download makalah, skripsi, tesis dll. |
- TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA
- TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD
- TESIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTSN
- TESIS PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU
- TESIS IMPLEMENTASI PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH
- TESIS ANALISIS KINERJA SEKOLAH BERDASARKAN PENDEKATAN MANAJEMEN MUTU TERPADU (TQM) DAN PENGARUHNYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Posted: 16 Oct 2013 09:13 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0227) : TESIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGEMBANGKAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan (leadership) merupakan pembahasan yang selalu menarik, karena ia merupakan salah satu faktor penting dan menentukan keberhasilan atau gagalnya suatu organisasi dalam mencapai tujuannya. Pentingnya hal itu ditandai dengan berlangsungnya berbagai jenis kegiatan pelatihan (training) kepemimpinan, terutama bagi individu yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin suatu organisasi atau lembaga. Dan sangat maklum bahwa setiap organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan tertinggi (pimpinan puncak) dan atau manajer tertinggi (top manajer) yang harus menjalankan kepemimpinan dan manajemen. Setiap organisasi apapun jenisnya pasti memiliki seorang pemimpin yang harus menjalankan kepemimpinan (leadership) dan manajemen (management) bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan. Dalam organisasi sekolah seorang pemimpin disebut dengan kepala sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam menjalankan pendidikan di sekolah seorang Kepala sekolah harus bisa menjalankan proses pembelajaran dengan baik dan benar. Artinya seorang Kepala sekolah harus mampu membawa perubahan, karena perubahan adalah tujuan pokok dari kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan suatu yang wajib dalam kehidupan sekolah agar menjadi teratur dan keadilan bisa ditegakkan. Kepemimpinan juga dapat dikatakan penting apabila mampu memanfaatkan dan mengelola potensi setiap anggota dengan cara yang tepat. Maka dari seorang pemimpin dalam mengendalikan kepemimpinannya harus mendorong prilaku positif dan meminimalisir prilaku yang negatif, menguasai sepenuhnya masalah-masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar di sekolah baik itu terjadi pada guru, siswa, kurikulum dan pengembangan pembelajaran dan lain-lain, dan sekaligus mencari pemecahan (solution) dari masalah-masalah yang terjadi, mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya serta memanfaatkannya untuk kepentingan sekolah, mencanangkan strategi yang tepat untuk menggerakkan ke arah tujuan yang ingin dicapai, dan terakhir adalah membimbing, melatih, dan mengasah setiap anggota dan yang lebih penting lagi adalah seorang pemimpin adalah bukan permainan ego. Untuk menjadikan sekolah menjadi lebih maju, kepala sekolah sebagai pemimpin tentunya harus berani untuk melakukan pengembangan dan perubahan di lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Perubahan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternalnya. Untuk itu maka perlu dilakukan perubahan di lingkungan internal sekolah dulu agar sekolah akan lebih responsif dan kompetitif dalam menghadapi perubahan. Untuk menghadapi berbagai perubahan dan persaingan, diperlukan kekuatan dalam internal sekolah baik dalam segi sumber daya manusia maupun mental, serta kekuatan strukturalnya. Dengan demikian ilmu pengetahuan serta penguasaan terhadap teknologi dan informasi menjadi sangat penting dalam rangka mengembangkan program-program yang memiliki tingkat daya saing sekolah yang patut dibanggakan. Karena jika tidak maka tidak akan mampu menghadapi perubahan dan persaingan global yang semakin kompetitif. Para pemimpin yang bermaksud melakukan perubahan dalam kelompok atau organisasinya menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard seperti yang dikutip Mas'ud Said perlu memiliki keterampilan, pengetahuan dan pelatihan sedikitnya dalam dua bidang, yaitu : Pertama diagnosis. Kemampuan ini setidaknya mewakili kemampuan mengidentifikasi sudut pandang, mengidentifikasi masalah secara umum, dan kemudian menganalisis, dan yang Kedua adalah Penerapan, yaitu mengidentifikasi alternatif pemecahan dan strategi penerapan yang tepat bagi organisasi. Oleh karena itu, kemampuan seorang pemimpin efektif bukan hanya dituntut kepintarannya dalam membaca situasi sekelilingnya, dengan kata lain Pemimpin selain dituntut untuk memiliki kharisma dan kecerdikan memahami lingkungannya, namun juga dibutuhkan kecerdasan yang tinggi untuk dapat memecahkan secara riil berbagai macam persoalan terutama yang terkait dengan perubahan-perubahan sekitarnya. Di antara beberapa persoalan atau masalah yang bisa timbul di lingkungan sekolah, yaitu bagaimana Kepala Sekolah sebagai seorang Pemimpin dalam mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di sekolah agar memiliki kualitas dan daya saing, serta mampu menciptakan sikap-sikap dan tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga dan masyarakat. Program ekstrakurikuler merupakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan siswa agar memiliki kemampuan dasar penunjang. Kegiatan-kegiatan dalam program ekstrakurikuler diarahkan dalam upaya memantapkan pembentukan kepribadian siswa. Dalam hal pendidikan agama Islam, kegiatan ini dikemas melalui aktivitas shalat berjamaah, shalat Jum'at, upacara hari besar Islam, kesenian bernafaskan Islam dan berbagai kegiatan sosial keagamaan yang dilaksanakan di luar jam pelajaran sekolah. Dalam pengembangan kegiatan ekstrakurikuler perlu diciptakan suasana yang kondusif, yaitu terwujudnya kondisi penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dan suasana pergaulan di lingkungan sekolah. Terkait dengan pendidikan agama Islam di sekolah, maka kegiatan ekstrakurikuler adalah berbagai kegiatan yang diadakan dalam rangka memberikan jalan bagi siswa untuk dapat mengamalkan ajaran agama Islam yang diperolehnya melalui kegiatan belajar di kelas, serta untuk mendorong pembentukan pribadi mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya adalah merupakan suatu lingkungan organisasi yang dapat mempengaruhi para siswa untuk melakukan interaksi sosial dengan sesamanya. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler sesungguhnya akan memberikan sumbangan yang berarti bagi siswa untuk mengembangkan minat baru, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara melalui pengalaman-pengalaman dan pandangan-pandangan kerja sama serta terbiasa dengan kegiatan-kegiatan mandiri. Keterlibatan siswa dalam suatu kegiatan ekstrakurikuler biasanya didorong atas keinginan yang dipengaruhi oleh faktor intern siswa, yaitu minat terhadap sesuatu kegiatan. Sehingga melalui kegiatan yang diikutinya ini mereka akan memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mempelajari lebih lanjut hal-hal yang disenangi dan bermanfaat bagi dirinya. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah pada umumnya memang cukup diminati oleh para siswa, namun hal ini biasanya hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan sosial semata, lain halnya jika kita membicarakan kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan pendidikan agama Islam. Kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam yang pada prinsipnya dilaksanakan untuk memberikan jalan bagi siswa agar dapat mengamalkan ajaran agama yang diperolehnya, serta untuk mendorong pembentukan pribadi mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama hanyalah sebagai angan-angan belaka. Keikutsertaan para siswa dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan biasanya baru terlihat antusias hanya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat perayaan saja, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra' mi'raj dan peringatan-peringatan lainnya yang hanya bersifat seremonial saja, namun setelah perayaan-perayaan itu berlalu tidak tercermin terbentuknya kepribadian yang sesungguhnya diharapkan melalui kegiatan tersebut. Realitas tersebut di atas sesungguhnya juga disebabkan oleh mayoritas kepala sekolah sebagai pimpinan belum memiliki kualitas, kompetensi, dan profesionalitas yang memadai baik dalam manajemen, wawasan kurikulum, keterampilan, inovasi, serta kreasi. Begitu pula pemahaman kepala sekolah yang rendah terhadap visi dan misi sekolah yang dipimpinnya atau bahkan kepala sekolah tidak tahu apa visi misi sekolah dan tidak memahami benar arti visi dan misi sekolah serta bagaimana mewujudkannya. Oleh karena itu, harus ada upaya untuk memberdayakan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam memimpin sekolah. Hal ini dilakukan disebabkan oleh karena kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan di sekolah di tentukan oleh kepala sekolah itu sendiri. Kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peran sangat besar dalam mengembangkan semua kegiatan baik dalam bentuk kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler. Oleh sebab itu, ia harus yakin bahwa anggota sekolahnya memerlukan standar, harapan dan kinerja bermutu tinggi. Selain itu, ia harus yakin bahwa visi sekolah harus menekankan standar pelajaran yang tinggi. Ia juga perlu yakin perlunya menempuh resiko yang nalar untuk mengembangkan mutu sekolahnya dengan menggunakan pengaruh jabatan secara produktif untuk melayani peserta didik dan keluarganya. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Menyadari hal tersebut setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan baik secara terarah, terencana, dan berkesinambungan untuk mengembangkan kualitas pendidikan. Kepala sekolah juga bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya serta pemeliharaan sarana prasarana sekolah. Oleh karena itu, menjadi kepala sekolah yang profesional dan bertanggungjawab tidaklah mudah, banyak hal yang harus dipahami, banyak masalah yang harus dipecahkan, serta banyak strategi yang harus dikuasai. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah karena merupakan pemimpin di lembaganya, maka ia harus mampu membawa lembaganya ke arah tercapainya tujuan yang ditetapkan, ia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik. Kepala sekolah dalam hal ini hendaknya dipandang sebagai suatu tokoh yang memegang tampuk pimpinan sekolah yang mempunyai kuasa menentukan kehidupan sekolah yang lebih baik. Tugas kepala sekolah tersebut mencakup peran sebagai : edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator. Salah satu lembaga pendidikan menengah yang terus berupaya menerapkan teori-teori kepemimpinan kepala sekolah tersebut di atas adalah SMA X. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga pendidikan yang notabene sekolah umum, namun dalam praktik-praktik keagamaan selalu menjadi prioritas utama. Salah satu hal yang membanggakan adalah setiap waktu sholat di sekolah wajib hukumnya setiap siswa didampingi guru-guru mereka melakukan sholat jamaah dan Kultum (kuliah tujuh menit) yang dilakukan baik oleh guru dan siswa di Masjid Raya X. Dalam kurun waktu tujuh tahun ini ada beberapa kegiatan yang sangat diacungi jempol sebagai bentuk pengembangan kepribadian siswa di SMA X adalah antara lain pelatihan Dai muda yang diselenggarakan antara pihak sekolah dan Pengurus Muhammadiyah baik di daerah maupun Pusat. Di antara kegiatan tersebut di atas, ada sederetan prestasi yang telah dicetak baik ditingkat regional dan nasional terutama dalam bidang keagamaan seperti Lomba Pidato, Musabaqoh tilawatil Qur'an, menulis Kaligrafi, dan lain-lain. Begitu juga dengan prestasi guru banyak di ukir seperti Guru berprestasi tingkat kota X. Hal demikian disebabkan oleh karena para guru SMA X selalu dilatih untuk berinovasi dan selalu ada motivasi kepala sekolah, terutama di dalam proses pembelajaran berlangsung di kelas selalu dimonitoring oleh kepala sekolah sehingga persiapan dan penguasaan guru dalam pelajaran betul-betul dikuasai. Keberhasilan lembaga pendidikan ini, banyak ditiru oleh sekolah-sekolah lain terutama dalam kegiatan-kegiatan ibadah dan kegiatan lainnya yang selalu memperoleh prestasi yang patut dibanggakan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah di SMA X sangat baik, namun di sisi lain penulis melihat adanya kesenjangan antara SMK X yang satu yayasan dengan SMA X baik dari segi kegiatan intra dan ekstra, serta prestasi-prestasi yang diperoleh oleh SMA X. Berkaitan dengan keberhasilan yang telah diraih oleh SMA X, tentunya tidak lepas dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya diantaranya sarana dan prasarana yang memadai, bobot kurikulum, sumberdaya manusianya terutama kepemimpinan kepala sekolah dan tidak kalah pentingnya adalah sumberdaya guru yang membimbing serta mengarahkan siswa dalam proses belajar mengajar. Adapun setelah melakukan studi pendahuluan di SMA X di dapatkan ada beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam yang diterapkan di sekolah yaitu : Tadarus al-Qur'an, praktik Ibadah, sholat berjamaah dan Kultum (kuliah tujuh menit), kajian keislaman, kemah ilmiah remaja, dan pengkaderan dai muda. Berdasarkan konsep dan realitas yang ada, penulis tertarik untuk melakukan kajian ilmiah tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam.. Bagaimana seorang kepala sekolah sebagai seorang pemimpin mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan agama Islam, bagaimana strategi kepala sekolah dalam mengatasi hambatan pelaksanaan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam di sekolah, sehingga mendorong para siswa, dan guru untuk berprestasi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah baik dalam kegiatan intra dan ekstrakurikuler. Dalam penelitian ini juga sebagai umpan balik bagi program penerapan yang telah diterapkan di SMA X itu sendiri maupun untuk bahan kajian dan perbandingan sebagai upaya-upaya penerapan di sekolah lain. B. Fokus Penelitian 1. Bagaimana Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ? 2. Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ? 3. Bagaimana Strategi Kepala Sekolah dalam mengatasi hambatan-hambatan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X ? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X 2. Mendeskripsikan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X 3. Untuk mengetahui Strategi Kepala Sekolah dalam mengatasi hambatan-hambatan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam di SMA X. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian tentang manajemen kegiatan ekstrakurikuler ini antara lain adalah : 1. Secara teoritis. a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu tambahan khazanah ilmu pengetahuan khususnya menyangkut kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam. b. Diharapkan hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi kajian lebih lanjut tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam. c. Diharapkan bagi pemerintah dan praktisi pendidikan, dapat dijadikan rujukan dalam penerapan kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam. 2. Secara praktis. a. Penelitian ini akan dapat memberikan kontribusi bagi lembaga yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal. b. Menjadi sumber informasi bagi peneliti lain dari semua pihak yang berkepentingan. c. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi sekolah dalam usaha peningkatan kegiatan dan prestasi sekolah baik oleh guru dan siswa. d. Masukan pemikiran bagi penelitian lebih lanjut terutama bagi peneliti yang menekuni kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam. |
Posted: 16 Oct 2013 09:14 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0226) : TESIS PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan mutu sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan mutu sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih bermutu antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan system evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pemberian pendidikan dan pelatihan bagi guru. Tetapi upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM (UAN) siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil. Rendahnya mutu pendidikan selama bertahun-tahun beberapa pendapat menyatakan kurikulum sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. kemudian diganti kurikulum 1999, timbul lagi kurikulum 1999 edisi 2004. Bahkan pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum) merupakan suatu terobosan terhadap kurikulum konvensional, hingga saat ini kurikulum 2004 di revisi kembali menjadi kurikulum model KTSP (Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan). Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Nasanius (1988 : 1-2) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam Melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru. Sedang menurut Sumargi (1996 : 9-11), profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak bermutu dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar bermutu. Berhubungan dengan profesionalisme guru terdapat permasalahan yang merupakan masalah yang usang dan terus terjadi dalam proses pembelajaran selama ini, permasalahan kinerja mengajar guru tersebut diantaranya adalah : 1. Guru mengajar cenderung monoton dengan menggunakan metode yang kurang inovatif. 2. Keengganan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran melalui banyak membaca dan melakukan penelitian tindakan kelas. 3. Guru hanya menggunakan satu sumber belajar, dan pengetahuan yang diberikan hanya dari satu buku sumber. Fakta tersebut mengungkapkan betapa guru punya peranan terhadap keberhasilan pendidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan mutu pendidikan di samping tenaga kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir, meningkatkan kemampuan, gaya kepemimpinan yang baik dan upaya-upaya lainnya yang relevan. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa menetapkan harapan-harapan yang diakui hasil kerjanya. Kinerja guru atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam Melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah Melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggungjawab terhadap tugasnya. Mutu pendidikan dan lulusan seringkali dipandang tergantung kepada peran guru dalam pengelolaan komponen-komponen pengajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar, yang menjadi tanggung jawab sekolah. Namun demikian konsep manajemen mutu pendidikan sering diabaikan dalam dunia pendidikan, padahal konsep ini dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan. Adanya output sekolah yang tidak bermutu menunjukkan adanya kinerja guru dan tidak jelasnya sikap terhadap manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Konsep manajemen mutu pendidikan yang sudah dilaksanakan oleh sekolah belum sepenuhnya disikapi oleh guru dengan baik, ini dapat mempengaruhi kinerja guru tentunya. Keberadaan guru sebagai unsur utama tenaga kependidikan merupakan faktor yang sangat strategis dan keseluruhan penggerak pendidikan, dimana sumber daya pendidikan meliputi : sarana, anggaran, sumber daya manusia, organisasi dan lingkungan (Nanang Fattah, 1988), kinerja guru sebagai komponen pendidikan terhadap peningkatan mutu pendidikan sangat berpengaruh pada kecakapan tamatan (competence), tanggungjawab sosial (compassion) dan berakhlak mulia (conscience). Kepala Sekolah sebagai pemegang komando di lembaga sekolah. Kepala sekolah harus menguasai dan mampu mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang bersifat memperlancar dan meningkatkan kualitas pendidikan. Secara langsung kepala sekolah berhubungan erat terhadap kelangsungan belajar mengajar. Dalam prosesnya kepala sekolah harus dekat dengan guru-gum dan kepada siswa. Penguasaan bidang manajemen adalah salah satu kunci sukses dalam mengemban suatu jabatan pemimpin. Manajemen tidak hanya dijumpai di perusahaan, atau instansi tertentu, melainkan di lembaga sekolah, manajemen juga sangat besar peranannya, terutama untuk menyusun program atau mengambil keputusan yang harus diterapkan dalam kelangsungan proses belajar mengajar. Salah satu peranan manajemen yang sangat penting adalah untuk menyusun program belajar mengajar dan menempatkan tugas masing-masing guru. Guru sebagai pelaksana pendidik, untuk itu kepala sekolah harus benar-benar menjalin komunikasi aktif dan setiap saat mengadakan evaluasi terhadap tugas pengajaran yang sudah dilaksanakan guru. Agar guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka sedikit banyaknya kepala sekolah harus mengetahui dan memberikan motivasi. Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, baik negeri maupun swasta, masih banyak kepala sekolah yang belum dapat melaksanakan manajemen dengan baik dan optimal. Kehadiran mereka di sekolah tidak jauh berbeda dengan kehadiran guru-guru lainnya, yaitu untuk mengajar dan mengisi daftar hadir. Padahal selain kepala sekolah masih banyak tugas lain, seperti menata program pendidikan, baik yang menyangkut dengan administrasi, supervise maupun keperluan yang lainnya. Hubungan kepala sekolah dengan guru-guru harus baik, tanggung jawab, didasari dengan kejujuran, kesetiaan, keikhlasan dan kerjasama. Apabila diibaratkan dalam satu keluarga, maka hubungan kepala sekolah dengan guru-guru lainnya harus berlangsung bagaikan hubungan satu saudara dengan saudara lainnya, dan hubungan kepala sekolah dengan siswa harus seperti hubungan ayah dengan anak. Rendahnya kinerja manajemen kepala sekolah dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya : 1. Proses rekrutmen kepala sekolah yang belum mengikuti aturan yang seharusnya. 2. Minimnya pengetahuan tentang manajemen sehingga kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya hanya menggunakan kebiasaan dan alamiah belaka. Kemampuan seorang pemimpin akan memberikan dampak yang nyata terhadap mutu produk yang dihasilkan. Dalam hal ini mutu kepala sekolah sebagai pemimpin suatu lembaga pendidikan akan berdampak terhadap mutu produk pendidikan di sekolah tersebut. Mortimer J. Adler dalam Dadi Permadi (1998 : 24) menegaskan bahwa "The quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals leadership" (mutu belajar mengajar yang terjadi di sekolah adalah ditentukan oleh sebagian besar mutu kepemimpinan kepala sekolah) dengan demikian seorang pemimpin bisa dikatakan ruh sebuah lembaga atau institusi. Kenyataan di lapangan khususnya di Kecamatan X kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dapat dikatakan masih rendah sehingga mengakibatkan rendahnya motivasi siswa untuk belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai ujian sekolah selama 5 (lima) tahun terakhir yang terus menurun. Nilai rata-rata ujian sekolah terus menurun selama lima tahun terakhir. Ujian sekolah merupakan salah satu tujuan akhir dari sebuah lembaga maupun tujuan (goal) siswa belajar, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rendahnya rata-rata nilai ujian itu adalah kurangnya motivasi siswa untuk belajar. Karena menurut Barlia (2004 : 6) mengatakan bahwa "motivasi didefinisikan sebagai aktifitas siswa (proses) dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan atas dorongan perlunya pencapaian tujuan (goal) dari pengerjaan tugas tersebut." Selain masalah menurunnya nilai rata-rata ujian sekolah terdapat juga permasalahan lain yang merupakan dampak dari kurangnya motivasi siswa untuk belajar, salah satu indikator kurangnya motivasi belajar siswa diantaranya adalah apabila siswa tidak naik kelas lebih memilih drop out (DO) dari pada mengulang belajar di kelas tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang : "PENGARUH KINERJA MANAJEMEN KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR" (PENELITIAN DESKRIPTIF KEPADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN X). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan motivasi belajar siswa diperlukan figur kepala sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta daya juang yang tinggi untuk dapat memberdayakan semua komponen sekolah dalam upaya meningkatkan kinerjanya dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi untuk secara bersama-sama selalu meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan dipertimbangkan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah analisis terhadap proses kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru sekolah dasar di Kecamatan X. Peningkatan motivasi belajar siswa memberikan harapan baru terhadap peningkatan mutu pendidikan yang saat ini sedang terpuruk, sehingga dalam implementasinya kepala sekolah sebagai manajer sekolah dan guru sebagai kunci utama dalam pembelajaran di kelas agar selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya. Atas dasar kenyataan tersebut maka masalah-masalah yang hendak diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) kegiatan pendidikan di Sekolah Dasar X. 2. Bagaimana persepsi kepala sekolah dan guru terhadap motivasi belajar siswa ? 3. Bagaimana kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ? 4. Bagaimana persepsi guru terhadap kesiapan kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru itu sendiri terhadap peningkatan motivasi belajar siswa ? 5. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ? 6. Bagaimana pengaruh kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ? 7. Bagaimana pengaruh kinerja manajemen kepala sekolah dan kinerja mengajar guru terhadap motivasi belajar siswa sekolah dasar di Kecamatan X ? C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dapat dijabarkan ke dalam rumusan-rumusan masalah, yaitu : 1. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru ? 2. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa ? 3. Seberapa besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa ? 4. Seberapa besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa ? D. Maksud dan Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin diperoleh adalah untuk mendapatkan gambaran tentang : 1. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru. 2. Besar pengaruh Kinerja Manajemen Kepala Sekolah terhadap Motivasi Belajar Siswa 3. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru terhadap Motivasi Belajar Siswa. 4. Besar pengaruh Kinerja Mengajar Guru dan Kinerja Manajemen Kepala Sekolah secara bersama-sama terhadap Motivasi Belajar Siswa. E. Kegunaan Penelitian Kegunaan hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna untuk : 1. Kegunaan Teoritis Yaitu sebagai bahan masukan dan informasi yang berguna untuk memverifikasi dan pengembangan konsep-konsep Kinerja Manajemen Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar guru serta Motivasi Belajar Siswa dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan. 2. Kegunaan Praktis Diharapkan dapat memberikan masukan serta kontribusi terhadap pihak kepala sekolah dan guru dalam kerangka pengembangan Ilmu Administrasi Pendidikan. 3. Kegunaan Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai bahan dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dalam konteks pengembangan dan proses generalisasi. |
TESIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTSN Posted: 16 Oct 2013 09:07 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0225) : TESIS MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTSN (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah sistem yang memiliki tujuan. Berkaitan dengan upaya mewujudkan tujuan itu, maka antara komponen yang satu dengan komponen yang lain harus berjalan dengan baik dan seimbang. Ali Imron, dkk menegaskan bahwa guru merupakan sumber daya manusia yang sangat menentukan keberhasilan program pendidikan, yang pasti peningkatan mutu pendidikan tidak mungkin ada tanpa adanya peningkatan kualitas performansi gurunya. Peningkatan mutu performa guru mutlak dilakukan secara terus menerus dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sekolah yang kurang pemeliharaannya kadang-kadang kelihatan kumuh, hal ini akan berpengaruh pada proses belajar-mengajar. Sebaiknya sekolah yang benar-benar memenuhi syarat keberhasilan, keindahan, kesehatan, ketertiban dan keamanan akan mempunyai pengaruh positif terhadap proses pendidikan dan keadaan itu sendiri akan memberikan pengaruh yang positif kepada para siswa. Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, seperti : pemantapan pelaksanaan kurikulum, peningkatan jumlah, jenis dan kualitas tenaga kependidikan, peningkatan jumlah, jenis dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. Agar semua upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai maka kegiatan-kegiatan menuju tercapainya tujuan tersebut perlu ditunjang oleh layanan manajemen/pengelolaan yang teratur dan memadai. Demikian juga peningkatan jumlah, jenis, serta kualitas sarana dan prasarana pendidikan baik pendidikan dalam sekolah, maupun luar sekolah harus ditunjang oleh perangkatan pelayanan manajemen sarana dan prasarana yang tertib sehingga dapat mencapai tiga aspek kegunaan, yaitu hasil guna, tepat guna dan daya guna. Jika sarana dan prasarana pendidikan sudah memenuhi ketiga aspek kegunaan maka diharapkan kualitas pendidikan dapat diwujudkan sesuai dengan harapan. Gedung sekolah/madrasah yang mempunyai ruang-ruang belajar yang memenuhi syarat. Jelas lebih memberikan kemungkinan kepada siswa untuk belajar lebih enak dibandingkan dengan ruang belajar yang sempit, udara yang kurang lancar sirkulasinya dan cahaya yang kurang memenuhi syarat. Demikian juga tata ruang baca perpustakaan, ruang bimbingan dan penyuluhan dengan demikian jelas bahwa peralatan akan membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan sekolah/madrasah. Pengadaan alat-alat belajar selain gedung tidak kalah pelik dan mahal jika dibandingkan dengan pengadaan tempat belajar tersebut. Peralatan laboratorium ada yang harganya mahal sekali. Akan tetapi juga ada peralatan yang sangat murah sekali seperti papan tulis, kapur tulis, dan anehnya peralatan tersebut kurang diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Hal yang kecil tersebut akan mempunyai pengaruh besar dalam proses belajar mengajar. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pengadaan alat-alat sekolah secara keseluruhan sebenarnya tidak sulit, yang terjadi selama ini adalah yayasan/sekolah/madrasah kurang memperhatikan unsur-unsur perencanaan atau ada perencanaan tetapi kurang teliti. Orang Islam Indonesia biasanya mempunyai kelemahan dalam perencanaan, selain itu juga kurang memperhatikan segi ketelitian dalam pemeliharaan alat-alat tersebut. Kelemahan dalam perencanaan maupun kelemahan dalam pemeliharaan pasti mempunyai dampak negatif terhadap kualitas pendidikan di sekolah. Hal ini disebabkan penguasaan teori-teori tentang peralatan memang kurang dikuasai dengan baik. Guru merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Namun bukan berarti keberadaan unsur-unsur lain tidak begitu penting bagi peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Guru memerlukan adanya layanan yang profesional di bidang sarana dan prasarana dalam menerapkan kemampuan yang secara maksimal. Oemar Hamalik menyebutkan "Dengan demikian sudah jelas bahwa di samping dibutuhkannya guru-guru yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang lebih memadai, juga diperlukan cara-cara bekerja dan sikap yang baru, peralatan yang lengkap, dan sistem administrasi yang lebih teratur". Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai disertai pemanfaatan dan pengelolaan secara optimal. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah, untuk itu perlu dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dewasa ini masih sering ditemukan banyak sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki oleh sekolah yang diterima sebagai bantuan, baik dari pemerintah maupun masyarakat yang tidak optimal penggunaannya dan bahkan tidak dapat lagi digunakan sebagaimana fungsinya. Hal itu disebabkan antara lain oleh kurangnya kepedulian terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki serta tidak adanya pengelolaan yang memadai. Seiring dengan perubahan pola pemerintahan setelah diberlakukannya otonomi daerah maka pola pendekatan manajemen sekolah/madrasah berubah, yakni lebih bernuansa daerah. Dengan adanya otonomi sekolah ini diharapkan sekolah dapat mengelola masing-masing sekolahnya dengan baik, terutama dalam manajemen sarana dan prasarananya. Untuk mewujudkan mengatur sarana dan prasarana, maka pemerintah melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa; (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, dan (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Zahara Idris dalam bukunya Pengantar Pendidikan bahwasanya "Dewasa ini semakin dirasakan pentingnya sarana dan prasarana pendidikan dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan". Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa pendidikan merupakan kegiatan komunikasi yang intinya adalah penyampaian dan atau pertukaran pesan terhadap peserta didik. Sarana pendidikan dipandang mampu membantu keberhasilan proses pendidikan. Selain itu, sarana pendidikan mempermudah proses belajar mengajar. Hal di atas menjadi salah satu faktor penghambat kualitas pendidikan di sekolah. Sebab para ahli pendidikan mengungkapkan bahwa pendidikan dikatakan berkualitas jika faktor pendukungnya juga berkualitas. Faktor-faktor tersebut adalah pendidik, peserta didik, tujuan pendidikan, alat-alat pendidikan dan lingkungan. Jadi cukup jelas bahwa alat (sarana dan prasarana) pendidikan merupakan faktor penting dalam tujuan pendidikan selain faktor-faktor lainnya. Karena dengan alat (sarana dan prasarana) pendidikan yang ter manage dengan baik maka dapat meningkatkan produktivitas pendidikan, sehingga pendidikan akan lebih dinamis, pengajaran lebih mantap dan penyajian lebih luas. Akan tetapi yang menjadi problem sekarang ini menurut Muhaimin adalah bahwa madrasah sebagian besar proses dan hasil pendidikannya masih relatif memprihatinkan terutama dalam rangka mencapai standar kualitas pendidikan secara nasional maupun Internasional. Hal ini dikarenakan tidak adanya profesionalitas dalam manajemen madrasah, serta belum banyak didukung oleh sumber daya internal, baik dalam pengembangan program pendidikan (kurikulum), sistem pembelajaran, sumber daya manusia, sumber dana maupun fasilitas yang memadai. Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor pendidikan yang keberadaannya sangat mutlak dalam proses pendidikan, hal ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana pendidikan tersebut tidak bisa dipisahkan dari faktor lainnya. Sebagaimana pendapat Mansur dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama Islam yang dikutip oleh Suharsimi yang menyebutkan bahwa "Kegiatan belajar mengajar di kelas memerlukan sarana atau fasilitas yang sesuai dengan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan murid. Fasilitas yang tersedia turut menentukan pilihan metode mengajar". Proses belajar mengajar akan semakin efektif dan berkualitas bila ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai. Proses belajar mengajar merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dan siswa dengan memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan demikian tanpa adanya sarana dan prasarana pendidikan dapat dikatakan proses pendidikan kurang berarti. Untuk memaksimalkan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan secara optimal maka perlu adanya suatu manajemen agar tujuan pendidikan yang dirumuskan dapat tercapai secara sempurna. Dengan adanya manajemen sarana dan prasarana pendidikan akan mampu akan mendayagunakan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien. Menurut Ali Imron, dkk "Tujuan manajemen sarana dan prasarana secara umum adalah untuk memberikan layanan secara profesional dibidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggarakannya pendidikan secara efektif dan efisien". Madrasah Tsanawiyah X merupakan madrasah negeri yang menuju pada madrasah bertaraf Internasional. Sekolah ini sedang merencanakan beberapa program dalam rangka pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana menuju madrasah bertaraf Internasional, mulai dari proses pengadaan sarana dan prasarana, pembenahan sarana dan prasarana yang dimiliki serta perbaikan manajemen sarana dan prasarana di MTsN X lebih ditingkatkan lagi sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan. Dalam fasilitas sarana MTsN X merupakan lembaga yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap diantaranya : gedung madrasah yang nyaman, letak yang strategis, mushola yang memenuhi standar, perpustakaan yang lengkap serta pembelajaran berbasis IT yang sekarang masih dalam proses pelaksanaan. Madrasah Tsanawiyah Negeri X ini merupakan madrasah yang letak geografisnya berada di daerah pedesaan bahkan dekat dengan pegunungan. Walaupun demikian, madrasah ini tidak kalah maju dengan madrasah-madrasah/sekolah-sekolah yang berada di daerah perkotaan. Hal ini dapat dilihat dari minat siswa yang ingin bersekolah di madrasah tersebut, prestasi yang membanggakan, dan tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap. Sarana dan prasarananya selalu siap pakai untuk proses belajar-mengajar maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di madrasah. Dengan adanya sarana dan prasarana yang lengkap, maka madrasah ini dapat mengikuti perkembangan zaman. Berdasarkan realitas di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana manajemen sarana dan prasarana pendidikan yang dilakukan oleh MTsN X sebagai salah satu lembaga rintisan madrasah bertaraf Internasional di X. Maka dari itu peneliti mengambil judul "MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI MTsN X". B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan yang menurut peneliti perlu untuk diteliti, permasalahan-permasalahan tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimana manajemen sarana dan prasarana dalam meningkatkan kualitas pendidikan di MTsN X ? 2. Bagaimana Kualitas Pendidikan setelah diadakannya manajemen sarana dan prasarana di MTsN X ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dirumuskan peneliti di atas, maka beberapa tujuannya adalah : 1. Mendeskripsikan manajemen sarana dan prasarana dalam meningkatkan kualitas pendidikan di MTsN X. 2. Mendeskripsikan Kualitas Pendidikan setelah diadakannya manajemen sarana dan prasarana di MTsN X. D. Kegunaan Penelitian Dengan adanya hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi Penulis Sebagai wacana untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya Manajemen Sarana dan Prasarana untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan. 2. Bagi Lembaga Penulisan skripsi ini setidaknya dapat dijadikan panduan atau pedoman keilmuan dan pengetahuan tentang Manajemen Sarana dan Prasarana Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan agar dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan terutama dalam dunia pendidikan 3. Bagi Sekolah Penulisan skripsi ini diharapkan mampu memberikan masukan dan pertimbangan serta dasar untuk memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam manajemen sarana dan prasarana. |
TESIS PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU Posted: 16 Oct 2013 09:05 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0224) : TESIS PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan belum seperti yang diharapkan. Selain masih kurangnya sarana dan fasilitas belajar adalah faktor guru. Pertama, guru belum bekerja dengan sungguh-sungguh. Kedua, kemampuan profesional guru masih kurang, (Sukmadinata, 2006 : 203). Guru belum dapat diandalkan dalam berbagai aspek kinerjanya yang standar, karena ia belum memiliki : keahlian dalam isi dari bidang studi, keahlian pedagogik, didaktik, dan metodik, keahlian pribadi dan sosial, khususnya berdisiplin dan bermotivasi, kerja tim antara sesama guru dan tenaga kependidikan lain, (Sanusi, 2007 : 17). Padahal, guru memegang peranan kunci bagi berlangsungnya kegiatan pendidikan. Tanpa kelas, gedung, peralatan dan sebagainya, proses pendidikan masih dapat berjalan walaupun dalam keadaan darurat, tetapi tanpa guru proses pendidikan hampir tak mungkin dapat berjalan, (Sukmadinata, 2006 : 203). Demikian juga, guru merupakan komponen paling menentukan, karena di tangan guru lah kurikulum, sumber belajar, sarana dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik, (Mulyasa, 2007 : 5). Menurut Darling-Hammond (2006 : 10), teori pembelajaran modern menyiratkan bahwa para guru harus menjadi pen diagnosis, organisator-organisator pengetahuan, dan pelatih-pelatih trampil untuk membantu para siswa menguasai informasi dan ketrampilan-ketrampilan yang kompleks. Peran guru sangat penting dalam pembentukan karakter dan sikap murid, karena murid membutuhkan contoh disamping pengetahuan tentang nilai baik-buruk, benar-salah, dan indah-tidak indah. Dibutuhkan guru yang bermutu karena perannya dalam pengembangan intelektual, emosional, dan spiritual murid. "Kualitas guru merupakan komponen penting bagi pendidikan yang sukses," tulis Darling-Hammond (2006 : 5). Menurut Killen (1998 : v), "Pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan guru memiliki pengaruh penting terhadap apa yang dipelajari siswa." Untuk meningkatkan kinerja guru dibutuhkan kompetensi kepala sekolah yang memadai, khususnya dalam bidang manajerial. Kecuali itu, kepala sekolah harus mampu mendorong kebijakan pemberian kompensasi yang layak bagi guru-guru, sehingga mereka dapat mengembangkan kompetensinya dengan maksimal dan akhirnya bisa menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik, tanpa kendala ekonomi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu : Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi, dan Sosial. Sejalan dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas sekolah, maka meningkat pula tuntutan terhadap para kepala sekolah. Mereka diharapkan mampu melaksanakan fungsinya baik sebagai manajer dan leader. Untuk meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan memperhatikan kesejahteraan melalui beberapa langkah antara lain : pemberian gaji, kewenangan, dan otonomi yang cukup untuk memperkuat peran manajerial mereka di sekolah. Dengan diterbitkannya instrumen kebijakan baru, maka para kepala sekolah akan segera mendapat kompensasi meningkat, dukungan profesional, dan otonomi. Persoalannya adalah untuk memperoleh sejumlah penghargaan tersebut, setiap kepala sekolah harus memenuhi standar mutu yang telah digariskan oleh pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Hal ini, dimaksudkan agar pemberian penghargaan tersebut terarah dan tepat sasaran. Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah memiliki tanggungjawab legal untuk mengembangkan staf, kurikulum, dan pelaksanaan pendidikan di sekolahnya. Di sinilah, efektifitas kepemimpinan kepala sekolah tergantung kepada kemampuan mereka bekerjasama dengan guru dan staf, serta kemampuannya mengendalikan pengelolaan anggaran, pengembangan staf, scheduling, pengembangan kurikulum, pedagogi, dan assessment. Dalam kerangka MBS, kepala sekolah bertanggungjawab atas pelaksanaan (1) manajemen sekolah; (2) pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM); dan (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah. Untuk menjalankan tugas manajerial di atas, dan juga merespon tuntutan yang terus berubah saat ini, kepala sekolah harus memiliki kepemimpinan yang kuat agar mampu melaksanakan program-program sekolah yang mereka bina secara efektif. Hal ini, mengingat kepala sekolah tidak saja bertanggungjawab mengelola guru, murid, dan orang tua, tetapi juga harus menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat luas. Untuk mendukung pelaksanaan tanggungjawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan dan keterampilan kepemimpinan. Fred M. Hechinger (dalam Davis dan Thomas, 1989 : 17) pernah menyatakan : "Saya tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk. Saya juga menemukan sekolah yang gagal berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada kualitas kepala sekolahnya". Pandangan tersebut menganjurkan kepada para kepala sekolah untuk memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan secara cermat. Kompetensi kepala sekolah akan berpengaruh terhadap kinerja para guru. Demikian juga kompensasi yang diberikan sekolah akan meningkatkan kinerja guru, karena guru telah mendapatkan sesuatu yang benar-benar layak buat mereka. Menurut Abin Syamsudin (2001), variabel yang memengaruhi variabel produktivitas guru adalah : kepemimpinan, pendidikan, kemampuan (kompetensi), tanggungjawab, tingkat kesejahteraan (kompensasi), lingkungan kerja, dan kepuasan kerja. Di antara tujuan pemberian kompensasi menurut Alma (1998 : 203) adalah bahwa ia dapat meningkatkan motivasi guru dan dapat memenuhi kebutuhan guru. Karena guru dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya, maka motivasi kerja bisa meningkat. Fakta menunjukkan bahwa banyak guru yang bekerja di luar profesinya, sehingga waktu dan tenaga serta pikirannya tidak sepenuhnya dicurahkan untuk perbaikan mengajar dan mendidik. Hal ini karena gaji mereka belum mencukupi kebutuhan hidup mereka. Alih-alih mengembangkan kompetensi guru dengan beragam cara, sehingga kualitas mereka meningkat dan sesuai perkembangan zaman, mereka malah disibukkan dengan urusan mencari tambahan uang di luar bidang profesinya. B. Rumusan Masalah Produktifitas kinerja guru sangat penting bagi tercapainya keluaran pendidikan yang diharapkan. Namun, fakta menunjukkan bahwa kinerja guru banyak menemui hambatan internal dan eksternal. Masalah kepemimpinan kepala sekolah, mutu pendidikan, kemampuan guru dan kepala sekolah, tingkat kesejahteraan guru, lingkungan dan budaya kerja, serta kepuasan kerja, merupakan factor-faktor yang sangat terkait dengan kinerja guru di sekolah. Oleh karena itu, perbaikan kualitas dan kuantitas faktor-faktor tersebut harus segera dilakukan oleh semua pihak yang bertanggung jawab terhadap dunia pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan bisa tercapai sesuai harapan. Sekolah, pemerintah, dan masyarakat harus bekerjasama untuk meningkatkan kinerja guru, karena merekalah pintu gerbang keberhasilan generasi muda Indonesia lima hingga sepuluh tahun mendatang. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan tingkat produktifitas guru, maka dalam penelitian ini hanya akan mengukur hubungan kemampuan manajerial kepala sekolah dan kompensasi dengan produktifitas kinerja guru di SMA I dan II. Karena, diasumsikan bahwa kedua variabel itulah yang sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja guru. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran/profil kemampuan manajerial kepala sekolah di SMAN Di Kecamatan X ? 2. Bagaimana gambaran kompensasi yang diterima guru di SMAN Di Kecamatan X ? 3. Bagaimana gambaran produktivitas kerja guru di SMAN Di Kecamatan X ? 4. Bagaimana pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ? 5. Bagaimana pengaruh kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ? 6. Seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X ? D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka secara umum peneliti bermaksud ingin mengidentifikasikan, mendeskripsikan, dan menganalisa pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru. Sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini antara lain : 1. Ingin mengetahui bagaimana gambaran kemampuan manajerial Kepala sekolah di SMA Negeri di Kecamatan X. 2. Ingin mengetahui bagaimana gambaran kompensasi yang diterima guru di SMA Negeri di Kecamatan X. 3. Ingin mengetahui bagaimana gambaran produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X. 4. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah terhadap produktivitas kerja Guru di SMA Negeri di Kecamatan X. 5. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X. 6. Ingin menganalisis seberapa besar pengaruh kemampuan manajerial Kepala sekolah dan kompensasi terhadap produktivitas kerja guru di SMA Negeri di Kecamatan X. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat penelitian secara teoritis Ditinjau dari aspek pengembangan ilmu penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan ilmu administrasi pendidikan di sekolah. yang berkaitan dengan upaya untuk menemukan berbagai konsep maupun pengertian baru ke arah pengembangan sumber daya manusia yang profesional amat diperlukan dalam menjawab tantangan mutu pendidikan Indonesia di masa depan. 2. Manfaat penelitian secara praktis Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : a. Kepala Sekolah Sebagai pedoman dalam upaya meningkatkan kemampuan manajerialnya dan memilih pendekatan yang dapat dijadikan dasar dalam peningkatan produktivitas kerja guru melalui peningkatan : 1) Kompensasi finansial; 2) Kompensasi non financial. b. Guru dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja melalui peningkatan pendidikan, pengetahuan/kemampuan dan tanggungjawab. c. Perorangan yang memerlukan gambaran tentang pendekatan yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan produktivitas kerja melalui kompensasi. |
TESIS IMPLEMENTASI PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH Posted: 16 Oct 2013 09:01 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0223) : TESIS IMPLEMENTASI PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan formal atau yang disebut dengan sekolah atau madrasah merupakan pranata sosial yang mengalami perkembangan dari masa ke masa yang biasanya diselenggarakan secara masal untuk umum dengan standar kurikulum tertentu pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Dikarenakan pendidikan merupakan pranata sosial, maka keterlibatan masyarakat dalam proses pendidikan menjadi mutlak diperlukan sebagaimana tertuang dalam paradigma baru tri pusat pendidikan dimana semua orang (orang tua dalam keluarga, kepala sekolah dan guru di sekolah serta masyarakat) bekerjasama mendidik anak-anak dengan baik. Keluarga (home), sekolah (school), dan masyarakat (community) memiliki pola hubungan fungsional yang amat rapat, dan bahkan seharusnya bersatu padu secara sinergis dalam melaksanakan misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Dulu kita mengenal Badan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG), dan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Sebagai penyempurnaan institusi tersebut, sekarang, telah ditemukan bentuknya yang lebih ideal, yaitu komite sekolah. Dimana komite ini secara formal difungsikan sebagai forum pengambilan keputusan bersama antara sekolah, dan masyarakat dalam hal perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kerja yang dilakukan di sekolah. Berdasarkan Kepmendiknas 044/U/2002, komite madrasah mengemban empat peran sebagai berikut : (1) pemberi pertimbangan, (2) pendukung, (3) pengawas, dan (4) mediator. Keempat peran komite tersebut bukan peran yang berdiri sendiri, melainkan peran yang saling terkait antara peran satu dengan peran lainnya. Berdasarkan peran komite madrasah tersebut, maka pada tahap awal pembentukannya, komite madrasah disambut dengan sangat positif oleh sebagian besar masyarakat, dengan harapan yang tinggi pula. Namun ironisnya, pada perkembangan praktek di lapangan ditemukan beberapa fenomena penting, seperti adanya ketidakjelasan peran komite madrasah dan ketidakberdayaan. Penyebabnya antara lain, karena pelaksanaan peran komite madrasah tidak selalu memenuhi harapan. Padahal eksistensinya sangatlah penting dan strategis, yakni (1) memberikan pertimbangan dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan, (2) mendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, (3) mengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, (4) sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Pelaksanaan peran komite madrasah masih sangat variatif. Di satu pihak ada komite madrasah yang masih melanjutkan peran BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) yang sering disebut sebagai "stempel" kepala madrasah. Artinya, komite madrasah seperti ini hanya "mengekor" apa yang diprogramkan oleh kepala madrasah. Komite madrasah tidak memiliki ide kreatif dan gagasan inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Jadi program kepala madrasah itulah yang menjadi program komite madrasah. Sebaliknya adapula komite madrasah yang justru sangat ditakuti oleh kepala madrasah. Kedudukan sebagai kepala madrasah sering menjadi incaran kritik dan pengawasan secara berlebihan oleh komite madrasah apalagi jika kepala madrasah tersebut melaksanakan tugasnya secara tidak transparan, demokratis dan akuntabel. Jika kepala madrasah jelas-jelas melakukan penyelewengan maka komite madrasah ini tidak segan-segan lagi mengajukan rekomendasi kepada dinas pendidikan untuk mengganti kepala sekolah tersebut. Peran sebagai badan pengawasan lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain. Bahkan di beberapa madrasah keberadaan lembaga ini justru menjadi saingan kepala madrasah dalam menentukan kebijakan madrasah. Fenomena yang terjadi diatas bertentangan dengan pedoman kerja komite madrasah pada Bab II pasal 4 tentang kedudukan komite madrasah yang menyebutkan : Komite sekolah di SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, berkedudukan sebagai lembaga mandiri yang di luar struktur organisasi SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau lazim disebut dengan organisasi non struktural, tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK sebagai mitra kerja unsur pimpinan SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK. Dalam pasal 4 diatas sangat jelas disebutkan bahwa komite madrasah merupakan mitra kerja kepala madrasah sebagai unsur pimpinan satuan pendidikan sehingga transformasi pelaksanaan konsep komite madrasah memerlukan pemahaman dari berbagai pihak baik dari anggota komite madrasah maupun dari kepala madrasah agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa menimbulkan konflik dalam mencapai tujuan bersama bahkan akan memberikan dampak buruk terhadap stabilitas pelaksanaan pendidikan di satuan pendidikan tersebut. Dinyatakan secara tegas, bahwa komite madrasah merupakan lembaga mandiri dan bersifat independen. Kedudukan komite madrasah tidak di bawah kepala madrasah atau dibawah bayang-bayang kekuasaan kepala madrasah namun, kedudukan komite madrasah adalah sebagai mitra kerja kepala madrasah. Berdasarkan kenyataan tersebut, komite madrasah akan bisa melaksanakan perannya secara optimal jika didukung oleh kepala madrasah, yang dimaksudkan dukungan disini adalah kepala madrasah memberikan ruang untuk komite madrasah dalam melaksanakan perannya sehingga akan tercipta hubungan yang sinergis diantara keduanya. Mulyasa mengatakan, dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah, maka kepala sekolah harus melibatkan masyarakat dalam memberikan masukan-masukan untuk menyusun program yang relevan. Di sisi lain, masyarakat juga memerlukan jasa sesuai dengan yang diinginkan. Jalinan semacam itu dapat terjadi, jika kepala sekolah aktif dan dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan. Hubungan antara kepala madrasah dengan komite madrasah yang dibangun dengan baik akan membawa pengaruh positif bagi komite madrasah dalam mengadakan sumberdaya-sumberdaya pendidikan dalam rangka melaksanakan pengelolaan pendidikan yang dapat memberikan fasilitas-fasilitas bagi guru-guru dan murid untuk belajar sebanyak mungkin, sehingga pembelajaran menjadi semakin efektif. Komite madrasah bisa ikut serta untuk meneliti berbagai permasalahan belajar yang dihadapi oleh murid secara kelompok maupun secara individual, sehingga membantu guru-guru untuk menerapkan pendekatan belajar yang tepat bagi murid-muridnya. Komite madrasah juga dapat menyampaikan ketidakpuasan para orangtua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh suatu madrasah. Obyek penelitian ini bertempat di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) X. alasan dipilihnya lembaga pendidikan ini karena peneliti melihat adanya hubungan yang sinergis antara komite madrasah dan kepala madrasah. Hal itu terlihat dari kontribusi yang telah diberikan oleh komite madrasah yang berupa penambahan aset-aset madrasah dari tahun ke tahun, prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh MAN X yang kesemuanya tidak lepas dari peran serta komite madrasah, maupun program-program kebijakan madrasah yang tidak bisa dipisahkan dari peranan komite madrasah di dalamnya. Berdasarkan data awal penelitian diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut tentang PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN SINERGIS DENGAN KEPALA MADRASAH. B. Fokus penelitian Penelitian ini memfokuskan pada Implementasi Peran Komite Madrasah Dalam Menciptakan Hubungan yang Sinergis dengan kepala madrasah dengan sub fokus : 1. Bagaimana komitmen dan tanggung jawab komite MAN X dalam mengimplementasikan peran-perannya di MAN X ? 2. Apa kekuatan yang dimiliki komite MAN X untuk mempertahankan eksistensinya di MAN X ? C. Tujuan Penelitian Berbanding lurus dengan sub fokus penelitian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana komitmen dan tanggung jawab komite MAN X dalam mengimplementasikan peran-perannya di MAN X ? 2. Untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki komite MAN X untuk mempertahankan eksistensinya di MAN X ? D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan pengetahuan tentang implementasi peran komite madrasah dalam menciptakan hubungan sinergis dengan kepala madrasah b. Hasil-hasil yang diperoleh dapat menimbulkan permasalahan baru untuk diteliti lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pengurus komite madrasah Mengungkapkan beberapa kendala atau hambatan terhadap profil dan peran komite madrasah yang pada akhirnya dapat digunakan oleh pengurus komite madrasah untuk menciptakan hubungan sinergis yang lebih baik dengan kepala sekolah. b. Bagi kepala madrasah Memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi kepala sekolah selaku penyelenggara pendidikan akan pentingnya membina hubungan sinergis yang baik dengan komite madrasah keberlangsungan pendidikan di satuan pendidikannya. c. Bagi dewan pendidikan Memberikan masukan yang penting bagi dewan pendidikan untuk lebih memiliki integritas yang tinggi demi keberlangsungan pendidikan di satuan pendidikan masing-masing melalui komite madrasah. |
Posted: 16 Oct 2013 08:54 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0222) : TESIS ANALISIS KINERJA SEKOLAH BERDASARKAN PENDEKATAN MANAJEMEN MUTU TERPADU (TQM) DAN PENGARUHNYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian terhadap penjaminan mutu telah menjadi isu penting di hampir seluruh organisasi baik organisasi yang berorientasi laba maupun organisasi nirlaba, baik sektor swasta maupun sektor publik, baik organisasi penghasil barang maupun penghasil jasa. Sektor pendidikan yang merupakan sektor publik adalah salah satu lembaga yang dituntut untuk menempatkan mutu sebagai perhatian utama karena pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pula. Perhatian terhadap isu penjaminan mutu ini belum diikuti dengan perhatian terhadap penambahan ilmu dan informasi tentang hal-hal yang menyangkut penjaminan mutu tersebut. Konsep-konsep penjaminan mutu masih dilandasi pemikiran-pemikiran tradisional, yang masih banyak dikaitkan dengan urusan inspeksi atau kontrol mutu. Masih banyak yang beranggapan bahwa penjaminan mutu sama dengan kontrol mutu, yang meliputi aktifitas checking, deteksi dan inspeksi. Dalam bidang pendidikan misalnya, pemerintah, yakni Kementerian Pendidikan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Peraturan Menteri tersebut menjelaskan tentang pembagian tugas dan koordinasi kegiatan-kegiatan penjaminan mutu pendidikan di antara pemangku kepentingan pendidikan di daerah. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah kegiatan pemetaan dan pengukuran, analisis serta kegiatan-kegiatan peningkatan mutu dan kapasitas sekolah sebagai satuan pendidikan. Semua kegiatan-kegiatan penjaminan mutu ini merujuk pada ketentuan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni Standar Nasional Pendidikan. Namun semua kegiatan yang tercakup dalam peraturan menteri tersebut belum mencerminkan sebuah sistem manajemen kualitas menyeluruh yang menyentuh semua sisi penjaminan mutu. Manajemen kualitas mutu yang banyak dikampanyekan adalah penerapan sistem manajemen ISO 9000 yang belum benar-benar menyentuh sisi mutu yang sesungguhnya dan pelaksanaannya masih terbatas pada konsistensi dan kesesuaian dokumen administrasi kegiatan. Pengukuran kinerja dalam sistem manajemen ISO 9000 yang dilakukan lewat audit internal dan audit eksternal belum mampu mengungkap seluruh kelemahan yang menyangkut performansi organisasi dan pada akhirnya belum mampu memenuhi kepuasan pelanggan yang merupakan salah satu dimensi mutu. Untuk itu diperlukan sebuah usaha untuk mendorong dan memotivasi warga sekolah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk lebih mengenal dan mempelajari konsep mutu dan berbagai pendekatan, teknik dan inovasi yang terkait dengan mutu. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dalam rangka penjaminan mutu adalah pendekatan manajemen mutu terpadu (total quality management/TQM). Pendekatan TQM ini memang lahir dari gerakan-gerakan revolusi terhadap perbaikan kualitas produk di industri barang, namun tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan dalam sektor publik seperti bidang pendidikan karena falsafahnya adalah perbaikan secara terus menerus lewat perbaikan budaya, komunikasi dan komitmen dari seluruh komponen organisasi. Manajemen Mutu Terpadu atau TQM sebagai sebuah pendekatan dalam mewujudkan program penjaminan mutu sangat penting untuk ditempatkan sebagai kajian-kajian ilmiah dalam rangka pengukuran dan prediksi tentang kesiapan lembaga pendidikan dalam memanfaatkan teknik ini. Kajian tentang TQM ini juga secara signifikan akan memberikan gambaran tentang perlu tidaknya teknik yang berasal dari dunia korporasi ini diterapkan dalam lingkungan pendidikan yang segala sisi kegiatannya bersifat humanis. Pembahasan tentang TQM memang tidak pernah terlepas dari pembahasan tentang mutu yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, maka pembicaraan tentang TQM dalam lingkungan sekolah adalah pembahasan tentang sejauh mana proses pendidikan sekolah diarahkan untuk mencapai tuntutan pelanggan. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa sebenarnya yang layak disebut pelanggan dalam dunia pendidikan. Peserta didik dan orang tuanya, pemerintah daerah maupun pusat adalah pihak yang secara langsung dan tidak langsung mendanai pelaksanaan pendidikan di sekolah sehingga diberbagai sumber tulisan mereka disebut sebagai pelanggan utama pendidikan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa aplikasi TQM di lingkungan sekolah adalah penerapan prinsip-prinsip TQM dalam rangka pencapaian tuntutan para pelanggan tersebut. Sejatinya, sebagian komponen dalam pendekatan TQM telah terintegrasi dalam manajemen berbasis sekolah (MBS). Serpihan-serpihan komponen TQM ini telah berjalan secara sederhana dan belum disadari dan dikelola secara utuh sebagai sebuah usaha untuk perbaikan mutu. Namun demikian, MBS belum memuat seluruh prinsip utama dan unsur pokok manajemen mutu terpadu. Manajemen mutu terpadu dalam lingkungan sekolah merupakan suatu sistem manajemen yang menyangkut mutu sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi sekolah. Misi utama manajemen mutu terpadu di lingkungan sekolah adalah memenuhi kepuasan pelanggan, melalui perbaikan pada proses dan pelibatan pihak terkait secara total, dengan menempatkan siswa sebagai "klien" utama. Pelaksanaan manajemen mutu di lingkungan sekolah memang sangat berbeda dengan yang terjadi di dunia industri barang bahkan tetap berbeda bila dibandingkan dengan organisasi penyedia jasa. Manajemen mutu di lingkungan sekolah merupakan hal yang kompleks dan tidak sederhana disebabkan perbedaan yang sangat jelas antara bentuk layanan dan "produk" yang dihasilkan. Menghasilkan manusia-manusia baru yang terdidik tidak dapat disamakan dengan menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas. Untuk itu perlu adanya sebuah usaha pemetaan dan pengukuran tentang bagaimana kondisi kinerja sekolah saat ini jika di lihat dari sudut pandang manajemen mutu terpadu, juga tentang sejauh mana warga sekolah sadar tentang mutu dan teknik-teknik penjaminan mutu serta bagaimana pihak sekolah menjalankan usaha penjaminan mutunya. Hal terpenting dalam usaha pengukuran ini adalah untuk mengetahui efektifitas penerapan falsafah manajemen mutu terpadu dalam lingkungan sekolah. Untuk itu, pengukuran kinerja sekolah dengan manajemen mutu terpadu ini disandingkan dengan pengukuran hasil belajar siswa, karena salah satu tujuan utama dari penerapan manajemen mutu terpadu di lingkungan sekolah adalah untuk meningkatkan kualitas dan daya saing lulusan sekolah dengan salah satu indikatornya berupa hasil belajar siswa. Jenjang pendidikan yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur pengukuran penjaminan mutu berdasarkan pendekatan manajemen mutu terpadu adalah jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) disebabkan pengelolaan manajemen sekolah yang lebih mapan. Gambaran kualitas penjaminan mutu SMA dapat dijadikan sebagai "patok duga" tentang bagaimana kualitas penjaminan mutu sekolah-sekolah dibawah tingkatannya yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD). B. Identifikasi Masalah Berbagai permasalahan yang terjadi di sekolah sehubungan dengan penjaminan mutu : 1. Bagaimanakah tingkat pemahaman kepala sekolah terhadap konsep penjaminan mutu secara umum dan penjaminan mutu pendidikan secara khusus ? 2. Bagaimanakah tingkat pemahaman warga sekolah lainnya terhadap konsep penjaminan mutu secara umum dan penjaminan mutu pendidikan secara khusus ? 3. Bagaimanakah gambaran pelaksanaan penjaminan mutu sekolah yang berjalan selama ini ? 4. Model/pendekatan apa yang digunakan dalam pelaksanaan penjaminan mutu sekolah yang berjalan selama ini ? 5. Apakah pelaksanaan penjaminan mutu sekolah berbanding lurus dengan kinerja sekolah ? 6. Apakah proses pelaksanaan penjaminan mutu sekolah berbanding lurus dengan kinerja sekolah yang diukur berdasarkan standar nasional pendidikan ? 7. Sejauh mana peran Dinas Pendidikan Propinsi dan Kab/Kota dalam menstimulasi pelaksanaan penjaminan mutu di sekolah ? C. Batasan Masalah Seluruh permasalahan diatas perlu dibatasi dikarenakan keterbatasan waktu, dana, tenaga dan teori. Pembatasan juga diperlukan guna menemukan fokus penelitian dan untuk pendalaman penelitian. Untuk itu permasalahan tersebut diatas dapat dibatasi menjadi : 1. Gambaran kinerja Sekolah Menengah Atas (SMA) secara keseluruhan di Propinsi X berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM). 2. Gambaran hasil belajar siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) secara keseluruhan di Propinsi X berdasarkan indikator nilai Ujian Nasional (UN). 3. Pengaruh kinerja Sekolah Menengah Atas (SMA) di Propinsi X berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM) terhadap hasil belajar siswa. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah gambaran kinerja Sekolah Menengah Atas (SMA) secara keseluruhan di Propinsi X berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM) ? 2. Bagaimanakah gambaran hasil belajar siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) secara keseluruhan di Propinsi X berdasarkan indikator nilai Ujian Nasional (UN) ? 3. Bagaimanakah pengaruh kinerja Sekolah Menengah Atas (SMA) di Propinsi X berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM) terhadap hasil belajar siswa ? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mendapatkan gambaran kinerja Sekolah Menengah Atas (SMA) secara keseluruhan di Propinsi X berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM). 2. Mendapatkan gambaran hasil belajar siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) secara keseluruhan di Propinsi X berdasarkan indikator nilai Ujian Nasional (UN) 3. Melihat pengaruh kinerja Sekolah Menengah Atas (SMA) di Propinsi X berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM) terhadap hasil belajar siswa. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain adalah : 1. Untuk SMA yang ada di Propinsi X : a. Dapat memberikan gambaran tentang kinerja Sekolah mereka berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM), sehingga dapat menjadi informasi dan pengetahuan tambahan bagi pihak sekolah tentang peta manajemen mutu mereka serta manajemen mutu terpadu itu sendiri. b. Dapat menyajikan sudut pandang yang berbeda dengan hasil akreditasi sekolah dalam menilai kinerja sekolah mereka. c. Dapat memberikan gambaran prediksi tentang kesiapan pihak sekolah dalam menjalankan manajemen mutu terpadu. 2. Untuk pemangku kepentingan pendidikan di Propinsi X : a. Dapat memberikan gambaran tentang kinerja Sekolah mereka berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM), sehingga dapat menjadi pijakan dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan dan program-program yang menyangkut penjaminan mutu pendidikan. b. Dapat memberikan gambaran prediksi tentang kesiapan lembaga pendidikan dalam menjalankan manajemen mutu terpadu. c. Dapat memberikan gambaran tentang hubungan antara kinerja Sekolah mereka berdasarkan indikator pendekatan manajemen mutu terpadu/total quality management (TQM), dengan hasil belajar siswa. |
You are subscribed to email updates from gudang makalah, skripsi dan tesis To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Post a Comment