download makalah, skripsi, tesis dll. |
- TESIS HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP SUPERVISI KLINIS DAN BANTUAN SUPERVISOR DENGAN KINERJA GURU SMAN X
- TESIS KONTROVERSI PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (STUDI KOMPILASI ILMU FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM)
- TESIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI X
| Posted: 06 Jun 2011 09:54 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0100) : TESIS HUBUNGAN PERSEPSI GURU TERHADAP SUPERVISI KLINIS DAN BANTUAN SUPERVISOR DENGAN KINERJA GURU SMAN X (PRODI : TEKNOLOGI PENDIDIKAN) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian manusia Indonesia seutuhnya, diperlukan proses pendidikan yang merupakan proses untuk meningkatkan harkat serta martabat bangsa. Karena melalui usaha pendidikan ini diharapkan dapat mengarahkan perkembangan anak di dalam pembentukan suatu pribadi yang mandiri. Tujuan pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, Tujuan pendidikan ini bisa menyangkut kepentingan peserta didik sendiri, kepentingan masyarakat dan tuntutan lapangan pekerjaan atau ketiga-tiganya peserta didik, masyarakat dan pekerjaan sekaligus. Proses pendidikan terarah pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, pengembangan sikap dan nilai-nilai dalam rangka pembentukan dan pengembangan diri peserta didik. Pengembangan diri ini dibutuhkan, untuk menghadapi tugas-tugas dalam kehidupannya sebagai pribadi, sebagai siswa, karyawan, profesional maupun sebagai warga masyarakat (Sukmadinata, 2004: 4). Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas. Dalam perilaku guru dituntut lebih profesional, sikap profesional guru dapat terlihat dari bagaimana guru dapat memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesinya. Guru yang profesional cenderung menghargai peraturan-peraturan yang ada, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pimpinan dan pekerjaannya. Sikap profesional tersebut dapat terbentuk melalui peningkatan ketrampilan dan sikap inovatif guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Dengan peningkatan ketrampilan, seorang guru dapat melaksanakan tugas dengan baik dan lebih profesional, demikian halnya dengan sikap inovatif guru dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang ada, sehingga guru lebih dapat diterima di tengah-tengah masyarakat dan peserta didik. Dalam mewujudkan tujuan pendidikan, SMA Negeri di Kabupaten X mencanangkan visi terwujudnya sekolah yang unggul dibidang IMTAQ dan IPTEK, dan misi: (a) Melaksanakan pembelajaran secara aktif dan koordinatif sehingga setiap siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, (b) Menumbuhkembangkan semangat keunggulan secara intensif dan koordinatif kepada seluruh warga sekolah, (c) Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenal potensi dirinya, sehingga dapat berkembang secara optimal, (d) Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tutuntan masyarakat dan perkembangan IPTEK, (e) Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan potensi yang dimiliki, (f) Menyelenggarakan program pendidikan yang senantiasa berakar pada sistem nilai, adat istiadat, agama dan budaya masyarakat dengan tetap mengikuti perkembangan dunia luar, (g) Meningkatkan penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama yang dianut serta budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah SMA Negeri Kabupaten X berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Tindakan kepala sekolah dilakukan dalam rangka untuk mendorong kinerja guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh pertimbangan terhadap para guru baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Guru merupakan panutan bagi peserta didik, untuk itu disiplin kerja guru merupakan hal yang sangat ditekankan di SMA Negeri Kabupaten X Disiplin merupakan sikap perilaku guru yang menunjukkan ketaatan pada aturan yang berlaku baik waktu maupun peraturan sehingga dalam pelaksanaan tugas dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Jadi disiplin merupakan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas yaitu mentaati semua yang harus ditaati dan juga mentaati semua larangan yang tidak boleh dilanggar, hal ini sangat diperlukan demi tercapainya tujuan itu sendiri. Meskipun sulit dibuktikan kenyataan yang sering dijumpai masih ada guru yang dalam melaksanakan tugasnya kurang atau bahkan tidak memperlihatkan kinerja yang baik, yaitu tidak membuat perencanaan pembelajaran, pelaksanaannya tidak mencapai target yang direncanakan bahkan masih ada guru yang kurang disiplin dalam kehadirannya dikelas. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi. Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai (Ilyas, 1999: 55). Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam pelaksanaan tugasnya guru dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi. Kinerja guru merupakan serangkaian hasil dari proses dalam melaksanakan pekerjaannya yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Hal tersebut sesuai dengan Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Guru No. 14 Tahun 2005 pasal 4 yang menyebutkan bahwa "guru berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional". Terkait dengan otonomi pendidikan, dalam upaya peningkatan kinerja guru diperlukan adanya menajemen berbasis sekolah (MBS). MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan dearah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka. Dengan telah ditetapkannya visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan SMA Negeri Kabupaten X tahun pelajaran XXXX/XXXX maka sekolah telah mengambil kebijakan untuk memprioritaskan peningkatan kinerja guru. Dalam upaya peningkatan kinerja guru SMA Negeri Kabupaten X diperlukan adanya kepemimpinan kepala sekolah yang bijaksana, yang memiliki kemampuan sebagai subervisor, memberikan bantuan supervisor, dan memiliki kemampuan melaksanakan supervisi dengan baik. Berbagai upaya dalam meningkatkan kinerja guru telah dilakukan oleh kepala sekolah, namun masih terdapat berbagai kendala antara lain: (1) masih adanya guru yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugas; (2) kepemimpinan kepala sekolah masih dirasa kurang komunikatif bagi sebagian guru; (3) masih adanya guru yang kurang bersemangat dalam melaksanakan proses pembelajaran. Terkait dengan permasalahan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini akan dikaji hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dan bantuan supervisor dengan kinerja guru Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten X. B. Identifikasi Masalah Kinerja guru sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain profesionalitas guru, kesejahtraan guru, kondisi lingkungan kerja, pelaksanaan supervisi, dan sebagainya. Supervisi sebagai salah satu uppaya pengembangan kemampuan guru secara maksimal agar menjadi orang yang lebih profesional, Supervisi apabila dilaksanakan secara efektif akan sangat mempengaruhi kinerjanya, yaitu peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas. Agar sasaran ini dapat dicapai maka supervisi harus dilaksanakan secara efektif oleh kepala sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut masalah-masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan supervisi di sekolah dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Efektifitas pelaksanaan supervisi masih belum jelas, karena banya yang melakukan hanya sekedar memenuhi syarat administrasi atau sekedar melaksanakan tugas tidak diprogramkan secara sistematis, sehingga setelah kegiatan supervisi dilakukan sering tidak ada implementasinya atau tidak ada tindak lanjutnya. 2. Profesionalitas supervisor (Kepala sekolah) bervariasi, ada supervisor yang benar-benar profesional, tetapi tidak sedikit supervisor (Kepala sekolah) yang sebenarnya kurang profesional terhadap bidang tugasnya. 3. Persepsi guru terhadap kegiatan supervisi kurang mendukung, masih banyak guru-guru yang acuh tak acuh terhadap pelaksanaan supervisi karena merasa sudah tidak mempunyai kepentingan lagi dengan urusan kenaikan pangkat, maupun ketidak puasan terhadap pelaksanaan supervisi yang dilaksanakan selama ini. 4. Tidak semua guru mendapatkan tunjangan sertifikasi sehingga dalam hal ini memunculkan sikap kecemburuan sosial yang berhubungan dengan finansial. Akibatnya banyak guru yang melakukan kerja sambilan diluar bidang pekerjaannya sebagai pendidik karena tuntutan kebutuhan yang tinggi. C. Pembatasan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini terbatas pada permasalahan yang berkaitan dengan persepsi guru terhadap supervisi klinis dan bantuan supervisor hubungannya dengan kinerja guru dengan wilayah penelitian terbatas di Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten X. D. Perumusan Masalah 1. Apakah terdapat hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dengan kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten X? 2. Apakah terdapat hubungan persepsi guru terhadap bantuan supervisor dengan kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten X? 3. Apakah terdapat hubungan antara persepsi guru terhadap supervisi klinis dan persepsi guru terhadap bantuan supervisor secara bersama-sama dengan kinerja guru pada SMA di Kabupaten X? E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dengan kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten X 2. Untuk mengetahui hubungan persepsi guru terhadap bantuan supervisor dengan kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten X 3. Untuk mengetahui hubungan persepsi guru terhadap supervisi klinis dan persepsi guru terhadap bantuan supervisor secara bersama-sama dengan kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten X. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan teori-teori manajemen teknologi pendidikan tentang persepsi guru terhadap supervisi klinis, dan bantuan supervisor; b. Memberi masukan yang penting dalam perkembangan dan peningkatan mutu ilmu pendidikan, khususnya sebagai pertimbangan dalam pembagian tugas guru sesuai dengan keahlian atau bidangnya. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi Departemen Pendidikan Kabupaten X dalam rangka meningkatkan kinerja guru. b. Sebagai masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas kinerja guru melalui adanya supervisi |
| TESIS KONTROVERSI PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (STUDI KOMPILASI ILMU FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM) Posted: 06 Jun 2011 09:51 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0099) : TESIS KONTROVERSI PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (STUDI KOMPILASI ILMU FIQH DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM) (PRODI : ILMU KEISLAMAN) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu perbuatan hukum yang sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat. Lembaga perkawinan merupakan faktor yang penting sebagai salah satu sendi kehidupan dan susunan masyarakat Indonesia, dan perkawinan itu sendiri merupakan masalah hukum, agama dan masyarakat. Di dalam lingkungan peradaban barat maupun yang bukan barat, perkawinan merupakan persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara formal dan berdasarkan aturan-aturan baik secara yuridis formal (undang-undang hukum positif) atau secara religius (aturan agama yang diyakini) yang dilakukan selama hidupnya sesuai dengan lembaga perkawinan. Oleh karena itu pelaksanaan perkawinan harus berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan baik oleh pemerintah maupun oleh agama (ajaran Islam). Pelaksanaan perkawinan yang berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah telah disepakati untuk dipatuhi, dan bagi yang melanggarnya akan mendapat sanksi. Aturan perundangan tentang perkawinan dikemas dalam peraturan; Kompilasi Hukum Islam (sumber hukum Islam yang menjadi Hukum Positif) dan Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah NO. 9 Tahun 1989 Tentang Pelaksanaan dari Undang-Undang Perkawinan. Menurut hukum agama pada umumnya perkawinan merupakan perbuatan yang suci yaitu suatu ikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan YME. agar kehidupan keluarga dan berkerabat berjalan dengan baik sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Jadi perkawinan dilihat dari segi ajaran agama, membawa akibat hukum terhadap agama yang dianut kedua calon mempelai beserta keluarga kerabatnya. Hukum agama telah menetapkan kedudukan manusia dengan 'iman dan taqwanya, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Agama tidak membenarkan perkawinan yang berlangsung tidak berdasarkan ajaran agama. Khusus hukum agama Islam yang dijadikan dasar hukum utama adalah al-Qur'an dan Hadith Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi kadang-kadang ada ayat-ayat al-Qur'an dan hadith Nabi yang tidak bisa dipahami secara langsung oleh manusia, oleh sebab itu bisa melalui jalan Ijtihad. Dari hasil Ijtihad para ulama itu terkumpul, sehingga menjadi suatu ilmu yang disebut Ilmu Fiqh. Sehingga Ilmufiqh dapat diartikan Ilmu yang menjelaskan tentang hukum-hukum shara' dengan dalil-dalil secara terperinci, atau disebut juga fiqh adalah mengetahui cabang-cabang hukum shar'i mengenai perbuatan yang dikeluarkan dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ketentuan hukum dalam ilmu fiqh menjadi rujukan umat Islam khususnya dalam menerapkan suatu hukum. Di dalam ilmu fiqh telah banyak dijelaskan secara detil oleh para imam madhab, bahwa perkawinan dapat dilakukan apabila telah memenuhi sharat dan rukun perkawinan. Dari beberapa syarat perkawinan adalah calon mempelai harus baligh, ukuran baligh (dewasa) bagi orang laki-laki dan perempuan berbeda menurut ulama fiqh. Beberapa ulama telah berpendapat bahwa perempuan dikatakan baligh; apabila telah mengalami masa haid (menstruasi), sedangkan laki-laki dikatakan baligh apabila telah bermimpi basah (dukhul). Shari'at (al-Qur'an dan hadith) telah menetapkan sebuah aturan, bahwa dalam melaksanakan perkawinan harus ada syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh subyek hukum, karena ajaran Islam tidak mengajarkan adanya pergaulan laki-laki dan perempuan selain mahram secara bebas tanpa batas. Selain al-Qur'an dan Hadith Nabi, kumpulan kitab-kitab fiqh senantiasa menjadi salah satu rujukan oleh manusia dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Oleh sebab itu dengan perkembangan zaman, muncullah beberapa pemikiran tentang pemberlakuan hukum Islam bagi umat Islam, hal ini berkembang bahwa hukum Islam menjadi hukum positif. Akhirnya dibuatlah rumusan hukum Islam dengan instruksi presiden RI NO. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang memuat tiga bidang yaitu bidang hukum Perkawinan, Hukum Waris, dan Hukum Wakaf. Dalam bidang Hukum Perkawinan Kompilasi Hukum Islam, menjelaskan tentang batasan usia di perbolehkan melakukan perkawinan apabila mempelai laki-laki telah berusia 19 tahun sedangkan mempelai perempuan telah berusia 16 tahun. Kompilasi Hukum Islam merupakan rujukan yang dipakai oleh hakim di lingkungan pengadilan agama di Indonesia. Disebut juga bahwa Kompilasi Hukum Islam merupakan rangkuman dari ilmu fiqh, maksudnya bahwa Kompilasi Hukum Islam dirumuskan dari beberapa kitab-kitab fiqh yang telah ditulis oleh ulama terdahulu yang di ambil dari beberapa dalil-dalil shara' secara terperinci. Namun pada bidang perkawinan terdapat ketentuan yang sangat berbeda mengenai batas usia bolehnya melakukan perkawinan, antara calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. Ketentuan dalam ilmu fiqh jelas berdasarkan al-Qur'an dan hadith-hadith Nabi Muhammad yang telah ditafsiri oleh ulamafiqh. Secara historis, ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam, diambil dari beberapa kitab fiqh. Dan dari kedua ketentuan baik ilmu fiqh maupun Kompilasi Hukum Islam sama-sama menjadi rujukan umat Islam terutama hakim di lingkungan Pengadilan Agama. Adanya perbedaan yang sangat kuat tentang batasan usia sebagai syarat menikah dari ilmu fiqh dan Kompilasi Hukum Islam ini, menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat (baik formal maupun non formal). Bagi yang tidak memenuhi kriteria usia yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam dianggap melanggar hukum dan disebut Perkawinan di Bawah umur. Sedangkan masyarakat masih menyakini bahwa shariat Islam tidak melarangnya dengan berpedoman pendapat para imam madhab. Lebih menarik pendapat yang kontroversi di kalangan masharakat, baru-baru ini terjadi sebuah pernikahan seorang yang bernama Pujiono Cahyo Widianto dipanggil shekh puji dengan seorang gadis di bawah umur yang tempatnya di kota Semarang. Pernikahan di bawah umur yang dilakukan oleh Shekh Puji ini, mengundang perhatian banyak orang dan Organisasi Masharakat (ORMAS) untuk ikut berkomentar. Bagi mereka berpendapat tidak ada masalah menikahi perempuan dibawah umur. Dengan alasan bahwa dalam ajaran Islam tidak ada batasan usia (usia minimal) sebagai sharat bolehnya menikah, akan tetapi ajaran Islam hanya menjelaskan bahwa calon mempelai laki-laki dan perempuan harus baligh. Mereka membuktikan dengan Hadith yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad menikahi Siti 'Aishah pada waktu usia 9 tahun. Dalam hal ini yang ditanyakan bagaimana peran Kompilasi Hukum Islam sebagai Undang-Undang Hukum Islam yang dijadikan pedoman oleh hakim Pengadilan Agama. Perdebatan ini terus berkembang, sebagaimana pelaksanaan perkawinan di bawah umur sebenarnya juga masih banyak dilakukan oleh masyarakat. Persoalan ini berkembang bukan hanya di lingkungan akademisi saja, melainkan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga formal (KOMNAS Perlindungan Anak dan HAM), juga ikut berpartisipasi menyumbangkan aspirasinya bahwa Pernikahan di bawah umur melanggar Undang-Undang. Ternyata benar-benar ada perbedaan antara KHI dengan ketentuan yang terdapat dalam teori fiqh. KH Husein Muhammad berpendapat; pandangan fiqh berbeda-beda mengenai usia minimal menikah, kita di Indonesia mengadopsi pandangan Hanafi. Masih terdapat dualisme hukum fiqh di beberapa kalangan ilmuan di Indonesia sebagian masih mengadopsi fiqh lama dan menekankan pada teks, sebagian yang lain menerapkan fiqh secara kontekstual. Seto Mulyadi berpendapat Perkawinan di bawah umur walaupun mungkin menurut shariat Islam itu benar, tetapi menurut hukum positif di Indonesia hal itu tidak bisa di benarkan. Karena bertentangan dengan undang-undang perkawinan dan juga undang-undang perlindungan anak. Di Mesir sebagai negara yang berdasarkan shariat Islam, pencatat penikahan diberi instruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri di bawah 16 tahun. Kemudian tahun 1931, sidang dalam organisasi hukum dan shari'ah menetapkan untuk tidak merespons pernikahan bagi pasangan dengan umur di atas. Pendapat kontroversi ini berkembang terus sampai pada pembahasan adanya beberapa pendapat bahwa sebenarnya Nabi menikahi Siti 'Aishah bukan pada usia 9 tahun. Pendapat yang lain menjelaskan bahwa Nabi menikahi 'Aishah pada usia 9 tahun, akan tetapi belum diajak kumpul satu rumah dengan Nabi melainkan masih bersama Abu Bakar (orang tua 'Aishah). Beberapa pendapat perkawinan di bawah umur, ditemukan beberapa pendapat dengan dikuatkan adanya analisa hadith tentang perkawinan Nabi dengan A'ishah, dapat dipahami bahwa sebenarnya usia 'Aishah saat itu bukan 9 tahun melainkan 19 tahun. Dalam hal ini, bagaimana pendapat ulama madhab fiqh tentang batas usia di perbolehkannya menikah, dan apa dasar ketentuan baligh atau mumayiz bagi seseorang. Oleh sebab itu perlu adanya kajian lanjutan yang menemukan sebuah formulasi hukum, sebagai dasar rujukan masyarakat khususnya umat Islam. B. Batasan Masalah Penelitian tesis ini di batasi pada sebuah perbedaan yang sangat kuat antara konsep Ilmu Fiqh dengan konsep Kompilasi Hukum Islam tentang Pernikahan di Bawah Umur, Apa dasar hukumnya sehingga kedua konsep tersebut mengalami perbedaan. karena kedua konsep tersebut menjadi salah satu rujukan dari umat Islam termasuk oleh seorang hakim. Adapun penelitian ini akan dimulai dari beberapa konsep yang terdapat di ilmufiqh dan kompilasi hukum Islam tentang batasan usia bolehnya menikah. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengapa ilmu fiqh tidak memberikan batasan usia calon mempelai sebagai syarat menikah? 2. Mengapa Kompilasi Hukum Islam membatasi usia calon mempelai sebagai syarat menikah? 3. Mengapa terdapat perbedaan antara konsep ilmu fiqh dengan kompilasi hukum Islam tentang batas usia bolehnya menikah? 4. Apa dampak yang terjadi apabila syarat batasan usia dalam perkawinan tidak dipenuhi? D. Penjelasan Judul Maksud judul pada penelitian tesis ini adalah adanya perbedaan pendapat di lingkungan masyarakat mengenahi dasar ketentuan pernikahan di bawah umur (ketentuan Ilmu Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam). Pernikahan di bawah umur maksudnya; penikahan yang dilakukan oleh seseorang sebelum berusia yang cukup sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Adapun dasar yang dikuatkan adalah Ilmu Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam. E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian tesis ini adalah : 1. Untuk menganalisa ketentuan apa yang terkandung dalam ilmu fiqh sehingga tidak membatasi usia dibolehkannya seseorang menikah. 2. Untuk menganalisa ketentuan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam dalam membatasi batas usia dibolehkannya seseorang menikah. 3. Menganalisa adanya perbedaan yang kuat diantara konsep ilmu fiqh dan Kompilasi Hukum Islam tentang batas usia bolehnya menikah. 4. Untuk mengetahui dampak yang terjadi apabila batasan usia dalam syarat perkawinan tidak dipenuhi. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Diharapkan dapat menjadi pijakan pada penulisan lanjutan dalam pengembangan hukum Islam. 2. Memberikan alternatif pemecahan (solusi) masalah tentang batas usia bolehnya menikah dalam ketentuan hukum Islam sebagai hukum positif dan bisa mengamandemen Kompilasi Hukum Islam. 3. Diharapkan menjadi sebuah pemikiran, wawasan yang lebih luas dalam menyikapi sebuah kontroversi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. 4. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hazanah perpustakaan Islam, khususnya dalam bidang hukum Islam (fiqh) di Indonesia. Sasaran pembacanya adalah masyarakat, terutama mereka yang ingin mendalami masalah fiqh atau hukum Islam. G. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif yang berupaya memecahkan permasalahan dengan cara mengumpulkan data melalui metode komparatif (perbandingan) dan observasi untuk menjelaskan perbedaan konsep Ilmu Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam tentang batasan usia sebagai syarat perkawinan. Data-data yang telah terkumpul akan dianalisis secara Induktif dengan ulasan atau penjelasan secara deskriptif. 1. Sumber data Kajian ini bersifat kepustakaan (library reseach). Karena itu, data-data yang akan dihimpun merupakan data-data kepustakaan yang representatif dan relevan dengan obyek studi ini. Adapun sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer berasal dari; pendapat para imam madhab fiqh yang diambil dari kitab-kitab fiqh, kitab-kitab hadith, dan kitab tafsir, selain itu juga diambil dari Kompilasi Hukum Islam, Hukum perkawinan di Indonesia, Sejarah pemberlakuan hukum Islam, Artikel tentang perkawinan di bawah umur. Sedangkan sumber data sekunder adalah buku-buku yang representatifdan membahas tentang perkawinan di bawah umur, sharat dan rukun perkawinan. 2. Metode pengumpulan data. Penulis akan menghimpun data-data yang meliputi dasar penetapan pendapat ulama madhab tentang batas usia bolehnya menikah. Dan penulis juga menghimpun data-data yang meliputi kondisi sosial, historis dirumuskannya Kompilasi Hukum Islam. Namun demikian data-data yang dihimpun, sudah tentu tidak hanya berupa kajian normatif sebagai kajian ontologis. Secara internal dalam kajian filsafat pengetahuan tentang hakikat ilmu mengacu pada tiga aspek, yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. 3. Analisis data. Secara metodologis, penelitian ini akan menggunakan pendekatan dan library reasech dan sejarah (historical approach). Oleh sebab itu penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang bertitik tolak pada interpretasi ayat al-Qur'an dan Hadith Nabi sebagai dasar, mengemukakan pendapat oleh ulama madhab fiqh, qawaid al-fiqhiyah dan fenomenologi (agar dalam memahami pemikiran masa lalu tidak hanya berhenti pada term-term tertentu saja, tetapi juga mengungkap landasan filosofisnya). Dalam mengambil konklusi, pendekatan ini menggunakan tiga langkah, interpretasi, eksplorasi dan pemaknaan. Interpretasi digunakan untuk mengungkap latar belakang, konteks, materi yang ada agar dapat diketahui konsep atau gagasan yang jelas. Eksplorasi dimaksudkan untuk menangkap apa yang ada dibalik yang tersimpan atau memperdalam pengetahuan suatu gejala dalam rangka merumuskan masalah yang lebih rinci, sedangkan pemaknaan untuk mengetahui yang etis transendental dari apa yang terjadi. Pemaknaan hasil analisis bertujuan untuk menarik kesimpulan penelitian. Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik. 4. Sistematika Pembahasan Untuk lebih mudah memahami bangunan pemikiran secara makro proposal tesis ini, penulis akan menampilkan rencana pembahasan yang disusun sebagai berikut: Bab pertama adalah pendahuluan yang berfungsi mengantarkan masalah yang diteliti secara metodologis, dan penelitian ini, berisi latar belakang masalah, penjelasan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua berupaya mendeskripsikan teori-teori yang terdapat dalam shari'at Islam (al-Qur'an) dan hadith, Ilmu fiqh yang terdapat dalam kitab-kitab ilmu fiqh, qawaid al-fiqhiyah dan rumusan dalam kompilasi hukum Islam tentang batas usia yang menjadi rukun dalam perkawinan. Pada bab ini juga mengantarkan pembaca untuk mengetahui hal-hal yang menjadi dasar ketetapan pendapat ulama madhab fiqh dan sejarah yang melatarbelakangi dirumuskannya Kompilasi hukum Islam. Bab ketiga, mengantarkan pembaca mengetahui dampak yang terjadi apabila batas usia sebagai rukun perkawinan tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang melaksanakan perkawinan, baik secara fisik maupun psikis. Bab keempat, berisi uraian yang berupaya menganalisis ketentuan yang terkandung dalam ilmufiqh dan kompilasi hukum Islam, kemudian menganalisis adanya kontroversi yang sangat mencolok di antara kedua konsep tersebut. Hasil analisis merupakan jawaban dari persoalan penelitian yang ditetapkan. Bab kelima, dari beberapa uraian merupakan penutup, yang di dalamnya memuat kesimpulan dan saran. Penarikan kesimpulan didasarkan atas rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik dan telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga pembaca mengetahui jawaban dari persoalan yang telah diteliti. Kemudian penulis memberikan saran yang terkait dengan materi pembahasan dalam mengaplikasikannya, baik pada pribadinya maupun pada orang lain, dan penulis berharap ada penelitian lanjutan yang lebih maksimal. |
| Posted: 06 Jun 2011 09:49 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0098) : TESIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI X (PRODI : MAGISTER AKUNTANSI) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai dilaksanakan secara efektif tanggal 1 januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintah yang sesungguhnya. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Halim, 2007). Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (dalam sidik et al., 2002:v), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Dalam UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 yang menjadi landasan otonomi tersebut dijelaskan lebih jauh bagaimana pengaplikasian hal-hal tersebut melalui beberapa Peraturan Pemerintah (PP), yang kemudian dipandu dengan Kepmendagri No. 29/2002. Pada tahun 2004, dikeluarkan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menggantikan UU No.22 Tahun 1999. Begitu pula UU No.25 Tahun 1999 digantikan oleh UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dengan daerah. Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemda mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pembiayaan, dan lain-lain pendapatan (Maimunah, 2006). Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah daerah. Dana transfer dari Pempus diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemda untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel. Sekarang ini, kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. Oleh karena itu, kekurangannya harus dibantu oleh Pemerintah Pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi (Usman et al., 2008). UU No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa transfer dari pemerintah berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana bagi hasil digunakan untuk pelaksanaan kewenangan Pemda. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Saragih (2003), dana bagi hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. DAU berperan sebagai pemerataan fiskal antardaerah (fiscal equalization) di Indonesia. Sedangkan DAK berperan sebagai dana yang didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat. Diluar dari fungsi tersebut, untuk secara detailnya, penggunaan dana tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah kabupaten/kota dapat menggunakan dana ini dengan efektif dan efisien untuk peningkatan pelayanan pada masyarakat dengan disertai pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut. Transfer dari Pemerintah Pusat merupakan dana utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemerintah Daerah dilaporkan diperhitungan APBD. Terdapat perbedaan penafsiran mengenai DAU oleh daerah-daerah. Dalam Saragih (2003), berbagai penafsiran tersebut diantaranya (a) DAU merupakan hibah yang diberikan pemerintah pusat tanpa ada pengembalian, (b) DAU tidak perlu dipertanggungjawabkan karena DAU merupakan konsekuensi dari penyerahan kewenangan atau tugas-tugas umum pemerintahan ke daerah, (c) DAU harus dipertanggungjawabkan, baik ke masyarakat lokal maupun ke pusat, karena DAU berasal dari dana APBN. Padahal tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik et al., 2002). Penelitian sebelumnya telah banyak yang mengangkat permasalahan transfer ini, di Amerika Serikat, persentase transfer dari seluruh pendapatan mencapai 50% untuk pemerintah federal dan 60% untuk pemerintah daerah (Fisher, 1982). Khususnya di daerah Winconsin di AS sebesar 47% pendapatan Pemda berasal dari transfer Pempus (Deller et al., 2002). Di negara-negara lain, persentase transfer atas pengeluaran Pemda adalah 85% di Afrika selatan, 67%-95% di Nigeria, dan 70%-90% di Meksiko. Sayangnya, alokasi transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Oates, 1999 dalam Halim 2003). Keadaan tersebut juga ditemui pada kasus pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia (Kuncoro, 2007). Dominannya peran transfer relatif terhadap PAD dalam membiayai belanja pemerintah daerah sebenarnya tidak memberikan panduan yang baik bagi governansi (governance) terhadap aliran transfer itu sendiri. Bukti-bukti empiris secara internasional menunjukkan bahwa tingginya ketergantungan pada transfer ternyata berhubungan negatif dengan pemerintahannya (Mello dan Barenstrein, 2001). Hal ini berarti pemerintah daerah akan lebih berhati-hati dalam menggunakan dana yang digali dari masyarakat sendiri daripada uang yang diterima dari pusat. Fakta di atas memperlihatkan bahwa perilaku fiskal pemerintah daerah dalam merespon transfer dari pusat menjadi determinan penting dalam menunjang efektivitas kebijakan transfer. Beberapa peneliti menemukan respon Pemda berbeda untuk transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Artinya ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan stimulasi yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer, maka disebut flypaper effect (Oates, 1999 dalam Halim 2003). Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Pulau Jawa dan Bali sebelumnya telah diteliti dan menghasilkan analisis bahwa ketika tidak digunakan tanpa lag, pengaruh PAD terhadap Belanja daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan digunakan lag, pengaruh DAU terhadap Belanja daerah justru lebih kuat dari pada PAD (Abdullah dan Halim, 2003). Hal ini berarti terjadi flypaper effect dalam respon Pemda terhadap DAU dan PAD. Selanjutnya Deller dan Maher (2005) meneliti kategori pengeluaran daerah dengan fokus pada terjadinya flypaper effect. Mereka menemukan pengaruh unconditional grants pada kategori pengeluaran adalah lebih kuat pada kebutuhan non esensial atau kebutuhan luxury seperti taman dan rekreasi, kebudayaan dan pelayanan pendidikan daripada kebutuhan esensial atau normal seperti keamanan dan proteksi terhadap kebakaran. Maimunah (2006) telah melakukan pengujian adanya flypaper effects pada belanja daerah pemerintah kabupaten/kota di pulau Sumatera tahun 2004. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa flypaper effect terjadi pada DAU terhadap Belanja Daerah. Namun hasil penelitian tersebut tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh wilayah Indonesia. Karena menurut Halim (2002) Pemda kabupaten/kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan Pemda kabupaten/kota di luar Jawa-Bali. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai flypaper effect Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah serta dampaknya terhadap kinerja keuangan di Provinsi X dengan alasan bahwa X memiliki karakteristik ekonomi dan geografis yang sama dan ketersediaan data. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu dimana penelitian ini mencoba menganalisis pengaruh flypaper effect DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah dengan menggunakan data runtun waktu (time series) (2003-2007), sehingga diharapkan dapat memberikan hasil analisis yang lebih komprehensif. Selain itu penelitian ini juga dihubungkan dengan kinerja keuangan pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi X. Sehingga penulis mengajukan judul "FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI X". 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terjadi flypaper effect pada pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di provinsi X? 2. Bagaimana pengaruh DAU dan PAD dalam memprediksi Belanja Daerah? 3. Jika terjadi flypaper effect, apakah ada perbedaan pada Kabupaten/Kota yang PAD-nya tinggi dengan Kabupaten/Kota yang PAD-nya rendah? 4. Bagaimana dampak flypaper effect terhadap kinerja keuangan daerah? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di provinsi X. 2. Mengetahui pengaruh DAU dan PAD dalam memprediksi Belanja Daerah. 3. Mengetahui kemungkinan adanya perbedaan flypaper effect antara Kabupaten/Kota yang PADnya tinggi dengan Kabupaten/Kota yang PADnya rendah. 4. Mengetahui dampakflypaper effect terhadap kinerja keuangan daerah? 1.4 Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah berupa kontribusi empiris, teori dan kebijakan, yaitu : 1. Kontribusi empiris, untuk memperkuat penelitian sebelumnya, berkenaan dengan adanya flypaper effect yang terjadi dalam transfer dana (DAU) dan PAD terhadap Belanja daerah. 2. Kontribusi kebijakan, memberikan masukan baik bagi Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan perencanaan, pengendalian, dan evaluasi dari APBN dan APBD, serta UU dan PP yang menyertainya. 3. Kontribusi teori, sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini. |
| You are subscribed to email updates from Gudang Makalah, Skripsi dan Tesis To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
| Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 | |








0 komentar:
Post a Comment