningkatkan kreativitas anak kelompok B di TK ?

C. Tujuan penelitian
Dengan adanya rumusan masalah yang telah dipaparkan maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan umum untuk mengetahui pengaruh metode Discovery-Inquiry dalam pembelajaran sains terhadap tingkat aspek perkembangan kreativitas anak usia dini kelompok B di TK. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : 
1. Mengetahui kondisi objektif kegiatan pembelajaran sains pada kelompok B di TK.
2. Untuk mengetahui kreativitas anak dalam pembelajaran sains kelompok B di TK sebelum menggunakan metode Discovery-Inquiry.
3. Mengetahui implementasi pembelajaran sains dengan metode Discovery-Inquiry yang dapat meningkatkan kreativitas anak kelompok B di TK.
4. Untuk mengetahui peningkatan kreativitas anak kelompok B di TK selama menggunakan metode Discovery-Inquiry dalam pembelajaran sains.
5. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran sains dengan menggunakan metode Discovery-Inquiry untuk meningkatkan kreativitas anak kelompok B di TK.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai penggunaan metode Discovery-Inquiry dalam pembelajaran sains untuk anak usia dini terhadap tingkat aspek perkembangan kreativitas anak usia dini. Dan bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini ataupun menjadi bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.
2. Bagi Guru
Memberikan masukan alternatif metode dalam mengenalkan atau mengajarkan sains pada anak usia dini yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak (di dalamnya dapat meningkatkan kreativitas anak usia dini).
3. Bagi Anak Didik
Anak Didik dapat berekspresi kreatif sesuai dengan potensi kreativitasnya, sehingga mengurangi rasa ketakutan untuk berbeda pendapat karena di dalam kreativitas memungkinkan adanya keberagaman, membantu anak memahami konsep sains sederhana, membantu anak memecahkan suatu masalah sederhana, dan membantu anak mengelompokkan benda menurut ciri-cirinya.
4. Yayasan Lembaga Pendidikan Taman Kanak-kanak
Penelitian Tindakan Kelas ini merupakan aset penting, karena hal ini dalam rangka meningkatkan kreativitas anak dan sebagai acuan jika akan melakukan kegiatan sejenis.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK ANAK MELALUI METODE BERCERITA

Posted: 16 Jul 2013 07:01 PM PDT

(KODE : PTK-0122) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK ANAK MELALUI METODE BERCERITA (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Tarigan (1994 : 2) menyebutkan bahwa keterampilan berbahasa mencakup empat segi, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak merupakan keterampilan berbahasa awal yang dikuasai manusia dan dasar bagi keterampilan berbahasa lain. Pada awal kehidupan manusia lebih dulu belajar menyimak, kemudian berbicara, membaca, dan menulis. Penguasaan keterampilan menyimak akan berpengaruh pada keterampilan berbahasa lain.
Dalam pengembangan kemampuan berbahasa diarahkan untuk meningkatkan perkembangan keterampilan berbicara, mendengar, membaca dan menulis. Pada usia TK keterampilan anak masih terbatas untuk memahami bahasa dari pandangan orang lain. Akselerasi perkembangan bahasa anak terjadi sebagai hasil perkembangan fungsi simbolis (Hetherington dalam Moeslichatoen, 2004 : 18). Jika pengembangan simbol bahasa telah berkembang maka hal ini memungkinkan anak memperluas kemampuan memecahkan persoalan yang dihadapi dan memungkinkan anak belajar dari bahasa ucapan orang lain. Semakin banyak dan sering menyimak kosakata, pola-pola kalimat, intonasi, dan sebagainya maka semakin berkembang pula keterampilan berbicara. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila para ahli menyimpulkan, menyimak merupakan dasar daripada keterampilan bahasa lainnya (Tarigan dan Tarigan, 1987 : 48).
Menyimak sebagai salah satu kegiatan berbahasa merupakan keterampilan yang cukup mendasar dalam aktivitas berkomunikasi. Dalam kehidupan, manusia selalu dituntut untuk menyimak, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Oleh sebab itu, menyimak lebih banyak daripada kegiatan berbahasa lain yaitu berbicara, membaca, dan menulis. Hal ini dibuktikan oleh Wilga W. River (Sutari, dkk 1997 : 8) kebanyakan orang dewasa menggunakan 45% waktunya untuk menyimak, 30% untuk berbicara, 16% untuk membaca, dan hanya 9% saja untuk menulis. Berdasarkan kenyataan di atas maka jelas bahwa keterampilan menyimak harus dibina dan ditingkatkan karena sangat penting di lingkungan pendidikan.
Keterampilan menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi. Untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta makna komunikasi yang hendak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 1994 : 28).
Berdasarkan hasil pengamatan awal di Kelompok Bermain X, ditemukan permasalahan dalam perkembangan bahasa yaitu masih rendahnya kemampuan dalam menyimak anak. Anak tidak memperhatikan dan mendengarkan guru saat memberikan materi pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak berjalan optimal. Pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran, beberapa anak ada yang bermain mandi bola, mengobrol dengan temannya atau tidak memperhatikan ibu guru dengan memainkan tangan atau kakinya. Selain itu kegiatan yang dilakukan lebih kepada pemberian tugas seperti mewarnai, menempel dan sebagainya, sementara latihan untuk menyimak tidak dikembangkan. Setelah melakukan refleksi awal dengan guru kelas, disepakati sebagai solusi untuk meningkatkan keterampilan menyimak anak di Kelompok Bermain X adalah menggunakan metode bercerita.
Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode di pilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan. Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan (Moeslichatoen, 1999 : 157). Apabila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian dan dapat menangkap isi cerita. Melalui cerita pun anak memperoleh manfaat antara lain : mengasah daya imajinasi, mengembangkan kemampuan berbahasa, mengembangkan aspek sosial, mengembangkan aspek moral, mengembangkan aspek emosi, menumbuhkan semangat berprestasi dan melatih konsentrasi anak.
Utami (2011) dalam penelitiannya mengatakan bahwa melalui metode bercerita keterampilan menyimak anak meningkat. Anak terlihat lebih aktif, senang, tertarik, dan antusias dengan pembelajaran yang dilaksanakan, sehingga anak dapat memahami materi yang diberikan dan tugas yang diberikan oleh guru dapat diselesaikan dengan baik.
Berdasarkan pentingnya hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian tersebut menunjukkan upaya meningkatkan keterampilan menyimak anak strategis untuk dilaksanakan. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai "MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK ANAK USIA DINI MELALUI METODE BERCERITA".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas peneliti mengungkapkan permasalahan yang muncul untuk dikaji antara lain : 
1. Bagaimanakah keterampilan menyimak anak sebelum diterapkan metode bercerita di Kelompok Bermain X ?
2. Bagaimanakah implementasi penggunaan metode bercerita untuk meningkatkan keterampilan menyimak anak di Kelompok Bermain X ?
3. Bagaimanakah keterampilan menyimak anak setelah diterapkan metode bercerita di Kelompok Bermain X ?

C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : 
1. Untuk memperoleh gambaran tentang keterampilan menyimak anak sebelum diberi tindakan berupa penggunaan metode bercerita di Kelompok Bermain X.
2. Untuk memperoleh gambaran tentang penggunaan metode bercerita dalam meningkatkan keterampilan menyimak anak di Kelompok Bermain X.
3. Untuk memperoleh gambaran tentang keterampilan menyimak anak setelah diberi tindakan berupa penggunaan metode bercerita di Kelompok Bermain X.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi semua orang yang berkepentingan, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 
1. Manfaat Teoritis
Bagi bidang keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk meningkatkan perkembangan keterampilan menyimak anak melalui metode bercerita.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, diharapkan dapat menambahkan wawasan serta memberikan pengetahuan dalam upaya meningkatkan keterampilan menyimak anak melalui metode bercerita.
b. Bagi anak, diharapkan dapat membantu meningkatkan keterampilan menyimak sehingga dapat memberikan pengalaman dalam pergaulan di sekolah, keluarga maupun masyarakat.
c. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengembangan keterampilan menyimak anak usia dini, yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PRA MEMBACA ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI MEDIA CD INTERAKTIF

Posted: 16 Jul 2013 06:59 PM PDT

(KODE : PTK-0121) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PRA MEMBACA ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI MEDIA CD INTERAKTIF (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam rentang kehidupan manusia, memiliki peran yang strategis. Manusia melalui usaha sadarnya berupaya untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki guna terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai bagian dari pendidikan, berupaya melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang diharapkan mampu mewujudkan hal tersebut. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 14 mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
Pembinaan yang dimaksud yakni pemberian stimulasi berbagai informasi baik dari segi afeksi, psikomotor maupun kognitif. Ketiga aspek perkembangan tersebut tidak boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir logis dan pemecahan masalah, sementara aspek afeksi berkaitan dengan sikap dan moral, dan aspek psikomotor berkaitan dengan koordinasi fisik anak. Kemampuan anak untuk berpikir logis dan memecahkan masalah di kehidupan sehari-harinya dapat berjalan sesuai dengan norma dan sikap yang berlaku di dalam masyarakat. Cara anak untuk menyelesaikan masalah tersebut merupakan kemampuan kognitifnya yang juga dikaitkan dengan afeksinya. Keduanya akan berjalan baik jika ditunjang dengan fisik yang optimal. Kemampuan fisik yang kurang optimal tidak dapat memungkinkan penyelesaian masalah dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan peraturan tersebut, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berperan sebagai peletak dasar stimulus bagi pengembangan potensi seorang manusia.
Lebih lanjut undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 mengatur mengenai bentuk layanan PAUD. Pendidikan Anak Usia Dini terbagi menjadi 3 layanan yakni PAUD formal seperti TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat; kemudian PAUD Nonformal seperti kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau bentuk lain yang sederajat; serta PAUD Informal seperti pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan tempat tinggal. Bentuk PAUD formal seperti TK dan RA adalah bentuk layanan yang ditujukan bagi anak usia 4-6 tahun. PAUD formal tersebut memiliki kurikulum yang mengacu pada standar pemerintah pusat dan juga dapat dikolaborasikan dengan kurikulum khas lembaga tersebut. PAUD Informal juga memiliki kurikulum yang disusun oleh standar pemerintah pusat namun juga dapat dikolaborasikan dengan kurikulum khas lembaga. Penggabungan kurikulum pusat dan kurikulum khas merupakan salah satu bentuk pengembangan wawasan sekolah terhadap perkembangan pembelajaran yang terjadi saat itu. Pada tahun 2009 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Nomor 58 mengeluarkan Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Standar tersebut berisi pedoman penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini.
Peraturan tersebut berisi standar tingkat pencapaian perkembangan; standar isi, proses dan penilaian; standar pendidik dan tenaga kependidikan; serta standar sarana dan prasarana. Keempat standar tersebut, telah memiliki aturan baku yang seyogyanya diimplementasikan dalam pendidikan anak usia dini.
Standar isi, proses, dan penilaian memaparkan hal-hal terkait perencanaan pembelajaran, muatan pembelajaran, proses pelaksanaan, hingga penilaian pembelajaran yang diimplementasikan dalam sebuah kurikulum. Standar pendidik dan tenaga kependidikan mengatur hal-hal terkait sumber daya manusia yang terlibat di lembaga PAUD, seperti guru, kepala sekolah, petugas administrasi, serta pihak-pihak yang terlibat di dalam sebuah kepengurusan lembaga PAUD. Standar sarana dan prasarana mengatur mengenai standar fasilitas yang dimiliki oleh lembaga PAUD. Sementara standar tingkat pencapaian perkembangan mengatur mengenai tahapan-tahapan perkembangan yang diharapkan mampu dicapai oleh anak usia dini dalam rentang usia tertentu. Keempat standar tersebut saling berintegrasi satu sama lain membentuk sistem lembaga PAUD yang diharapkan mampu melayani anak usia dini dalam mencapai perkembangan optimalnya.
Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai salah satu bentuk layanan PAUD Formal, yakni taman kanak-kanak. Seperti yang dikutip dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 Pasal 1 Ayat 4 :
"Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun".
Taman kanak-kanak merupakan jenjang pendidikan dasar yang mampu diharapkan menjadi peletak dasar bagi jenjang pendidikan selanjutnya. Froebel (Sujiono, 2009) merupakan pencetus istilah Kindergarten atau Taman Kanak-kanak. Menurutnya sistem Kindergarten diperuntukkan bagi anak usia 3 sampai 7 tahun. Froebel menggunakan istilah taman sebagai simbol dari pendidikan anak. Hal ini dilatarbelakangi karena perluasan pandangannya terhadap dunia dan pemahamannya tentang hubungan individu, sang pencipta dan alam semesta.
Mengacu kepada standar tingkat pencapaian perkembangan pada peraturan menteri nomor 58 tahun 2009, perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi semua potensi yang dimiliki oleh anak yang diharapkan mampu dicapai oleh anak. Terdapat 5 aspek perkembangan yang diharapkan mampu dicapai oleh anak usia 4-6 tahun (usia taman kanak-kanak) , diantaranya : 
(1) nilai-nilai agama dan moral membahas mengenai kemampuan anak dalam hal pemahaman agama serta nilai-nilai sikap di dalam kehidupan bermasyarakat; (2) Sosial-emosional berkaitan dengan kemampuan rasa peka terhadap teman-teman dan keluarga serta masyarakat sekitar; (3) Bahasa berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, bercerita serta mengenal simbol-simbol huruf; (4) Kognitif berkaitan dengan kemampuan mengenal konsep sains, kemampuan berhitung serta konsep-konsep logika sederhana; (5) fisik berkaitan dengan kemampuan menggunakan otot halus dan kasar untuk melakukan sejumlah aktivitas pembelajaran.
Bidang pengembangan kemampuan bahasa memiliki peranan yang penting dalam hal penunjang aktivitas pembelajaran. Anak usia TK membutuhkan bahasa untuk menerima dan mengungkapkan setiap informasi yang diterimanya. Seperti yang kita ketahui bahwa usia 4-6 tahun merupakan masa yang sangat aktif yang dikenal dengan istilah The Golden Age, yakni suatu masa dimana perkembangan otak dalam mengolah informasi berkembang dengan sangat pesat. Anak-anak usia 4-6 tahun, memperoleh pembelajaran melalui aktivitas bermain. Sehingga sangat disayangkan jika mereka tidak berpikir aktif, karena kemampuan berbahasanya yang terganggu. Jean Piaget (Crain, 2007) memaparkan bahwa kemampuan berbahasa sangat berkembang cepat selama tahun-tahun pra operasional awal, sekitar 2-4 tahun. hal inilah yang salah satunya melatarbelakangi peneliti menggunakan subjek penelitian kelompok TK A yang berusia antara 4-5 tahun. peraturan menteri nomor 58 tahun 2009 mendeskripsikan bahwa kemampuan pra membaca merupakan salah satu perkembangan bahasa bidang keaksaraan. Anak-anak diharapkan mampu mengenal huruf abjad secara berurutan, merangkai huruf menjadi suku kata, menghubungkan benda dengan kata, menghubungkan kata dengan simbol yang melambangkannya, serta menceritakan gambar sederhana.
Kemampuan membaca merupakan salah satu tingkat pencapaian perkembangan yang harus dimiliki oleh anak pada aspek perkembangan bahasa. Membaca merupakan hal yang penting untuk dikuasai anak, agar informasi pembelajaran dapat terserap dengan optimal. Departemen Pendidikan Nasional (2007) mendefinisikan membaca sebagai kegiatan yang melibatkan unsur auditif (pendengaran) dan visual (pengamatan). Kemampuan Pra Membaca merupakan kemampuan yang dimiliki anak usia TK sebelum mereka mampu membaca. TK sebagai lembaga PAUD yang satu tingkat berada pada jenjang sebelum pendidikan dasar, diharapkan memberikan stimulasi kemampuan pra membaca pada anak. Pra membaca merupakan kemampuan awal membaca. Anak-anak diminta untuk mengenal huruf, kata dan merangkai kata menjadi kalimat yang sangat sederhana.
Anak TK berada dalam rentang usia 4-6 tahun. Jean Piaget menyebutkan istilah tahapan kognitif pra operasional dalam rentang usia ini (Crain, 2007). Yakni suatu tahapan dimana pikiran anak berkembang cepat ke sebuah tatanan baru, yaitu simbol-simbol (termasuk citraan dan kata-kata) , dengan bentuk pikiran yang tidak sistematis dan tidak logis. Anak-anak dalam tahap ini membutuhkan stimulasi yang sangat kongkrit bagi informasi-informasi yang abstrak, seperti konsep bilangan dan konsep huruf. Teori Jean Piaget mengenai tahapan Pra Operasional mengindikasikan bahwa perubahan cara berpikir anak-anak dari tahap abstrak ke kongkrit membutuhkan stimulasi yang baik agar tidak terjadi kesalahan persepsi antara konsep abstrak dan konsep nyatanya. Piaget lebih lanjut menyarankan bahwa stimulasi informasi tersebut dikemas dalam bentuk yang menyenangkan melalui bentuk permainan. Montessori sependapat dengan pernyataan Piaget tersebut, bahwa anak-anak pada usia 4 tahun telah memasuki periode kepekaan berbahasa (Crain, 2007, p. 113) seperti yang dikutip berikut ini
Ketika memasuki usia empat tahun, anak-anak akan belajar membaca dan menulis dengan antusias. Ini karena mereka masih berada di dalam periode kepekaan umum terhadap bahasa. mereka baru saja menguasai bahasa secara tidak sadar, dan sekarang ingin belajar semua hal tentangnya pada tingkatan yang lebih sadar, dan aktivitas membaca dan menulis mengizinkan mereka melakukan hal ini. Jika sebaliknya, anak harus menunggu sampai umur enam atau tujuh tahun untuk belajar bahasa tertulis seperti biasa dilakukan di sekolah-sekolah, tugas ini akan jadi lebih sulit karena periode kepekaan terhadap bahasa sudah berlalu.
Montessori lebih lanjut juga menyarankan bahwa periode kepekaan berbahasa tersebut perlu distimulasi sejak empat tahun. Bahkan jika anak harus menunggu kematangannya sampai usia enam tahun, akan lebih sulit untuk membaca. Montessori juga sependapat dengan Jean Piaget bahwa implementasinya dalam pembelajaran adalah tidak terlepas dari perkembangan dan pertumbuhan anak usia tersebut, yakni dunia bermain. Cass (1973) dalam Essa (2003) memaparkan pengertian bermain bahwa "It is an activity which is concerned with the whole of his being, not with just one small part of him, and to deny him the right to play is to deny him the right to live and grow". 
Bermain merupakan aktivitas yang menyerupai seluruh hal-hal yang nyata, tidak hanya bagian kecil darinya tapi juga untuk belajar seolah-olah seperti nyata. Melalui bermain, anak-anak diajak seolah-olah sedang mempelajari sesuatu yang nyata untuk mengkonsernkan pemikiran abstraknya. Anak-anak diajak untuk berimajinasi, membayangkan bahkan berperan seperti keadaan nyatanya. Misalnya anak-anak diajak untuk mengimajinasikan simbol huruf I sebagai cacing yang panjang. Atau angka 1 sebagai ular yang sedang berdiri. Konsep huruf I merupakan konsep huruf yang abstrak, sementara cacing sebagai perumpamaannya merupakan bentuk bermainnya. Metode pembelajaran seperti ini membuat anak mengeksplorasi pengetahuannya secara luas agar mendapatkan pengetahuan yang baru. Melalui bermain, anak-anak dapat mengembangkan kesempatannya untuk melatih keterampilan, kemampuan berpikir, kemampuan emosinya, sosialnya dan tentu saja kreativitasnya.
Pada kenyataannya, fungsi Sekolah Dasar (SD) telah beralih fungsi ke TK. Saat ini TK mewajibkan anaknya untuk mampu membaca dengan berbagai cara. Pada dasarnya hal ini tidaklah salah, jika stimulasi membaca dapat diimbangi dengan prinsip-prinsip pembelajaran di TK. Salah satu prinsip pembelajaran di TK yang tertuang dalam Kurikulum TK tahun 2010 adalah berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kemampuan pra membaca merupakan kebutuhan bagi setiap anak. Namun setiap anak tidak dapat diperlakukan sama untuk belajar kemampuan pra membaca. Karena setiap anak berbeda dan unik. Pada kenyataannya yang terjadi di lapangan adalah anak-anak diberikan stimulasi yang sama menggunakan buku, tanpa adanya aspek menyenangkan melalui bentuk permainan. Pada akhirnya masyarakat berpikir bahwa TK adalah lembaga kursus membaca. Padahal esensi TK yakni suatu lembaga yang menstimulasi kemampuan pra membaca. Artinya anak-anak diajak untuk belajar membaca melalui permainan-permainan yang diciptakan untuk menstimulasi kemampuan pra membaca.
Perkembangan teknologi yang semakin berkembang pesat, memiliki relevansi dengan bidang pendidikan. Lembaga setingkat TK juga terkena dampak dari perkembangan teknologi tersebut. Salah satunya adalah prinsip pembelajaran di TK yang mensyaratkan bahwa tanggap terhadap perkembangan teknologi. Berkaitan dengan permasalahan stimulasi perkembangan kemampuan pra membaca, penggunaan CD Interaktif menjadi salah satu media pembelajaran yang efektif untuk digunakan. Melalui kegiatan penggunaan mouse dan tombol-tombol keyboard, anak-anak diajak untuk mengaktifkan koordinasi mata dan tangannya, serta tanggap terhadap simbol-simbol huruf. Media dan materi tidak dapat terlepas satu sama lain, karena keduanya berada dalam sistem pembelajaran. Untuk menyampaikan materi pembelajaran, guru membutuhkan media yang relevan dengan materi yang disampaikan. Di TK X, peneliti menemukan permasalahan tersebut. Tingginya permintaan orangtua anak agar anaknya mampu membaca, membuat guru berpikir untuk menemukan media yang relevan. Peneliti dan guru berkoordinasi untuk menciptakan media yang tidak menghilangkan unsur permainan, namun juga sarat akan informasi pembelajaran pra membaca. Melalui penggunaan CD Interaktif ini, materi pra membaca pada anak usia TK diharapkan mampu tersampaikan tanpa menghilangkan prinsip-prinsip pembelajaran di TK.
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan di sekitar TK X, penggunaan produk Teknologi Informasi dan Komunikasi khususnya Komputer, masih jarang digunakan. Padahal dalam Kurikulum TK tahun 2010 salah satu prinsip pembelajaran di TK adalah tanggap terhadap perkembangan teknologi. Seringkali guru hanya menggunakan media yang bukan berbasis teknologi. Hal ini justru tidak mendidik anak untuk tanggap terhadap perkembangan teknologi. Oleh karena itu, melalui penelitian yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pra Membaca Anak Taman Kanak-kanak Melalui Media CD Interaktif, diharapkan mampu mengatasi masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah
Secara umum rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "bagaimana peningkatan kemampuan pra membaca anak taman kanak-kanak melalui media CD interaktif", secara khusus rumusan masalah tersebut adalah : 
1. Bagaimanakah kondisi kemampuan pra membaca anak TK X saat ini ?
2. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pra membaca anak TK X ?
3. Bagaimanakah proses pembelajaran pra membaca anak TK X setelah menggunakan CD Interaktif ?
4. Bagaimanakah tingkat pencapaian kemampuan pra membaca anak TK X melalui media CD Interaktif ?

C. Tujuan Penelitian
Secara khusus tujuan penulisan tersebut adalah : 
1. Mengetahui kondisi kemampuan pra membaca anak TK X saat ini
2. Mengetahui perencanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pra membaca anak TK X
3. Mengetahui proses pembelajaran pra membaca anak TK X setelah menggunakan CD Interaktif
4. Mengetahui tingkat pencapaian kemampuan pra membaca anak TK X melalui media CD Interaktif

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai produk nyata gagasan berupa penelitian dalam keilmuan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan tentang penggunaan CD interaktif dalam meningkatkan mutu pembelajaran khususnya di Taman Kanak-kanak.
b. Memberikan kontribusi berupa produk CD interaktif, sebagai produk nyata penerapan teknologi komputer di Taman Kanak-kanak.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi tentang penggunaan CD interaktif sebagai media dalam meningkatkan kemampuan pra membaca di Taman Kanak-kanak
b. Menambah wawasan peneliti dan guru dalam menerapkan teknologi komputer di Taman Kanak-kanak
c. Memberikan alternatif pemecahan masalah berkaitan dengan stimulus kemampuan pra membaca pada anak usia Taman Kanak-kanak

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK PADA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO KASET CERITA

Posted: 16 Jul 2013 06:56 PM PDT

(KODE : PTK-0120) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK PADA ANAK USIA DINI MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO KASET CERITA (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat bersosialisasi, bahasa juga merupakan suatu cara merespon orang lain. Bromley (Dhieni, 2011 : 1.11) mendefinisikan bahasa adalah sebagai sistem simbol yang teratur untuk mentransfer berbagai ide maupun informasi yang terdiri simbol-simbol visual maupun verbal. Simbol visual tersebut dapat dilihat, ditulis, dan dibaca. Sedangkan simbol verbal dengan diucap dan didengar. Bromley (Dhieni, 2011 : 1.11) menyebutkan bahwa : 
pada awal kehidupan manusia lebih dulu belajar menyimak, setelah itu belajar berbicara, kemudian membaca, dan menulis. Perkembangan berbicara pada anak berawal dari membeo maupun menggumam. Ketika anak tumbuh dan berkembang, maka akan terjadi perubahan dan peningkatan dalam hal kualitas maupun kuantitas produk bahasanya.
Berdasarkan pendapat tersebut maka kemampuan menyimak merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang seharusnya dikembangkan pada anak usia dini. Kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan-kemampuan berbahasa lainnya seperti kemampuan menyimak dipadukan dengan kemampuan berbicara, adalah mengungkapkan kembali isi cerita. Pada anak usia dini (4-6 tahun) kemampuan berbahasa yang paling umum dan efektif dilakukan adalah kemampuan berbicara, hal ini sesuai dengan karakteristik umum kemampuan bahasa anak pada usia tersebut. Belajar berbicara dapat dilakukan anak dengan bantuan orang tuanya atau orang dewasa yang berada di sekitarnya, melalui percakapan, dengan bercakap-cakap anak mendapatkan pengalaman dan meningkatkan pengetahuannya serta mengembangkan bahasanya. Pemerolehan bahasa seorang anak juga berawal dari menyimak ucapan di lingkungan keluarga. Bila seorang anak sering mendengarkan atau dilatih untuk selalu mendengarkan cerita di masa awal kehidupannya, maka perkembangan bahasa dan kosa kata anak akan berkembang dengan sangat baik. Skinner dalam (Dhieni, 2009 : 2.9) berpendapat bahwa perkembangan bahasa seorang anak tidak diperoleh dengan begitu saja, tetapi melalui imitasi rangsangan yang diberikan oleh lingkungan terdekat anak, yaitu orang tua, maka kewajiban orang tua dan orang dewasa lainnya yang berada di dekat anak untuk memberikan rangsangan berbahasa anak salah satunya dengan membacakan cerita atau memperdengarkan cerita pada anak.
Tampubolon (1991 : 50) menyatakan bahwa bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak, dengan demikian fungsi dari kegiatan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah membantu perkembangan bahasa anak. Dengan bercerita melatih pendengaran anak yang difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan bicara, dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahapan perkembangannya, selanjutnya anak dapat mengekspresikannya melalui bernyanyi, bersyair, menulis, ataupun menggambar. Salah satu cara melatih pendengaran dan menumbuhkan minta anak dalam bercerita, diantaranya dengan menggunakan media audio kaset cerita, dimana anak dapat mendengarkan cerita-cerita menarik , sehingga imajinasi anak dapat terlatih dan berkembang dengan baik.
Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti perantara, antara, atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan. Schramm (1977) dalam (Eliyawati, 2005 : 108) mendefinisikan mengenai media yaitu teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan. Adapun penggunaan media dalam kegiatan pendidikan untuk anak usia dini pada umumnya untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran, memberikan penguatan maupun motivasi, adapun beberapa peranan penting media dalam kegiatan pembelajaran adalah : 
1. Memperjelas penyajian pesan dan mengurangi verbalitas.
2. Memperdalam pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran.
3. Memperagakan pengertian yang abstrak kepada pengertian yang konkret dan jelas.
4. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera manusia.
5. Penggunaan media yang tepat dalam pembelajaran akan mengatasi sikap pasif pada anak.
6. Mengatasi sifat unik pada setiap anak didik yang diakibatkan oleh lingkungan yang berbeda.
7. Media mampu memberikan variasi dalam proses belajar-mengajar.
8. Memberi kesempatan pada anak didik untuk mengulang pelajaran yang diberikan.
9. Memperlancar pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar dan mempermudah tugas guru.
Media berdasarkan cara penyampaian dan penerimaannya terbagi menjadi tiga, yaitu media Audio, media Visual dan media Audio Visual.
Media Audio atau media dengar adalah media yang dapat menyampaikan pesan melalui suara-suara atau bunyi yang diperdengarkan. Media ini sangat mengandalkan kemampuan pendengaran dari para penggunanya. Adapun unsur suara ini memiliki komponen bahasa, musik, dan sound effect yang dapat dikombinasikan untuk menguatkan isi pesan. Media Audio juga merupakan media yang sangat fleksibel, relatif murah, praktis dan singkat serta mudah dibawa, oleh karena itu para guru dan orang tua dapat menggunakan media ini sebagai alat atau fasilitas penunjang perkembangan bahasa anak. Dimana orang tua pada masa sekarang ini memiliki kesibukan yang lain maka membacakan cerita atau memperdengarkan cerita pada anak sudah jarang dilakukan, oleh karena itu anak hanya mendengarkan cerita dari sekolah saja, dan itu pun kebanyakan ibu guru di sekolah tidak selalu setiap hari membacakan cerita, dari kedua permasalahan ini berdampak pada berkurangnya kemampuan anak untuk bercerita, mereka seolah kehilangan imajinasi yang seharusnya banyak terdapat di dalam pikiran mereka, atau mungkin saja mereka memiliki imajinasi namun mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengungkapkannya. 
Agar kegiatan dalam meningkatkan kemampuan bercerita pada anak dapat terlaksana dan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan sebuah media yang dapat membantu anak dalam meningkatkan kemampuannya untuk bercerita, diantaranya adalah dengan menggunakan media audio kaset cerita.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta kejadian yang dialami oleh peneliti, di Taman kanak-kanak X yang memiliki satu kelas kelompok B, sebagian besar anak belum memiliki kemampuan untuk menyimak, seperti anak belum mampu mengulang cerita yang dibacakan oleh guru atau mengulang cerita teman serta belum dapat menceritakan pengalaman yang pernah dialaminya.
Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurangnya peran guru dalam memberikan fasilitas dan motivasi pada anak, selain itu media yang digunakan dalam bercerita hanya menggunakan buku cerita dan terkadang media boneka dan belum pernah menggunakan media lain. Padahal media memegang peranan penting dalam kegiatan pembelajaran bahasa di Taman Kanak- Kanak. Berdasarkan kondisi di lapangan yang tidak memiliki Media audio Visual, maka penulis mencoba memanfaatkan Media pembelajaran yang ada di lapangan, yaitu media Audio kaset cerita yang dipadukan dengan tape sebagai penyampai informasi pada anak dalam meningkatkan kemampuan menyimak. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Schramm (Eliyawati, 2005 : 108) Media pembelajaran dapat dijadikan sebagai wahana penyalur informasi atau pesan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini mencoba di fokuskan pada sejauh mana media audio kaset cerita dapat meningkatkan kemampuan menyimak pada anak usia dini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana meningkatkan kemampuan menyimak pada anak usia dini melalui penggunaan media audio kaset cerita".
Adapun rumusan masalahnya tertuang sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi objektif kemampuan menyimak anak usia dini di kelompok B TK X ?
2. Bagaimana langkah-langkah penggunaan media audio kaset cerita dalam meningkatkan kemampuan menyimak di kelompok B TK X ?
3. Bagaimana peningkatan kemampuan menyimak di kelompok B TK X ?

C. Tujuan Penelitian
penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan media audio kaset cerita dalam meningkatkan kemampuan bercerita pada anak usia dini.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa : 
a. Membantu meningkatkan konsentrasi dalam kegiatan pembelajar.
b. Membantu mengembangkan bahasa anak serta menambah kosa kata pada anak.
c. Membantu meningkatkan kemampuan menyimak pada anak
d. Membantu meningkatkan prestasi anak
2. Bagi Guru dan Kepala TK
a. Memudahkan penyampaian materi atau tema pembelajaran
b. Tercapainya tujuan pembelajaran
c. Terlaksananya kurikulum pembelajaran
3. bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian mengenai pengembangan bahasa anak usia dini.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI METODE MENDONGENG

Posted: 16 Jul 2013 06:54 PM PDT

(KODE : PTK-0119) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI METODE MENDONGENG (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang digunakan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa setidaknya setiap orang akan mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan aktivitas berpikir dan perasaannya yang dapat dipahami dan dimaknai bersama oleh orang yang mendengarkannya (Yusuf, 2000) 
Pengembangan bahasa merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki anak, sesuai dengan usia dan karakteristik perkembangannya, mengingat bahasa merupakan pusat dari pengembangan aspek-aspek lainnya (Dhieni dkk, 2005).
Pendidikan bahasa untuk anak merupakan upaya sadar dalam meningkatkan kemampuan bahasa bagi anak, agar anak mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya (Somantri, 2000). Santrock (2002) mengemukakan bahwa masa anak-anak merupakan periode yang sangat penting untuk belajar bahasa, jika pengenalan bahasa tidak dilakukan sebelum masa remaja maka seumur hidup anak akan mengalami ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang baik. Untuk itu pengenalan bahasa pada anak sejak usia dini dapat membantu anak untuk memperoleh keterampilan bahasa yang lebih baik. (Adamson; Schegloff dalam Santrock, 2002).
Perkembangan bahasa pada anak usia dini meliputi keterampilan mendengar atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis sebagaimana yang terdapat di dalam kurikulum TK tahun 2004. Sedangkan menyimak merupakan awal dari keterampilan bahasa lainnya, karena di dalam kompetensi hasil belajar anak harus terlebih dahulu mampu mendengar sebelum berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya.
Sutanto (2001) menandaskan juga bahwa kemampuan bahasa dipelajari dan diperoleh anak usia dini secara alamiah untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sebagai alat sosialisasi. Sutanto (2001) menjelaskan bahasa merupakan suatu cara merespons orang lain sehingga keterampilan berbahasa dengan cara menyimak sangat dibutuhkan untuk anak-anak taman kanak-kanak. Karena pada anak-anak usia dini ini, bila kemampuan menyimaknya sudah baik dan benar, merupakan modal bagi mereka dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang akan didapatinya kelak di kemudian hari.
Agustin (2008 : 74) berpendapat bahwa kecerdasan bahasa merupakan kecerdasan manusia pertama yang sangat diperlukan untuk bermasyarakat, baik dalam bentuk berbicara, membaca maupun menulis. Di dalam berbicara memungkinkan anak menyebutkan objek nyata yang ada di sekitarnya, biasanya terhadap perkembangan jiwa sesuai dengan pengalaman hidup dan kecerdasan anak (Abdul Azis, 2005 : 35).
Musfiroh (Agustin 2008 : 35) , berpendapat bahwa anak yang cerdas dalam linguistik memiliki keterampilan menyimak yang baik, cepat menangkap informasi melalui bahasa, serta mudah menghafal pesan, kata-kata lirik, bahkan sampai hal terkecil seperti nama, tempat dan tanggal. Menyimak sebagai salah satu sarana penting penerimaan komunikasi.
Keterampilan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung, dan merupakan komunikasi tatap muka menurut Brooks; 1964 (Henry G. Tarigan, 1986 : 3). Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengar lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Sutanto, 2001).
Menurut Subyakto (2005 : 21) , proses menyimak dari anak usia dini memerlukan sejumlah kemampuan sebagai berikut : 
"Setiap anak yang terlibat dalam proses menyimak harus menggunakan sejumlah kemampuan. Pada saat menyimak menangkap bunyi bahasa, anak harus menggunakan kemampuan memusatkan perhatian, bunyi yang ditangkap perlu di identifikasi. Di sini diperlukan kemampuan linguistik, bunyi yang sudah di identifikasi itu, harus di identifikasi dan di pahami maknanya, dalam hal ini anak harus menggunakan kemampuan linguistik dan non linguistik , makna yang sudah di identifikasi dan dipahami harus pula ditelaah, dikaji, dipertimbangkan dan di kaitkan dengan pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki anak. Pada situasi ini diperlukan kemampuan mengevaluasi, melalui kegiatan menilai ini, maka si penyimak sampai pada tahap mengambil keputusan apakah dia menerima, meragukan, atau menolak isi bahan simakan. Kecermatan menanggapi isi bahan simakan membutuhkan kemampuan mereaksi atau menanggapi"
Proses kegiatan belajar mengajar, anak harus banyak terlibat langsung dalam proses menyimak dan berusaha untuk memahami apa yang mereka simak, kemampuan menyimak anak bervariasi, dan guru hendaklah mampu memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan mereka.
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menyimak, anak harus sering mengikuti aktivitas berbahasa lisan dan sering berlatih menyimak dalam berbagai macam situasi. Kemampuan memusatkan perhatian sangat penting dalam menyimak, baik sebelum, sedang maupun setelah proses menyimak berlangsung (Subyakto, 2005 : 21). Artinya kemampuan memusatkan perhatian selalu diperlukan dalam setiap fase menyimak. Memusatkan perhatian pada sesuatu berarti yang bersangkutan memusatkan pikiran dan perasaannya pada objek itu. Disamping kemampuan memusatkan perhatian, masih ada satu kemampuan lagi yang diperlukan dalam setiap fase menyimak, yakni kemampuan mengingat. Kemampuan mengingat digunakan untuk hal-hal yang akan disampaikan, pada saat menyimak berlangsung kemampuan mengingat digunakan untuk mengingat bunyi yang sudah didengar untuk mengidentifikasi dan menafsirkan makna bunyi bahasa.
Kendala yang ada dalam proses kegiatan menyimak di taman kanak-kanak, dikarenakan selama ini guru belum menguasai teknik yang menarik dan efektif dalam pembelajaran menyimak. Guru berperan sangat besar dalam meningkatkan kemampuan menyimak, tanpa guru sadari bahwa pembelajaran saat ini lebih menekankan kepada keterampilan membaca dan menulis saja, semua ini tuntutan dari para orang tua yang menginginkan anaknya menjadi orang yang pandai. Dalam hal ini orang tua mengabaikan kemampuan menyimak, padahal kemampuan menyimak merupakan landasan kemampuan membaca dan menulis.
Mendongeng sebagai salah satu dari pembelajaran bahasa tidak bisa lepas dari dunia anak-anak. Di Taman Kanak-kanak mendongeng dijadikan sebagai kegiatan pembelajaran sehari-hari atau kegiatan terencana, yang dalam kegiatan sehari-harinya mendongeng dapat dilakukan secara spontan/berdasarkan keinginan anak, sesuai dengan rencana pembelajaran atau sebagai media evaluasi bagi anak, yang mana anak memperoleh pengalaman atau pengetahuan mengenai hal yang telah anak dengar dari isi dongeng tersebut.
Sarana dalam mengekspresikan, ide, gagasan dan pengalaman-pengalaman yang telah dialami, kegiatan mendongeng memiliki peranan yang sangat penting untuk perbendaharaan kosa kata anak, sehingga perbendaharaan kosa kata anak bertambah melalui dongeng yang dibacakan oleh guru atau orang tua. Hal tersebut di dukung oleh Dawson dalam Tarigan (1980) dalam penelitiannya, bahwa "Kosa kata mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung, seandainya muncul kata-kata yang baru dalam buku bacaan atau dongeng siswa, maka guru menjelaskan kepada anak agar anak memahami arti dari kata tersebut"
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di TK X, terlihat bahwa masih terdapat masalah yang berkaitan dengan rendahnya keterampilan menyimak anak di Taman Kanak-kanak tersebut. Hal ini terlihat dari beberapa indikasi berikut : Masih kurangnya minat anak dalam pembelajaran di bidang pengembangan bahasa terutama menyimak, kurangnya perhatian anak terhadap pelajaran yang disampaikan oleh gurunya, hal ini terlihat dari beberapa anak tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru setelah pembelajaran selesai dan belum dapat mengingat pesan atau pelajaran yang disampaikan gurunya.
Menyimak adalah proses penerimaan, maka sangatlah sulit bagi guru untuk mengetahui apa yang sedang dialami anak didiknya (Tarigan 1986). Guru terkadang menemukan kesulitan untuk menciptakan suasana kelas di mana anak-anak dapat memperoleh hasil yang maksimal dari kemampuan menyimak mereka. Jika guru-guru beranggapan bahwa tugas mereka adalah untuk mengendalikan tingkah laku anak-anak, maka para guru akan menemukan kesulitan dalam menciptakan suasana informal yang penting bagi anak-anak berbicara dan mendengarkan sesamanya. Dalam hal ini guru mencoba menggunakan atau menerapkan metode mendongeng untuk meningkatkan kemampuan menyimak pada anak, sehingga anak tidak bosan atau jenuh dengan penyampaian materi dalam bidang pengembangan bahasa dengan berlatih berbicara serta menyimak secara aktif.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan utama dalam penelitian ini difokuskan pada pembahasan "bagaimana meningkatkan kemampuan menyimak pada anak Taman Kanak-kanak melalui metode mendongeng ?". 
Permasalahan tersebut diuraikan dalam bentuk rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kondisi awal kemampuan menyimak anak di TK X ?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran bahasa dengan menggunakan metode mendongeng untuk meningkatkan kemampuan menyimak anak ?
3. Bagaimana kemampuan menyimak pada anak di TK X setelah menggunakan metode mendongeng ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai peranan aktivitas mendongeng dalam meningkatkan kemampuan menyimak anak. Adapun secara lebih khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 
1. Mengetahui kondisi awal kemampuan menyimak anak di TK X.
2. Mengetahui langkah-langkah pembelajaran bahasa dengan menggunakan metode mendongeng terhadap peningkatan kemampuan menyimak anak TK X.
3. Mengetahui dan memperbaiki kemampuan menyimak/mendengar anak setelah pelaksanaan pembelajaran metode mendongeng di terapkan di TK tersebut.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan atau acuan untuk menyusun langkah-langkah yang efektif dalam meningkatkan kemampuan menyimak anak melalui metode mendongeng dalam pengembangan bahasa, khususnya untuk anak usia TK.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak : 
a. Guru Taman Kanak-kanak. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi inovasi terhadap upaya-upaya peningkatan kualitas pengembangan kemampuan berbahasa khususnya dalam menyimak pada anak TK. Dan juga lebih memperhatikan kebutuhan anak dalam menyampaikan materi pembelajaran yang akan disampaikan.
b. Bagi anak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menyimak dalam belajar, dapat berpikir kritis serta melatih keterampilan belajar dan juga dapat menerima isi atau pesan yang tersirat dalam proses pembelajaran. 
c. Pihak Sekolah. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengadaan fasilitas sarana, prasarana, media, dan sumber belajar yang belum tersedia.
d. Orang Tua. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi dan masukan bahwa dengan sering membacakan dongeng atau cerita kepada anak dapat meningkatkan keterampilan berbahasa khususnya mendengar, sehingga anak lebih cepat dan lebih baik lagi dalam meningkatkan kemampuan berbicara.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QURAN ANAK USIA DINI MELALUI PENERAPAN METODE IQRO

Posted: 16 Jul 2013 06:52 PM PDT

(KODE : PTK-0118) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QURAN ANAK USIA DINI MELALUI PENERAPAN METODE IQRO (PGTK)



BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan agama merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia tidak terkecuali Anak Usia Dini. Oleh karena itu menjadi kewajiban orangtua untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama anak. Hal tersebut merupakan kebutuhan rohaniah anak yang sama pentingnya dengan kebutuhan jasmaninya.
Penanaman nilai-nilai agama pada usia ini memiliki beberapa kelebihan yang tidak dapat dimiliki pada masa sesudahnya. Pada masa itu jiwa anak masih bersih dengan fitrah Allah. Anak terlahir dalam keadaan suci, sehingga pengaruh apapun yang ditanamkan dalam jiwa anak akan bisa tumbuh dengan suburnya.
Rasulullah Saw bersabda tentang penciptaan manusia, yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim : 
Artinya : 
"Setiap anak yang dilahirkan ke dunia adalah suci, ibu bapaknya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi".
Hadits tersebut menjelaskan bahwa faktor lingkungan terutama orang tua sangat berperan dalam mempengaruhi perkembangan fitrah keberagamaan anak. Penanaman nilai-nilai keagamaan, dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah dimulai sejak anak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Ketika anak dalam kandungan, keadaan orang tua akan mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti.
Pendidikan agama pada usia ini dapat diberikan melalui berbagai pengalaman belajar anak baik melalui ucapan yang didengar, perbuatan, maupun perlakuan dari orang tua sehari-hari, oleh karena itu keadaan orang tua dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembinaan kepribadian anak. Orang tua menjadi pusat kehidupan rohani anak dan penyebab berkenalannya dengan dunia luar, maka semua sikap prilaku dan pemikiran anak merupakan cermin dari pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya.
Usia prasekolah merupakan usia yang paling subur untuk menanamkan rasa keagamaan pada anak, usia penumbuhan kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang salah satunya adalah melalui pembelajaran tentang Al-Qur'an. Pembelajaran Al-Qur'an diberikan kepada anak agar mereka bisa tumbuh sesuai dengan fitrahnya dan hati mereka pun bisa dikuasai oleh cahaya hikmah, sebelum dikuasai oleh hawa nafsu dengan berbagai nodanya yang terbentuk melalui kemaksiatan, sebagaimana yang dituntunkan di dalam Al-Qur'an.
Rasulullah Saw melalui hadits yang diriwayatkan oleh Usman bin Affan bersabda : 
Yang artinya : " Orang paling baik diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya " (H.R. Bukhari).
Berdasarkan hadits tersebut, mengajarkan Al-Qur'an dapat memberikan sifat-sifat yang terpuji kepada manusia. Pendidikan dan pengajaran Al-Qur'an ini sebaiknya dimulai dari kehidupan keluarga. Jika pengajaran Al-Qur'an ini terlaksana dengan baik, maka anak-anak pun akan dapat mencintai Al Qur'an.
Pengajaran yang sesuai dengan dasar-dasar yang benar, akan membuat anak-anak mencintai Al-Qur'an, sekaligus memperkuat ingatan dan pemahaman mereka menghafal Al-Qur'an atau sebagian ayat dari Al-Qur'an akan menjadi yang terpenting dan terbaik bagi anak-anak. Menghafal Al-Qur'an harus dimulai dari mencintai Al-Qur'an, karena menghafal Al-Qur'an tanpa mencintainya adalah sia-sia dan akan kurang bermanfaat, sebaliknya mencintai Al-Qur'an dengan disertai menghafal ayat-ayat yang mudah untuk dihafalkan, akan memberikan banyak manfaat kepada mereka, berupa nilai-nilai, moralitas, dan sifat-sifat yang terpuji.
Usia 3-6 tahun merupakan usia yang paling penting dalam menanamkan fanatisme dalam diri manusia. Anak yang mampu menghafal Al-Qur'an pada masa-masa awal kehidupannya, maka dia akan mampu memahami maknanya ketika dia sudah dewasa. Ini bisa terjadi jika lidahnya sudah fasih membaca Al-Qur'an, sehingga dia akan memasuki usia remaja dalam keadaan telah mempelajari banyak etika.
Membuat anak mempelajari atau menghafal Al-Qur'an tidak dapat dilakukan dengan mudah, salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pembiasaan dan pelatihan yang rutin. Untuk menanamkan rasa cinta pada Al-Qur'an, orang tua dan pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang beberapa langkah yang harus ditempuh yaitu, memberikan pembekalan kepada anak dengan kisah yang dapat membuat mencintai Allah dan Al-Qur'anul Karim, bersabar terhadap anak, khususnya terhadap anak berusia 3-6 tahun, menciptakan metode baru dalam memberikan pelajaran kepada anak, harus memperhatikan perbedaan-perbedaan (keberagaman) pada diri anak.
Untuk mengajarkan Al-Qur'an pada anak, para ahli Al-Qur'an di Indonesia memberikan berbagai pilihan metode. Metode-metode itu dipilih oleh para pengajar Al-Qur'an yang sesuai dengan apa yang diharapkan dari anak didiknya. Namun ada yang mencoba beberapa metode untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Ada juga yang menggabungkan satu dengan metode yang lainnya. Metode-metode itu diantaranya adalah : Metode Tradisional (Baghdadiyah) , Metode A-ba-ta, Metode Al-Barqi, Metode Q-lat, Metode Bil-Hikmah dan Metode Iqro.
Namun dalam kenyataannya di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X (berdasarkan hasil wawancara dengan gurunya) menuturkan bahwa : (1) Anak belum bisa membaca dan mengucapkan secara fasih sesuai dengan makhrojnya huruf-huruf tunggal berharokat fathah.(2) anak belum bisa membedakan secara tepat bunyi huruf-huruf tunggal yang memiliki makhroj berdekatan, seperti antara a dan a', sa dan sya, sa dengan tsa. (3) Anak belum bisa membedakan antara bacaan pendek dan panjang dalam membaca huruf-huruf hijaiyah. (4) Anak belum mengenal bacaan kasroh, dhommah, serta bacaan fathah, kasroh dan dhommah yang dipanjangkan atau menurut ilmu tajwidnya dinamakan mad Thobii. (5) Guru belum membuat program secara khusus untuk pembelajaran Al-Qur'an bagi anak-anaknya.
Alasan menggunakan Metode Iqro, karena metode ini dipandang memiliki berbagai kelebihan dalam membekali kemampuan awal anak dalam mempelajari Al-Qur'an. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain : mengaktifkan anak, komunikatif, pelayanan individual bersifat lebih intensif dalam hal pengajarannya, pengajaran buku Iqro dilengkapi dengan pelajaran tajwid. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini memfokuskan kajian pada UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR'AN ANAK USIA DINI DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) X.

B. Rumusan Masalah
Secara umum, permasalahan dalam makalah ini bagaimana upaya guru meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur'an anak Pendidikan anak Usia Dini (PAUD) melalui penerapan Metode Iqro. Selanjutnya secara khusus, permasalahan tersebut dirumuskan sebagai berikut : 
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Al-Qur'an kelompok B di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X pada saat ini ?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Al-Qur'an kelompok B di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X dengan menggunakan Metode Iqro ?
3. Bagaimana kemampuan membaca Al-Qur'an kelompok B anak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X setelah digunakan Metode Iqro ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : 
1. Secara umum meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur'an anak kelompok B di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) X
2. Adapun tujuan khususnya adalah : 
a. Mengetahui lebih dalam tentang pelaksanaan pembelajaran Al-Qur'an kelompok B di Pendidikan Anak Usia Dini X saat ini
b. Mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan pembelajaran Al-Qur'an dengan menggunakan Metode Iqro diberikan kepada anak kelompok B di Pendidikan Anak Usia Dini X
c. Mengetahui kemampuan membaca Al-Qur'an kelompok B Pendidikan Anak Usia Dini X setelah menggunakan Metode Iqro

D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini terdiri dari manfaat teoretis dan manfaat Praktis
1. Secara teoretis
Menambah khasanah kajian tentang pembelajaran Al-Qur'an di Pendidikan Anak Usia Dini terutama Metode Iqro
2. Secara Praktis
a. Bagi anak
1) Bisa membaca dan mengucapkan secara fasih sesuai dengan makhrojnya huruf-huruf hijaiyah tunggal berharokat fathah, kasroh dan dhommah.
2) Bisa membedakan secara tepat bunyi huruf-huruf yang memiliki makhroj berdekatan, seperti antara a dengan a', sa dengan sya, sa dengan tsa
3) Dengan belajar Metode Iqro anak akan senang dan lebih tertarik dalam membaca Al-Qur'an
b. Bagi guru dengan menggunakan Metode Iqro : 
1) dapat dijadikan sebagai pedoman utuh dalam mengajarkan membaca Al-Qur'an pada anak.
2) dapat dijadikan sebagai panduan dalam membimbing anak agar dapat membaca Al-Qur'an secara optimal.
3) dengan menggunakan Metode Iqro menambah pengetahuan dan wawasan khusus di dalam mempelajari cara membaca Al-Qur'an bagi anak.
c. Bagi Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini dengan metode Iqro ini 
1) Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan program pembelajaran Al-Qur'an di Pendidikan Anak Usia Dini.
2) Menambah wawasan dan pengetahuan dalam memilih dan menggunakan metode yang paling tepat untuk memperbaiki pembelajaran Al-Qur'an diberikan kepada anak. 
d. Bagi peneliti
Dengan membuat makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan khusus di dalam mempelajari cara membaca Al-Qur'an dengan menggunakan Metode Iqro.

SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KECERDASAN NATURALIS ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI METODE KARYAWISATA

Posted: 16 Jul 2013 06:49 PM PDT

(KODE : PTK-0117) : SKRIPSI PTK MENINGKATKAN KECERDASAN NATURALIS ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI METODE KARYAWISATA (PGTK)




BAB I 
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai suatu usaha yang bersifat sadar tujuan dengan sistematis dan terarah pada perubahan tingkah laku anak, berfungsi membimbing perkembangan yang harus dijalani. Adapun ciri dari perubahan tingkah laku hasil pendidikan antara lain; adanya perubahan yang disadari, bersifat kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bersifat temporer dan bukan karena proses kematangan pertumbuhan, dengan kata lain perkembangan tersebut bertujuan dan terarah.
Menurut Syaodih, (1999 : 67) dalam Muslihudin, Mubiar A. (2008 : 5) bahwa pendidikan anak usia dini adalah salah satu pendidikan awal bagi anak untuk mengembangkan berbagai potensi kecerdasan yang juga merupakan pendidikan kedua yang cukup penting bagi perkembangan anak setelah keluarga. Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membantu anak meletakan dasar ke arah pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya (PP No. 27/1990 pasal 3).
Pendidikan anak usia dini atau TK pada hakekatnya adalah pendidikan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh dimensi perkembangan anak yang meliputi kognitif, sosial, emosi, fisik dan motorik. Secara psikologis anak berkembang secara holistik atau menyeluruh, artinya terdapat kaitan yang sangat erat antara aspek perkembangan yang satu dengan yang lainnya, aspek perkembangan yang satu mempengaruhi oleh aspek perkembangan lainnya. (Kurikulum 2004 : 2)
Isi program anak usia dini difokuskan untuk mendorong pengembangan seluruh potensi anak yang meliputi aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian. Kemampuan bahasa, kognitif, fisik motorik dan seni. (Depdiknas, 2004 : 5 ). Dalam kaitannya dan karakteristik perkembangan anak maka kurikulum TK harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan anak.
Tujuan diatas mengandung arti bahwa pendidikan Taman Kanak-kanak memfokuskan pada upaya mengembangkan seluruh dimensi kecerdasan anak. Adapun yang menjadi penekanannya adalah pada pengembangan aspek-aspek perkembangan pribadi yang diperlukan untuk proses perkembangan anak pada saat ini dan selanjutnya. (Solehuddin, 1997 : 36)
Untuk tercapainya suatu pembelajaran yang baik, maka pembelajaran di Taman Kanak-kanak harus terlaksana dengan baik pula. Dengan demikian, prinsip pembelajaran di Taman kanak-kanak sejatinya bersifat kolaboratif yang tidak hanya menitikberatkan pengembangan pada satu aspek, akan tetapi berorientasi pada pengembangan seluruh aspek perkembangan anak {holistic). Konsekwensinya dalam proses pembelajaran, guru seyogyanya memberikan kebebasan kepada anak dalam melakukan aktivitas belajar dan menstimulasi anak untuk mengembangkan salah satu atau beberapa kecerdasan tertentu (kecerdasan jamak) supaya lebih cakap dan terampil.
Berbagai potensi kecerdasan tersebut sering dikenal dengan multiple intelligences atau kecerdasan jamak. Menurut tokoh Howard Gardner kecerdasan jamak adalah kemampuan menyelesaikan masalah atau menghasilkan produk yang dibuat dalam satu atau beberapa budaya. (Musfiroh, 2004 : 24). Kecerdasan ini menjelaskan bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat pikiran manusia mengoperasikan lingkungannya, baik yang berhubungan dengan benda-benda konkret maupun abstrak. Lebih lanjut lagi, bagi Gardner ada anak bodoh, ada anak yang menonjol pada satu atau beberapa jenis kecerdasan. (Rachmani, 2003 : 18)
Penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan yang terjadi dengan kecerdasan naturalis di TK X karena masih kurang bervariasinya pembelajaran atau metode yang diterapkan di TK tersebut. Pada umumnya, guru di TK tersebut masih menggunakan metode yang berpusat pada guru atau ekspositori (exposition) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti-bukti yang mendukung. Anak hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada anak dan anak diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu. Pembelajaran seperti ini hampir tidak ada unsur discovery (penemuan) pada anak usia TK, sehingga pembelajaran akan menjadi sesuatu yang menjenuhkan dan membosankan.
Upaya guru dalam melakukan aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan potensi kecerdasan jamak tersebut dapat dilakukan dengan membuat suatu program layanan bimbingan. Penerapan layanan bimbingan yang tepat di Taman Kanak-kanak akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas anak. Kondisi ini dipandang wajar karena anak pada usia dini sedang berada pada masa yang ideal untuk mempelajari sikap, keterampilan, dan kecerdasan tertentu, baik itu kecerdasan berbahasa, motorik, sosial, emosi, dan moral. (Syaodih, 1999 : 68)
Dalam pemilihan suatu model pengajaran adalah guru harus benar-benar mengetahui kelemahan dan kelebihan dari model pengajaran yang dipergunakan. Terdapat lima prinsip dalam memilih metode pengajaran, seperti yang diungkapkan oleh Engkoswasa yang dikutip dari Bachtiar Rivai (1988 : 46) mengemukakan bahwa :
"Asas maju berkelanjutan yang artinya memberi kemungkinan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya, penekanan kepada belajar mandiri, bekerja secara tim, multidisipliner, dan fleksibel".
Kecerdasan naturalis merupakan kecerdasan dalam memahami alam, yang meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan perbedaan maupun persamaan ciri-ciri diantara spesies baik flora maupun fauna. Disadari bahwa tiap anak memiliki potensi kecerdasan yang tidak sama.
Mereka mempunyai kemampuan, talenta, dan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan perkembangan usianya. Namun jelas potensi kecerdasan anak dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan, oleh karenanya perlu dan penting memberi kesempatan pada anak didik untuk bersentuhan dengan alam mengingat alam dapat merangsang kecerdasan naturalisnya.
Pengembangan kecerdasan naturalis tidak berbeda dengan pengembangan potensi kecerdasan di bidang lainnya. Untuk itu akan kian terasah jika anak-anak diberi rangsangan yang tepat serta dipadukan dengan pola dan arah pelaksanaan yang tepat pula. Kecerdasan naturalis berkaitan dengan seluruh yang terdapat di alam dunia ini maka sangat sensitif untuk disimulasikan dengan semua aspek alam, mencakup bertanam, binatang, cuaca, dan gambaran fisik dan bumi, keterampilan mengenali berbagai kategori dan varietas dari binatang, serangga, tanaman dan bunga, serta mencakup kemampuan menanam sesuatu, memelihara dan melihat binatang. Kecerdasan naturalis juga mencakup kepekaan untuk dan mencintai bumi, sebagaimana keinginan untuk memeliharanya dan melindungi sumber-sumber alam yang ada.
Untuk memenuhi dorongan ingin memahami lingkungannya anak TK seringkali berbicara sendiri, bertanya kepada teman atau orang yang ditemuinya. Anak ingin berbagi informasi, ingin bertukar pendapat, ingin menanyakan sesuatu. Pembicaraan anak biasanya berpusat pada kejadian-kejadian keluarga, hewan peliharaan, kakak adik, alat permainan (Hildebrand, 1986 : 291). Karena itu, kita dapat memanfaatkan topik-topik tersebut dapat dimanfaatkan bagi guru sebagai daya tarik dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Disamping itu, kita juga dapat mencari topik-topik lain yang bisa dijadikan bahan pemecahan masalah yang menarik bagi anak.
Bagi anak TK karyawisata berarti memperoleh kesempatan untuk mengobservasi, memperoleh informasi, atau mengkaji segala sesuatu secara langsung (Hildebrand, 1986 : 149). Karyawisata juga berarti membawa anak TK ke objek-objek tertentu sebagai pengayaan pengajaran, pemberian pengalaman belajar yang tidak mungkin diperoleh anak di dalam kelas (Welton & Mallon, 1981 : 414) , dan juga memberi kesempatan anak untuk mengobservasi dan mengalami sendiri dari dekat (Foster & Headley's, 1959 : 149).
Penulis memilih suatu metode pembelajaran dengan menggunakan metode karyawisata. Karena metode karyawisata merupakan contoh teknik penyampaian materi pelajaran dengan membawa peserta didik ke lapangan. Seperti halnya model pengajaran yang lain, metode karyawisata memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Metode pengajaran dengan mempergunakan model karyawisata berperan untuk melatih proses belajar yang mandiri, proses berpikir kognitif, proses afektif (pengembangan sikap dan nilai) dan mengembangkan proses psikomotor (pengembangan keterampilan). Pemilihan model karyawisata memerlukan keterampilan guru dalam proses pembelajaran dengan mempersiapkan alat dan bahan yang akan mendukung proses pembelajaran di lapangan.
Sehubungan dengan paparan di atas maka peneliti ini memfokuskan pada judul "MENINGKATKAN KECERDASAN NATURALIS ANAK TAMAN KANAK-KANAK MELALUI METODE KARYAWISATA".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah utama dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : "Meningkatkan kecerdasan naturalis anak Taman Kanak-kanak melalui metode karyawisata"
Identifikasi masalah pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi objektif kecerdasan naturalis anak sebelum diterapkan metode karyawisata di TK X ?
2. Bagaimana penerapan kegiatan metode karyawisata untuk meningkatkan kecerdasan naturalis anak di TK X ?
3. Bagaimana kecerdasan naturalis anak sesudah diterapkannya metode karyawisata di TK X ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terdiri atas dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran objektif kecerdasan naturalis anak melalui metode karyawisata di TK X.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan gambaran objektif tentang :
a. Untuk memperoleh gambaran objektif tentang kecerdasan naturalis anak sebelum diterapkan metode karyawisata di TK X.
b. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode karyawisata untuk meningkatkan kecerdasan naturalis anak di TK X.
c. Untuk mengetahui bagaimana kecerdasan naturalis anak sesudah diterapkannya metode karyawisata di TK X.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang dapat mempertajam dan memperkaya khazanah pemikiran dalam rangka meningkatkan kecerdasan naturalis anak melalui penerapan metode karyawisata.
2. Secara Praktis
a. Bagi Penulis, khususnya dapat mengetahui lebih jauh mengenai manfaat dan penerapan metode karyawisata pada anak Taman Kanak-kanak.
b. Bagi Guru, hasil penelitian diharapkan dapat mendorong dan memotivasi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam meningkatkan kecerdasan naturalis anak Taman Kanak-kanak melalui metode karyawisata. Kegiatan ini akan menambah wawasan guru dalam membantu proses pembelajaran anak Taman Kanak-kanak. Dalam meningkatkan kecerdasan naturalis anak melalui metode karyawisata.
c. Bagi Lembaga Pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi perpustakaan untuk dijadikan bahan acuan dalam meningkatkan wawasan mahasiswa. Khususnya mampu menjadi bahan pembinaan pada guru dalam meningkatkan kecerdasan naturalis anak melalui metode karyawisata anak Taman Kanak-kanak.

Related Posts



0 komentar:

Cari Skripsi | Artikel | Makalah | Panduan Bisnis Internet Disini

Custom Search
 

Mybloglog

blogcatalog

Alphainventions.com

Followers

TUGAS KAMPUS Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template