download makalah, skripsi, tesis dll. |
- SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR ANAK DISLEKSIA DENGAN PENDEKATAN SAVI PADA BIDANG STUDI PAI DI SDN X
- SKRIPSI PENGARUH METODE QUICK ON THE DRAW TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA BIDANG STUDI FIQIH DI SMP X
- SKRIPSI EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION (ATI) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMPN X
- SKRIPSI PENGARUH STRATEGI CRITICAL INCIDENT (PENGALAMAN PENTING) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS X
- SKRIPSI PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMPN X
Posted: 08 Aug 2011 08:24 PM PDT (KODE : PEND-AIS-0059) : SKRIPSI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR ANAK DISLEKSIA DENGAN PENDEKATAN SAVI PADA BIDANG STUDI PAI DI SDN X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar belajar. Proses belajar yang efektif antara lain dilakukan melalui membaca. Membaca merupakan proses yang kompleks, proses ini melibatkan sejumlah kegiatan fisik dan mental. Masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkat kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang. Belajar membaca bukanlah hal yang mudah. Bagi sebagian anak yang mempunyai kecerdasan (IQ) diatas rata-rata itu adalah mudah, akan tetapi bagi anak yang mempunyai IQ di bawah rata-rata semua itu merupakan hambatan dalam belajar, terutama dalam hal gangguan belajar membaca (Disleksia). Mengenali dan menangani ganguan membaca pada anak-anak sebenarnya bukanlah persoalan yang tidak bisa dipecahkan, akan tetapi untuk melakukan membutuhkan kesabaran. Para orang tua seharusnya memperhatikan dan mengamati secara cermat untuk bisa memahami kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak yang memiliki gangguan belajar. Dalam kehidupan kita di era serba sibuk seperti sekarang ini, waktu barang kali sudah menjadi sebuah komoditas langka yang sulit kita dapatkan. Dampaknya adalah masalah yang sedang dialami oleh anak penderita disklesia akan semakin bertambah buruk. Hal ini dikarenakan tidak ada seorangpun yang memiliki waktu untuk memberikan perhatian khusus pada sang anak, maupun dikarenakan orang tua tersebut lebih percaya pada terapi-terapi alternatif tertentu yang menjanjikan hasil-hasil instant tanpa memakan waktu yang lama. Kebanyakan orang tua menuntut anak agar gemar membaca, tetapi mereka seakan-akan tidak tahu bahwa minat membaca itu tidaklah tumbuh dengan sendirinya. Lingkungan amat berpengaruh dalam memunculkan minat membaca pada anak. Untuk itulah, peran orang tua sejak sedini mungkin amat penting dalam membentuk lingkungan yang mengundang minta membaca pada anak. Kesulitan dalam hal belajar membaca (disleksia) terjadi pada 5-10% dari seluruh anak di dunia. Gangguan belajar jenis ini pertama kali ditemukan pada akhir abad sembilan belas, ketika itu ia disebut dengan istilah "word blindness" buta huruf. Penyebab disleksia adalah faktor genetik yaitu diturunkan oleh salah satu atau kedua orang tua nak yang menderita. Beberapa peneliti berhasil menemukan disleksia cenderung dialami oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, penderita disleksia mengalami kesulitan menulis apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang secara akurat. Demikian pula ketika belajar membaca, pertama kali mereka akan belajar untuk mencoba memahami kosakata dari kalimat-kalimat yang pernah ia dengarkan, kata-kata yang sudah mulai terdengar akrab di telinga inilah yang kemudian akan selalu mereka cocokkan setiap kali mendengar atau menyimak kalimat yang diucapkan oleh seseorang. Kebanyakan anak mulai belajar membaca ketika berumur lima atau enam tahun. Memang beberapa anak belajar lebih cepat dibandingkan dengan dengan anak-anak lainnya, anak baru bisa dikatakan mengalami kesulitan membaca ketika mereka berusia tujuh atau delapan tahun, karena biasanya pada umur-umur tersebut anak sudah bisa membaca secara mandiri, tanpa bantuan orang lain. Tanda-tanda disleksia tidaklah terlalu sulit apabila pada orang tua dan guru memperhatikan mereka secara cermat. Misalnya, apabila anda memberikan sebuah buku yang tidak mungkin akan membuat cerita berdasarkan gambar-gambar yang ada di buku tersebut yang mana antara gambar dan ceritanya tidak ada memiliki kaitan. Dari penjelasan tentang anak yang mengalami gangguan belajar membaca di atas maka di bawah ini akan dijelaskan tentang suatu pendekatan yang digunakan oleh seorang guru agar dapat meningkatkan kemampuan belajar anak disleksia. Pembelajaran tidak otomatis meningkat dengan menyuruh orang berdiri dan bergerak kesana kemari. Akan tetapi menggabungkan gerakan fisik dengan gerakan aktivitas intelektual dan penggunaan panca indera yang berpengaruh besar pada pembelajaran, pendekatan yang digunakan ini dinamakan pendekatan SAVI. Unsur-unsur dari SAVI, yaitu : 1. Somatic (belajar dengan bergerak dan berbuat) Belajar somatic berarti belajar dengan indera peraba, kinestis, praktis, melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. 2. Auditori (belajar dengan berbicara dan mendengar) Pikiran auditori kita lebih kuat daripada yang kita sadari tetapi telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita sadari, ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. 3. Visual (belajar mengamati dan menggambarkan) Pembelajaran visual belajar paling baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar dan gambaran dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar. 4. Intelektual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenung) Meier mengatakan intelektual menunjukkan apa yang dilakukan pembelajaran dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, dan nilai dari pengalaman tersebut. Keempat cara belajar ini harus ada agar belajar berlangsung optimal, karena unsur-unsurnya terpadu, belajar yang paling baik bisa berlangsung jika semuanya itu digunakan secara simultan. Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana upaya meningkatkan kemampuan belajar pada anak disleksia. Maka dari itu, penulis mengadakan penelitian di salah satu sekolah dasar negeri yang sudah menggunakan pendekatan SAVI dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, sesuai dengan latar belakang tersebut penulis mengangkat judul : "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR ANAK DISLEKSIA DENGAN PENDEKATAN SAVI PADA BIDANG STUDI PAI DI SDN X". B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kemampuan anak disleksia di SDN X? 2. Bagaimana pendekatan SAVI dalam proses pembelajaran PAI? 3. Bagaimana upaya meningkatkan kemampuan belajar anak disleksia dengan pendekatan SAVI di SDN X? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang ditulis dalam skripsi ini adalah : 1) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan anak disleksia di SDN X 2) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pendekatan SAVI dalam proses pembelajaran PAI di SDN X 3) Untuk mengetahui dan mendeskripsikan upaya meningkatkan kemampuan belajar anak disleksia dengan pendekatan SAVI di SDN X. 2. Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian in adalah : 1) Manfaat teoritis bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam bidang pendidikan dan dapat menyumbang bangunan khazanah perkembangan ilmu pengetahuan. 2) Manfaat sosial praktis, maksudnya hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama bagi institusi pendidikan Islam. D. Definisi Operasional 1. Upaya meningkatkan Akal, ikhtiyar, daya upaya menaikkan (derajat, taraf, dan sebagainya). Maksudnya adalah usaha meningkatkan kemampuan belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) anak disleksia. 2. Kemampuan belajar Kesanggupan pada suatu proses aktivitas yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, keterampilan kemampuan, maupun sikap pada diri siswa. 3. Anak disleksia Seorang anak yang menderita gangguan pada penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada otak sehingga anak mengalami kesulitan membaca. 4. Pendekatan SAVI Suatu pendekatan yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual serta penggunaan semua indera yang berpengaruh besar pada proses pembelajaran. 5. Bidang Studi PAI Suatu bidang studi sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Berdasarkan definisi istilah-istilah di atas, maka yang dimaksud dengan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR ANAK DISLEKSIA DENGAN PENDEKATAN SAVI PADA BIDANG STUDI PAI DI SDN X" adalah suatu usaha guru PAI dalam meningkatkan kemampuan belajar pada anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia) dengan pendekatan SAVI untuk mencapai hasil yang optimal di SDN X. E. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terhadap penelitian. 1. Jenis data Jenis data dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Deskriptif adalah catatan yang menyajikan rincian kajian daripada ringkasan dan bukan evaluasi. Sedangkan metode kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen. Metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologi yang mengutamakan penghayatan. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa, interaksi, tingkah laku manusia dalam situasi tertentu perspektif atau pandangan penelitian sendiri. Responden dalam penelitian kualitatif berkembang secara terus menerus dan bertujuan sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis/ lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 2. Sumber data Adalah subyek darimana data dapat diperoleh. Adapun sumber data penelitian sesuai dengan cara memperolehnya dibagi menjadi dua, yaitu : a. Data primer : data langsung yang dikumpulkan oleh dari sumber pertamanya. Adapun data dari penelitian ini adalah semua komponen yang terlibat atau data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui observasi, interview dari guru PAI, catatan serta dokumen yang diperoleh dari sekolah SDN X. b. Data sekunder : data yang dikumpulkan oleh sebagai penunjang dari sumber pertama. Berkaitan dengan topik pembahasan. Adapun yang dimaksud dengan subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah siswa penderita disleksia. oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif ini tidak ada sampel acak tetapi sampel bertujuan (purposive sampling). Teknik ini digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan penelitiannya. Yang dimaksud sampel bertujuan adalah sampel yang dipilih dengan cermat sesuai dengan desain penelitian. Maksudnya dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel berdasarkan tujuan tertentu, sehingga yang dijadikan sampel adalah mereka-mereka yang berkomitmen dan terlibat langsung dalam menangani anak penderita disleksia yang meliputi guru agama, kepala sekolah dan guru-guru yang lain. Mengenai jumlah dan banyaknya sampel yang diambil dalam penelitian ini tidak ditetapkan secara kuantitatif, tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan, peneliti berusaha menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber yang relevan dengan jenis data yang dibutuhkan dan penarikan sampel dihentikan jika terjadi pengulangan informasi. 3. Teknik pengumpulan data a. Observasi Yaitu suatu cara pengambilan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki secara langsung ataupun tidak langsung. Teknik ini digunakan penulis untuk mengetahui secara langsung gambaran utuh tentang proses pembelajaran PAI pada anak Disleksia, bagaimana kemampuan belajar anak disleksia, serta bagaimana usaha seorang guru dalam meningkatkan kemampuan belajar anak disleksia dengan pendekatan SAVI pada proses pembelajaran PAI. Selain itu juga teknik ini juga penulis gunakan untuk memperoleh data tentang sejarah berdirinya sekolah SDN X, letak geografisnya, dan lain sebagainya. b. Interview Adalah suatu proses tanya jawab yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka atau mendengar secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Sebagai informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru bidang studi Pendidikan Agama Islam, wali kelas I dan ibu wali murid kelas I SDN X. Teknik ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi tentang bagaimana kemampuan belajar anak disleksia di SDN tersebut, bagaimana implementasi pendekatan SAVI dalam proses pembelajaran PAI serta bagaimana upaya guru dalam meningkatkan kemampuan belajar anak disleksia dengan pendekatan SAVI pada bidang studi PAI di SDN X, c. Dokumentasi Adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel atau catatan transkrip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legenda, dan lain-lain. Teknik ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi tentang hasil tes kemampuan membaca siswa kelas I SDN X serta data-data guru yang diperlukan oleh penulis. F. Teknik Analisis Data Analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan seperti yang disarankan oleh data. Data dalam penelitian ini pada hakikatnya berwujud kata-kata, kalimat atau paragraf-paragraf yang dinyatakan dalam bentuk narasi yang bersifat deskripsi mengenai peristiwa-peristiwa nyata yang terjadi dan dialami oleh subyek. Berdasarkan wujud dan sifat data tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik deskriptif. Data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi diolah dan dianalisis melalui beberapa langkah, diantaranya : 1. Reduksi data Adalah proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data dari field note. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Data yang diperoleh dari lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan terinci. Data dalam bentuk laporan tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema atau polanya. Data-data yang dimaksud adalah data yang diperoleh penulis melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang masih berupa tulisan-tulisan yang belum baku atau data mentah. Dimana data-data tersebut direduksi dan dirangkum, dicari hal-hal yang fokus pada materi penelitian yaitu tentang : a) Bagaimana kemampuan belajar pada anak disleksia di SDN X. b) Bagaimana implementasi pendekatan SAVI pada proses pembelajaran di SDN X c) Bagaimana upaya guru PAI dalam meningkatkan kemampuan belajar pada anak disleksia dengan pendekatan SAVI pada bidang studi PAI di SDN X. 2. Display data Yaitu rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami tentang berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk membuat sesuatu pada analisa atau tindakan lain berdasarkan pemahamannya tersebut. Pada saat merangkum data-data tersebut, hendaknya penulis menggunakan susunan kalimat yang logis dan sistematis agar mudah dibaca dan dipahami. Misalnya, apa itu disleksia, disleksia adalah gangguan belajar membaca yang disebabkan oleh kelainan pada saraf otak. 3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi Tujuan dari awal penelitian adalah berusaha mencari kesimpulan dari permasalahan yang diteliti. Mulai dari mencari pola, tema, hubungan, permasalahan hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya. Dari data tersebut diambil kesimpulan serta memverifikasi data tersebut dengan cara menelusuri kembali data yang telah diperoleh. Setelah data-data mengenai bagaimana kemampuan anak disleksia, bagaimana implementasi pendekatan SAVI pada proses pembelajaran PAI serta bagaimana upaya guru PAI dalam meningkatkan kemampuan belajar pada anak disleksia dengan pendekatan SAVI dirangkum dan direduksi secara logis dan sistematis, penulis menarik kesimpulan dan memverifikasi data tersebut dengan cara menelusuri kembali data yang diperoleh. G. Sistematika Pembahasan Agar penelitian ini dapat dipahami secara utuh dan berkesinambungan, maka perlu disusun sistematika pembahasan sebagai berikut : Bab I, merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II, pada bab ini akan di bahas mengenai kajian teori yang memaparkan tentang : anak disleksia yang meliputi pengertian, ciri-ciri dan macam-macam anak disleksia. Kemudian tiunjauan tentang pendekatan SAVI yang meliputi pengertian, unrur-unsur dan ciri-ciri dari SAVI, serta tinjauan tentang upaya dalam meningkatkan kemampuan belajar PAI pada anak disleksia. Bab III, pada bab ini dibahas mengenai laporan hasil penelitian yang meliputi : gambaran obyek penelitian (sejarah berdirinya, letak geografisnya, keadaan guru, karyawan dan siswanya), serta penyajian data yang meliputi bagaimana kemampuan belajar anak disleksia, bagaimana implementasi pendekatan SAVI pada proses pembelajaran serta bagaimana upaya meningkatkan kemampuan belajar pada anak disleksia dengan pendekatan SAVI pada bidang studi PAI. Bab IV, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. |
Posted: 08 Aug 2011 08:23 PM PDT (KODE : PEND-AIS-0058) : SKRIPSI PENGARUH METODE QUICK ON THE DRAW TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA BIDANG STUDI FIQIH DI SMP X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan yang diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia dan pembangunan sector ekonomi. Keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan sebagai upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, sedangkan manusia yang berkualitas dilihat dari segi pendidikan telah dirumuskan secara jelas dalam tujuan pendidikan nasional. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang system pendidikan nasional UU No. 20 tahun 2003 (2003 : 56) sebagai berikut : "Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi pesera didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Pemerintah bertanggung jawab atas diselenggarakannya suatu pendidikan nasional yang mampu menjamin pemerataan suatu pendidikan nasional yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan. Peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat. Berbagai perangkat perundang-undangan dan peraturan lain sudah dibuat oleh pemerintah. Dari segi penyelengaraan pendidikan. Indonesia sebenarnya telah memiliki berbagai perangkat peraturan dan perundang-undangan yang boleh dikatakan memadai. Namun sebenarnya belum cukup untuk menghasilkan sumber daya insani. Masalah pemerataan, relevansi dan kualitas pendidikan masih tetap merupakan persoalan klasik yang tidak kunjung terpecahkan secara tuntas. Harus diakui bahwa kualitas sumber daya manusia saat ini masih memprihatinkan sehingga perlu adanya peningkatan mutu belajar mengajar. Peningkatan tersebut tidak terlepas dari pendekatan dalam proses belajar mengajar. Karena baik tidaknya hasil belajar dapat dilihat dari mutu lulusan. Proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila ada interaksi antar komponen pendidikan. Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia. Pendidikan dalam prakteknya berkaitan erat dengan belajar yaitu kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat mendasar dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Guru juga mempunyai peranan penting untuk menentukan keberhasilan pendidikan, karena guru harus bisa membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar. Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Lembaga pendidikan dituntut untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran dan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga perlu diterapkan suatu metode pencapaian kualitas pembelajaran yang dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan dan juga melalui individu seorang guru. Dan Berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu hasil yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut malalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang telah berkualitas, antara lain melalui pembangunan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, serta penelitian bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pada skala mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggung jawab professional seorang dosen atau guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada skala makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggung jawaab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang memberikan konstribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran antara lain adalah : guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar, dan sistem. Guru yang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan; dengan kata lain, siswa tidak diberi peluang untuk berpikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir di bidangnya (state of the art) dan kemugkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memberi contoh-contoh yang kontekstual, metode penyampaian bersifat monoton, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal. Guru (pendidik) merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran, karena guru yang akan berhadapan langsung dengan peserta didik dalam proses belajar-mengajar. Melalui guru pula ilmu pengetahuan dapat ditransferkan. Guru memegang berbagai jenis peranan yang mau tidak mau harus dilaksanakannya sebagai guru. Yang dimaksud sebagai peran adalah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak melalui interaksi belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar mengajar, dan karenanya guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar disamping menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan kata lain : guru harus mampu menciptakan situasi kondisi belajar yang sebaik-baiknya. Proses pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah di Indonesia selama ini sebagian besar masih bersifat konvensional yang terpusat pada metode ceramah sehingga hanya mengoptimalkan keaktifan dan kemampuan utama guru. Pembelajaran dengan sistem ini memposisikan siswa sebagai obyek belajar yang pasif, hanya berperan sebagai penerima bahan ajar dan bukan subyek yang aktif dan berperan utuh dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran hanya satu arah. Akibatnya, proses pembelajaran menjadi membosankan dan siswa tidak dapat mengembangkan keterampilan dan life skill-nya. Guru sebagai pembimbing dalam proses kegiatan belajar mengajar harus memiliki metode pembelajaran yang tepat. Sebab pada pendidikan formal semua bidang pendidikan dan bidang studi harus memanfaatkan dasar mental pada tiap anak. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mental pada tiap anak. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mental kearah kematangan dan kedewasaan dalam arti seluas-luasnya secara terarah dan teratur. Pendidikan dengan segala perangkatnya harus memiliki wawasan ke hari mendatang. Maka dari itu guru harus pintar-pintar dalam menyesuaikan materi pelajaran dengan metode-metode yang akan dipakai. Sehingga akan tercipta suasana belajar yang efektif dan tidak monoton. Karena metode yang monoton dalam mengajar menjadikan peserta didik tertekan dan seakan ingin lari dari kelasnya. Hal-hal tersebut di atas, menuntut lembaga pendidikan untuk terus berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran dan proses penyelenggaraan pendidikan. Perlu diterapkan suatu metode untuk pencapaian kualitas pembelajaran yang lebih baik di lembaga pendidikan. Penggunaan metode pembalajaran yang bervariasi dan diseuaikan dengan karakteristik konsep yang akan diajarkan adalah salah satu cara agar pembelajaran lebih efektif. Guru juga harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas dalam hal pemilihan dan pengunaan metode pembelajaran. Hal ini disebabakan dalam proses belajar mengajar, tidak semua siswa mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama dan pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan berbeda-beda, ada yang cepat, ada yang sedang dan ada yang lamban. Berlatar belakang dari permasalahan yang terjadi di atas, peneliti mencoba untuk melakukan Penelitian eksperimen dengan menerapkan metode quick on the draw. Strategi pembelajaran ini menuntut para aktif setiap siswa dalam proses pembelajaran, dimana siswa akan belajar dalam tim dan mengembangkan kerjasamanya di dalam tim tersebut. Keberhasilan tim adalah tanggung jawab setiap siswa yang menjadi anggota di dalamnya, maka partisipasi dan kekompakan seluruh anggota sangat dibutuhkan untuk keberhasilan tim. Quick on the draw adalah sebuah metode yang didalamnya melakukan sebuah aktivitas riset dengan insentif bawaan untuk kerja tim dan kecepatan. Aktivitas ini mendorong kerja kelompok semakin efisien kerja kelompok, semakin cepat kemajuannya. Kelompok dapat belajar bahwa pembagian tugas lebih produktif daripada menduplikasi tugas. Metode ini memberikan pengalaman mengenai tentang macam-macam keterampilan membaca, yang didorong oleh kecepatan aktivitas, ditambah belajar mandiri dan kecakapan ujian yang lain membaca pertanyaan dengan hati-hati, menjawab pertanyaan dengan tepat, membedakan materi yang penting dan yang tidak. Kegiatan ini membantu siswa untuk membiasakan diri mendasarkan belajar pada sumber bukan guru. Peneliti yakin dengan metode pembelajaran yang divariasi dan dimodifikasi akan memicu kreatifitas dan potensi krirtis siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dengan pembelajaran yang demikian, siswa akan mendapatkan pembelajaran yang bermakna yang menyenangkan, sehingga mereka terlepas dari perasaan bosan dan beban untuk mempelajari sekian banyak materi seperti yang sering dihadapi siswa jika pemebelajaran yang disampaikan bersifat mononton dan text book oriented. Dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat selanjutnya diharapkan berpengaruh terhadap kemajuan prestasi belajar siswa. Sebagai hasil proses dari belajar mengajar, prestasi yang berhasil dicapai siswa tercermin dalam hasil evaluasi dan nilai rapor yang diperoleh siswa tiap semester. Setiap siswa diberikan pelayanan yang sama dalam proses belajar mengajar, akan tetapi hasilnya belum tentu sama antara satu anak dengan anak yang lain. Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh melalui usaha belajar. Setiap kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan tentunya mengharapkan prestasi belajar yang baik dan optimal. Keberhasilan belajar siswa tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya. Selain pemilihan metode yang tepat oleh guru, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sehingga diharapkan masalah-masalah di atas bisa terpecahkan, yaitu pemilihan metode yang tepat dan juga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. W.S. Winkel mengemukakan : Faktor yang berasal dari dalam diri individu meliputi faktor psikis seperti intelegensi, motivasi, sikap, minat, dan kebiasaan belajar, sedang faktor yang bersasal dari luar diri individu yaitu pengaruh proses belajar di sekolah seperti kurikulum, failitas belajar, disiplin sekolah dan guru. Faktor sosial seperti status sosial ekonomi, interaksi guru dan siswa dan faktor situasionl seperti keadaan iklim, waktu dan tempat. Proses pembelajaran atau belajar yang dilaksanakan pada akhrinya akan terdapat hasil pembelajaran atau yang disebut dengan prestasi belajar siswa. Prestasi belajar adalah pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam rangkan memperbaiki mutu pembelajaran dan mencapai tujuan pendidikan yang meliputi keberhasilan baik ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik, lemaga pendidikan sering terbentur permasalahan yang muncul, permasalahan-permaslahan yang dihadapi di SMP X diantaranya : 1. Guru belum maksimal memerankan fungsinya sebagai pemimpin, fasilitator, pembimbing, dinamisator maupun motivator. 2. Sebagian besar siswa beranggapan bahwa mata pelajaran fiqih adalah mata pelajaran yang membutuhkan tingkat pemahaman yang tinggi. 3. Proses pembelajaran yang dilakukan masih terpusat pada metode konvensional yang satu arah dan cenderung Text Book Orionted. 4. Masih rendahnya keaktifan dan partisipasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran fiqih. 5. Masih rendahnya pemahaman siswa dilihat dari ulangan harian pada materi sebelumnya. 6. Masih kurang dikembangannya startegi dan metode pembelajaran yang mengikutsertakan partisipasi aktif siswa. C. Rumusan Masalah Untuk menghindari masalah yang terlalu umum dalam skripsi ini, maka penulis rumuskan permasalahan yang ada agar permasalahan tersebut lebih terfokus terhadap tema isi skripsi ini. Adapun rumusan masalah tersebut sebagi berikut : 1. Bagaimana aktivitas guru selama proses pembelajaran dengan menggunanan metode quick on the draw di SMP X? 2. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode quick on the draw di SMP X? 3. Bagaimana prestasi belajar siswa selama proses pembelajaran denagan menggunakan metode quick on the draw pada mata pelajaran Fiqih SMP X? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui : 1. Penggunaan metode quick on the draw di SMP X. 2. Prestasi siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode quick on the draw di SMP X. 3. Untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan metode quick on the draw terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih di SMP X. E. Manfaat Penelitian Ada beberapa nilai guna yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, antara lain : 1. Bidang Akademik Dalam kaitanya dengan penelitian ini maka manfaat akademik ilmiahnya adalah diharapkan hasil penelitian tersebut dapat menyumbangkan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan Islam. 2. Bidang Sosial Praktis Maksudnya adalah bahwa penelitian ini diharapkan : a. Bagi sekolah bahwa hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus sumbangan pemikiran dalam usaha mengefektifkan pembelajaran Fiqih dalam metode quick on the draw sehingga salah satu metode pembelajaran di SMP X. b. Bagi guru agama, dapat memberikan masukan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran dengan mengembangkan metode pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran Fiqih agar lebih bermakna, efektif, dan efisien. c. Bagi siswa, untuk meningkakan motivasi dan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran yang aktif, menarik dan tercapainya keseimbangan intelektual dan keterampilan praktis. d. Bagi peneliti sebagai calon guru, dapat memberikan pengalaman dalam penggunaan strategi pembelajaran sehingga hasil yang telah dicapai lebih efektif dan efisien. F. Batasan Masalah Agar masalah penelitian ini terfokus, maka perlu adanya batasan, dalam penelitian ini, pembahasan hanya dibatasi pada : 1. Aktivitas guru selama penggunaan metode quick on the draw. 2. Aktivitas siswa selama penggunaan metode quick on the draw. 3. Prestasi belajar siswa selama penggunaan metode quick on the draw. G. Hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti malalui data yang terkumpul. Hal ini berarti bahwa dia akan ditolak jika salah dan diterima jika fakta-fakta membenarkan. Berkaitan dengan ini penulis mempergunakan hipotesis kerja sebagai kesimpulan sementara, yaitu dengan rumusan sebagai berikut : 1. Hipotesis kerja atau Hipotesis Alternatif (Ha) Yaitu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara variable x dan y (independent dan dependent variable). Jadi hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian ini adalah : "Ada pengaruh metode quick on the draw terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih di SMP X." 2. Hipotesis Nihil atau Hipotesis Nol (Ho) Yaitu hipotesis yang menekankan tidak adanya hubungan antara variable x dan y (independent dan dependent variable). Jadi hipotesis nihil (Ho) dalam penelitian ini adalah : "Tidak ada pengaruh metode quick on the draw terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih di SMP X". H. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian 1. Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atau sifat-sifat hal yang didefenisikan yang dapat diamati atau diobservasikan. Konsep ini sangat penting karena hal yang diamati itu membuka kemungkinan bagi orang lain untuk melakukan hal serupa. Sehingga apa yang dilakukan oleh penulis terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain. Dan untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam mengartikan judul skripsi ini penulis akan uraikan maksud judul tersebut : a. Pengaruh yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah daya yang timbul dari sesuatu, yaitu metode quick on the draw terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Fiqih di SMP X. b. Metode quick on the draw : Suatu metode mengajar yang bersifat kerja kelompok dan menonjolkan pada daya kecepatan aktivitas, diantaranya berpikir, membaca, berbicara, menulis dan menjawab pertanyaan. c. Prestasi belajar fiqih adalah hasil penguasaan siswa terhadap materi pelajaran Fiqih yang telah dipelajari dalam bentuk tes. Prestasi belajar dalam hal ini hasil belajar meliputi, tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. d. Siswa : Peserta didik yang masih menempuh pendidikan di tingkat SD/SMP/SMA atau belum menempuh pendidikan kuliah. Dari definisi di atas, maka dapat penulis tegaskan bahwa maksud dari judul pengaruh metode quick on the draw terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran fiqih adalah bertujuan untuk mencapai suatu keinginan yang lebih baik dari sebelumnya dalam memotivasi belajar siswa pada mata pelajarn fiqih yang merupakan bagian dari langkah untuk mempermudah mengakses pelajaran yang disampaikan tersebut. 2. Variabel Penelitian Variabel adalah gejala yang bervariasi, sedangkan gejala merupakan objek penelitian, berarti variabel adalah objek penelitian yang bervariasi. Adapun variabel atau apa yang menjadi titik perhatian dalam skripsi ini, ada dua variabel yaitu : a. Variabel Bebas (Independent) : Metode quick on the draw b. Variabel Terikat (Dependent) : Prestasi belajar siswa I. Sistematika Pembahasan Untuk mendapatkan gambaran yang lebih mudah dan jelas serta dapat dimengerti, maka di dalam skripsi ini secara garis besar akan penulis uraikan pembahasan pada masing-masing bab berikut ini : BAB I : Merupakan bab pendahuluan, yang terdiri dari 1) latar belakang masalah 2) rumusan masalah 3) tujuan penelitian 4) kegunaan penelitian 5) Hipotesis penelitian 6) definisi operasional 7) batasan masalah 8) sistematika pembahasan. BAB II : Merupakan bab kajian pustaka, yang berisi tentang 1) kajian teori tentang metode quick on the draw yang membahas tentang pengertian metode quick on the draw, tujuan dan manfaat metode quick on the draw, langkah-langkah metode quick on the draw, komponen pendukung metode quick on the draw, teknik penyampaian metode quick on the draw, dan kelebihan serta kelemahannya. 2) kajian teori tentang prestasi belajar, yang berisi tentang : pengertian prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, jenis-jenis prestasi belajar, ragam tes prestasi belajar, dan mengukur prestasi belajar fiqih 3) tinjauan tentang pembelajaran fiqih, yang berisi tentang : pengertian tentang pembelajaran fiqih, tujuan pembelajaran fiqih, ruang lingkup fiqih, fungsi pembelajaran fiqih, materi pembelajarn fiqih, dan metode-metode pembelajarn fiqih. 4) kajian teori tentang pengaruh metode quick on the draw terhadap peningkatan prestasi belajar. BAB III : Merupakan bab Metode Penelitian, yang berisi tentang 1) identifikasi variabel; 2) jenis dan pendekatan penelitian; 3) rancangan penelitian; 4) populasi dan sampel; 5) jenis data dan sumber data : 6) metode pengumpulan data dan; 7) teknik analisis data. BAB IV : Merupakan bab tentang Hasil Penelitian, yang berisi tentang 1) gambaran umum objek penelitian. 2) deskripsi data; 3) analisis data dan pengujian hipotesis. BAB V : Merupakan bab yang membahas tentang pembahasan dan diskusi hasil penelitian. BAB VI : Merupakan bab terakhir yang berisi tentang : 1) simpulan; 2) saran. |
Posted: 08 Aug 2011 08:18 PM PDT (KODE : PEND-AIS-0057) : SKRIPSI EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION (ATI) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMPN X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Sehingga di Indonesia, pendidikan diatur dalam Undang-Undang tersendiri mengenai sistem pendidikan Nasional yang berbunyi : "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan dalam kehidupan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Masalah pokok pendidikan di Indonesia saat ini masih berkisar pada soal pemerataan kesempatan, relevansi, kualitas efisiensi dan efektifitas pendidikan sesuai dengan masalah pokok tersebut serta memperhatikan isu dan tantangan masa kini dan kecenderungan di masa depan, maka dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk mengatasi persoalan dan menghadapi tantangan itu, perlu diciptakan pendidikan yang unggul yaitu pendidikan yang dapat mengembangkan potensi dan kapasitas siswa secara optimal. Berkenaan dengan hal itu, pemerintah telah menetapkan tiga strategi pokok pembangunan pada sektor pendidikan, yaitu : (1) pemerataan kesempatan pendidikan, (2) peningkatan relevansi dan kualitas pendidikan, dan (3) peningkatan kualitas manajemen pendidikan. Salah satu indikasi peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari adanya peningkatan potensi akademik atau hasil belajar siswa secara keseluruhan yang meliputi tiga aspek, yaitu : kognitif, berupa pengembangan pendidikan termasuk didalamnya fungsi ingatan dan kecerdasan, Afektif, berupa pembentukan sikap termasuk didalamnya fungsi perasaan dan sikap, psikomotorik, berupa keterampilan termasuk didalamnya fungsi kehendak, kemauan, dan tingkah laku. Maka dalam rangka upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dan tercapainya tujuan pendidikan nasional, ketiga aspek tersebut harus diperhatikan sehingga proses belajar mengajar tidak hanya menekankan pada pemahaman siswa tetapi juga menerapkan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya pendidikan bukanlah sekedar proses transformasi pengetahuan. Dewasa ini berdasarkan pengamatan Arief Rahman, MPd, salah seorang pengamat dunia pendidikan yang juga menjabat sebagai Executive National Commision untuk lembaga PBB UNESCO menyatakan bahwa masih dirasakan bahwa model atau pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru-guru di sekolah lebih didasarkan pada kebutuhan formal dari pada kebutuhan riil siswa. Akibatnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru-guru tersebut terkesan lebih merupakan pekerjaan administratif, dan belum berperan dalam mengembangkan potensi siswa secara optimal. Kondisi pembelajaran seperti ini agaknya tidak dapat dilepaskan dari adanya kenyataan bahwa tugas yang diemban guru sebagai kurikulum dan pengajaran sangatlah kompleks dan sulit, karena ia berhadapan dengan dua hal yang berada diluar kontrolnya, yaitu pedoman pelaksanaan kurikulum, dimana sistem kurikulum Indonesia masih belum bisa menyesuaikan dengan apa yang mau dihasilkan dari sistem pendidikan itu sendiri yaitu as a workforce dan pengajaran yang sudah ditentukan terlebih dahulu dari atas, dan siswa yang membawa beragam kemampuan, entry behaviour dan karakteristik lainya ke dalam situasi pembelajaran. Brenda Watson dalam bukunya "Education and Belief" menyebutkan beberapa kesalahan pengajaran agama di sekolah. Pertama, sering terjadi bahwa guru mengubah proses pendidikan (education-process) menjadi proses indoktrinasi (indoctrination process). Kedua, sering terjadi kesalahan dalam memberikan pelajaran agama yang lebih menekankan pada pelajaran yang bersifat normatif-informatif dan sedikit menekankan pada religious education. Ketiga, ini berkaitan dengan sesuatu yang cukup rumit untuk dielakkan, yaitu biasanya seorang guru susah untuk melepaskan ideologi atau komitmen agama yang dianutnya ketika mengajarkan pendidikan agama. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kualitas kinerja guru, terutama dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Hal ini dibenarkan oleh Nana Syaodih Sukmadinata yang menyatakan bahwa "Masalah tinggal kelas dan putus sekolah dapat dipandang sebagai salah satu kegagalan sekolah khsususnya guru dalam menciptakan proses belajar mengajar yang memungkinkan siswa mengusai pelajaran secara optimal". Di sisi lain, model pembelajaran yang diimplementasikan di sekolah-sekolah saat ini pada umumnya masih bersifat konvensional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti, mahasiswa S2 jurusan Teknologi Pendidikan yang meneliti tentang "Perbedaan Prestasi Belajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Induktif dan Model Pembelajaran Konvensional Siswa SMP Negeri Bandar Lampung" menyatakan, bahwa model pembelajaran konvensional belum mampu menjadikan semua siswa di kelas bisa menguasai kompetensi minimal yang telah ditetapkan, terutama siswa yang berkemampuan rendah. Di samping itu, siswa yang memiliki kemampuan belajar tinggi, juga belum memperoleh layanan pembelajaran yang optimal dalam pembelajaran konvensional. Bermunculannya sekolah-sekolah unggul di beberapa kota besar, merupakan sebuah bukti yang menunjukkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan saat ini belum memberikan perhatian yang cukup besar terhadap siswa yang memiliki kemampuan rendah (lambat) dan juga siswa yang berkemampuan tinggi (cepat). Menurut beberapa pakar pendidikan model pembelajaran dikembangkan dewasa ini kelihatan masih belum peduli dan bahkan belum mampu mengapresiasi serta mengakomodasi perbedaan-perbedaan individual siswa, berarti di dalam melaksanakan proses belajar mengajar guru memberikan layanan pembelajaran yang sama untuk semua siswa, baik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang ataupun rendah. Dengan perlakuan demikian, siswa yang berbeda kecepatan belajarnya belum mendapatkan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Siswa yang lambat tetap saja tertinggal dari kelompok sedang. Sementara siswa yang cepat belum mendapatkan layanan yang optimal dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas cenderung belum bisa mendorong mereka maju dan berkembang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Salah satu prinsip atau asas mengajar menekankan pentingya "Individualitas ", yaitu menyesuaikan pembelajaran dengan perbedaan individual siswa. Di sisi lain, hasil penelitian Dwi Nugroho Hidayanto menemukan "Fenomena rendahnya mutu pembelajaran disebabkan oleh sikap spekulatif dan intuitif guru dalam memilih metode dan strategi pembelajaran...". Karena itu ia menyatakan bahwa "peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan memperbaiki kualitas pembelajaran, dan peningkatan kualitas pembelajaran dapat ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan tentang merancang metode-metode pembelajaran yang lebih efektif, efisien, dan memiliki daya tarik". Hal ini menunjukkan, bahwa usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan bukanlah permasalahan yang sederhana, tapi merupakan permasalahan yang kompleks dan saling berkaitan dengan kualitas pembelajaran serta mutu guru. Fenomena yang digambarkan diatas, baik yang menyangkut rendahnya kualitas prestasi akademik atau hasil belajar siswa maupun layanan pembelajaran yang belum dapat mengapresiasi dan mengakomodasi perbedaan individual (aptitude) siswa merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh guru. Maka dari permasalahan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sejauhmana tingkat efektifitas model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. B. Identifikasi Variabel dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian, harus ada dua variabel : a. Variabel Independen Variabel independen adalah variabel yang keberadaannya tidak terikat dengan variabel yang lain. Variabel ini juga disebut variabel bebas dan diberi simbol X. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel X adalah model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). b. Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang keberadaannya terikat dengan variabel yang lain. Variabel ini diberi simbol Y. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah prestasi belajar siswa. 2. Rumusan Masalah Bertolak dari pemikiran di atas, maka permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana implementasi model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) di SMPN X? b. Bagaimana prestasi belajar siswa setelah mengikuti model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) di SMPN X? c. Sejauh mana tingkat efektifitas model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMPN X ? C. Definisi Operasional Agar diperoleh gambaran yang jelas tentang judul tersebut, dan untuk menghindari salah pengertian dalam memahami judul skripsi tersebut, maka penulis akan memberi pengertian yang jelas atas beberapa istilah yang terkandung dalam judul tersebut, antara lain : 1. Efektifitas adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh sebab atau perbuatan; akibat; dampak. Dalam skripsi ini yang dimaksud efektifitas adalah pengaruh model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMPN X. 2. Model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) adalah suatu konsep atau pendekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuan masing-masing. 3. Prestasi belajar siswa adalah penguasaan dan perubahan tingkah laku setelah dilaksanakannya proses pembelajaran yang diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka. Dalam hal ini hasil belajar siswa dilihat dari hasil nilai post test (tes akhir) yang dilakukan setelah proses pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Dari rangkaian istilah yang ada pada judul di atas dapatlah dimengerti maksud penulis adalah sejauh mana tingkat efektifitas model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMPN X. D. Alasan Pemilihan Judul Tingkat keberhasilan pelaksanaan suatu proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya perbedaan kemampuan (aptitude) siswa, proses pembelajaran dan prestasi belajar siswa sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada yang memiliki kemampuan tinggi dan ada yang berkemampuan rendah atau pun sedang. Oleh karena itu, untuk mengakomodasi dan mengapresiasi perbedaan individual siswa dalam pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan prestasi belajar dibutuhkan cara atau pendekatan yang dapat diterapkan untuk menyesuaikan pembelajaran dengan perbedaan kemampuan siswa, yaitu melalui pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Maka penulis berinisiatif untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan (efektifitas) model pembelajaran ATI dalam meningkatkan prestasi belajar siswa serta kemudian merumuskan judul permasalahan itu sebagai berikut : "Efektifitas model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMPN X". E. Tujuan dan Signifikansi penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dalam penelitian ini bertujuan : a. Untuk mengetahui bagaimana implementasi model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) di SMPN X. b. Untuk mengetahui bagaimana prestasi belajar siswa setelah mengikuti model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) di SMPN X. c. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat efektifitas model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMPN X. 2. Signifikansi Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna sebagai : a. Menemukan pemikiran tentang implementasi model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) sekaligus untuk memperkaya wawasan dalam bidang penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). b. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi sekolah dalam menentukan langkah meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan sebagai bahan masukan bagi guru terutama guru Pendidikan Agama Islam SMPN X. c. Sebagai bahan masukan pengetahuan khususnya dalam meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam yang ideal melalui pendekatan pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). F. Hipotesis Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Menurut Suharsimi, ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian : 1. Hipotesis Kerja atau yang disebut dengan hipotesis alternatif, disingkat Ha. Hipotesis ini menyatakan adanya hubungan antara variabel x dan variabel y atau adanya perbedaan antar kelompok. 2. Hipotesis Nol, disingkat Ho. Hipotesis ini menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel atau tidak adanya pengaruh variabel x terhadap variabel y. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut : a. Hipotesis Kerja (Ha) yang berbunyi; Model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMPN X. b. Hipotesis nol (Ho) yang berbunyi : Model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) tidak efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMPN X. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian dengan menggunakan pendekatan eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen atau eksperimen murni dan sering kali disebut dengan istilah true experiment. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab akibat diantara variabel-variabel dengan cara menghadapkan kelompok eksperimen pada beberapa macam kondisi perlakuan dan membandingkan akibat (hasilnya) dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan. 2. Lokasi Penelitian SMPN X sebagai lokasi penelitiannya dengan alasan yakni letaknya sangat strategis terutama bagi siswa yang berada di perumahan maupun siswa yang berkendaraan bagi siswa yang rumahnya jauh. SMPN X berdiri di atas lahan seluas ± 5435 m. 3. Populasi dan Sampel a. Populasi Untuk memperoleh data yang valid maka diperlukan adanya populasi terhadap obyek yang diteliti, sebab tanpa adanya populasi penelitian akan mengalami kesulitan dalam mengolah data. Menurut Sugiono, populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan Riduwan, mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi obyek penelitian. Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa : Populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Penelitian ini dilakukan di SMPN X, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas VII SMPN X yang berjumlah 273 siswa terdiri dari 7 kelas paralel. b. Sampel Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Sugiyono, memberikan pengertian sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. "Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subyeknya kurang dari 100,lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10%-15%, atau 20%-25% atau lebih". Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun dalam penelitian ini penulis melakukan teknik pengambilan sampel dengan cara sampel acak (random sampling), merupakan teknik pengambilan sampel dengan cara "mencampur" subyek-subyek dalam populasi sehingga semua subyek dalam populasi dianggap sama. Dengan demikian setiap subyek memperoleh kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas VII SMPN X yang berjumlah 273 siswa yang terdiri dari 7 kelas paralel. Sedangkan sampel dalam penelitian ini dipilih 2 kelas dari 7 kelas yang ada, 1 kelas sebagai kelas eksperimen dan 1 kelas sebagai kelas kontrol. Adapun data penelitian ini penulis menggunakan cara undian, yaitu dengan cara membuat daftar seluruh kelas VII. Mulai dari kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, DAN VII G. Setelah itu membuat lembar kertas kecil-kecil kemudian digulung baik-baik. Setelah itu gulungan kertas tersebut dimasukkan ke dalam kaleng atau kotak, lalu dikocok. Dengan tanpa prasangka diambil dua gulungan. Dari kedua kelas tersebut, yang terpilih sebagai kelas eksperimen adalah kelas VII E sebanyak 36 siswa yang mendapat pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Sedangkan kelas kontrol adalah kelas VII C sebanyak 35 siswa yang tidak mendapatkan pembelajaran ATI. H. Sistematika Pembahasan Bab I : Membahas tentang pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, alasan pemilihan judul, tujuan dan signifikansi penelitian, hipotesis, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab II : Membahas tentang kajian teori yang berisi hakikat pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) yang meliputi definisi pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI), pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan, dan macam-macam perlakuan terhadap perbedaan tingkat kemampuan siswa. Tinjauan prestasi belajar yang meliputi pengertian prestasi belajar, jenis-jenis prestasi belajar, fungsi utama prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, efektifitas model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan prestasi belajar. Bab III : Membahas tentang laporan hasil penelitian yang berisi gambaran umum obyek penelitian, yang meliputi sejarah berdirinya SMPN X, letak geografis SMPN X, struktur organisasi SMPN X, keadaan guru dan karyawan. Analisis deskriptif hasil penelitian, yang meliputi analisis data pengelompokan kelas berdasarkan kemampuan, analisis data macam-macam perlakuan terhadap perbedaan tingkat kemampuan siswa, dan analisis data prestasi belajar siswa. Analisis data statistika yang meliputi (Uji normalitas, uji homogenitas dua variansi dan uji-T). Bab IV : Membahas penutup yang meliputi kesimpulan, kritik dan saran. |
Posted: 08 Aug 2011 08:17 PM PDT (KODE : PEND-AIS-0056) : SKRIPSI PENGARUH STRATEGI CRITICAL INCIDENT (PENGALAMAN PENTING) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTS X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan bergulirnya otonomi pendidikan poin yang mendominasi pendidikan adalah "relevansi" pendidikan, yaitu perlunya penyesuaian dan materi program pendidikan agar secara lentur bergerak sejalan dengan tuntutan dunia kerja serta tuntutan masyarakat yang berubah secara terus-menerus, hal ini bertujuan untuk menghadapi tantangan globalisasi yang menuntut kualifikasi tertentu serta petumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, setiap jenis-jenis dan jenjang-jenjang pendidikan perlu terus diorientasikan pada upaya tidak hanya menguasai kemampuan akademik dan keterampilan saja, tetapi juga kompetensi dalam bidang keterampilan genetik, yang meliputi manajemen diri, keterampilan komunikasi, manajemen orang lain dan tugas, serta kemampuan memobilisasi inovasi dan perubahan. Dalam kehidupan di suatu Negara, pendidikan mempunyai peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal itu tercantum dalam Undang-Undang pendidikan RI No.20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi : "Pendidikan nasional berfungsi menggambarkan kemampuan dan pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Tidak hanya pendidikan secara nasional tetapi pendidikan Islam juga sangat berperan dalam mengembangkan potensi manusia, dan dewasa ini pendidikan Islam secara kuantitatif bisa dikatakan maju, hal ini bisa dilihat dari menjamurnya lembaga pendidikan Islam, mulai dari sekolah kanak kanak hingga perguruan tinggi Islam, baik yang dikelola swasta maupun yang dikelola pemerintah. Kendati demikian secara kualitas pendidikan Islam masih harus terus berbenah mencari format yang tepat untuk dikembangkan lagi sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan agama (Islam) memang merupakan salah satu komponen wajib dari isi kurikulum setiap jenjang pendidikan sebagai mana yang telah diisyaratkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989. Dengan demikian, pendidikkan Islam diakui secara jelas. Akan tetapi persoalan yang muncul adalah apakah pendidikan Islam mampu menempatkan diri pada posisi yan tepat serta bagaimana strategi yang efektif dan efisien untuk diterapkan sehingga mampu mewujudkkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam konteks ini, sumberdaya yang diharapkan adalah sumberdaya yang mampu membangun diri sendiri dan bangsa. Membangun masyarakat menjadi SDM yang berkualitas memang bukan suatu pekerjaan yang mudah. Karena itu, faktor pendidikan merupakan tiang pancang dalam hal ini. Bahwa pendidikan adalah salah satu aspek sosial budaya yang berperan sangat strategis dalam pembinaan sebuah keluarga, masyarakat dan bangsa. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah mesti dilaksanakan secara sadar, sistematis, terarah dan terpadu. Sebagai bentuk pendidikan yang berbasiskan agama, pendidikan Islam jelas memiliki mata rantai tranmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pengajarannya dibandingkan pendidikan umum. Karena itulah, pendidikan Islam menanggung beban yang cukup berat, sebab harus memadukan unsur profane dan imanen. Dengan pemaduan ini diharapkan tujuan pendidikan Islam bisa terwujud, Yakni melahirkan manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan. Sebagai mana yang di katakan bahwa pendidikan adalah factor yang yang penting untuk mengembangkan SDM, maka sangat jelas bahwa pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka, secara detail seperti apa yang telah tercantum dalam undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1, bahwa "Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam hal ini tentu saja diperlukan adanya pendidik yang profesional terutama guru disekolah dasar, menengah, dan dosen diperguruan tinggi. Pendidikan begitu pentingnya dalam kehidupan manusia, maka diatur sedemikian rupa agar dapat membantu kehidupan manusia, semua hal dan komponen yang berhubungan dengan pendidikan selalu diperhatikan dan dipertimbangkan agar tercipta pendidikan yang bermutu mulai dari peserta didik, pendidik, apa yang diajarkan sampai pada masalah sarana prasarana diatur sedemikian rupa agar tidak ada cela dan cacat yang dapat membuat pendidikan terganggu yang akhirnya tidak sesuai dengan harapan awalnya. Dalam sebuah pendidikan, banyak sekali hal hal yang sangat mempengarui berhasil tidaknya suatu pendidikan itu, antara lain adalah proses belajar mengajar, padahal selama ini salah satu yang dihadapi oleh pendidikan kita adalah lemahnya proses pembelajaran, selama ini Sebagian besar pendekatan pendidikan di sekolah-sekolah berpusat pada guru yang berarti semua mengarah pada guru. Jika kita tinjau lebih jauh pada pendekatan tersebut siswa lebih banyak mendengar, menghafal bahan-bahan yang diberikan oleh gurunya dan mengulanginya pada waktu ujian. Hal ini akan mengakibatkan siswa menjadi pasif. Proses belajar ini terkadang kurang memperhatikan perbedaan-perbedaan individu siswanya. Karena guruhanya menuntut agar siswanya menerima semua materi yang disampaikan dan berhasil dalam ujian tanpa memperhatikan sisi lain kebutuhan siswa. Untuk mengaktualisasikan diri mengembangkan semua potensi yang dimiliki, mengembangkan daya nalar dalam mengembangkan pengetahuan yang diterima. Hasil dominan guru adalah siswa cenderung kurang semangat belajar atau kurang motivasi belajar. Karena siswa akan belajar mengikuti instruksi dan menyelesaikan sendiri sesuai dengan perintah-perintah guru. Bahkan siswa cenderung menghafal pelajaran dengan baik untuk mendapatkan nilai yang diharapkan. Pada abad 20, teacher centered method tidak mampu lagi mendorong motivasi siswa kepada tujuan-tujuan utama pendidikan yaitu : "Kesanggupan berpikir secara kritis dan positif, perkembangan disiplin diri, bekerja sama dengan orang lain secara efektif, bertanggung jawab diri sendiri dan orang lain". Hasil dari dominasi guru atau teacher centered method yang sudah disebutkan. Dan semua itu sangat berlawanan dengan tujuan utama pendidikan diatas, yang terpenting dalam proses belajar mengajar adalah terciptanya suasana belajar yang baik, tidak didominasi yang berlebihan dari pihak guru maupun siswanya. Selain pendekatan strategi dan strategi pembelajaran merupakan prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan dan mengarahkan perkembangan peserta didik dalam proses pembelajaran memegang peranan penting dalam menciptakan mutu pendidikan dan hasil belajar yang maksimal. Para ahli teori teori belajar telah mencoba mengembangkan berbagai cara pendekatan system pengajaran atau proses belajar mengajar, berbagai system pengajaran yang menarik akhir-akhir ini diantaranya adalah strategi pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik belajar secara aktif, ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran dan mereka secara aktif menggunakan otak baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, Memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa-apa yang baru mereka pelajari kedalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik, dengan cara ini biasnya peserta didik akan meraskan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar bisa dimaksimalkan. Dan untuk menyikapi fenomena yang ada, para praktisi pendidikan dan khususnya para pemerintah telah berusaha untuk menghidupkan kembali aktifitas pendidikan melalui cara-cara pendidikan yang betul-betul mencerdaskan dan dapat dinikmati anak, dan dalam hal ini strategi pembelajaran aktif sangat diperlukan dalam oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Hisyam Zaini dalam bukunya strategi pembelajaran aktif menyebutkan empat puluh empat model strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan oleh pendidik, dan salah satu strategi yang mengaktifkan siswa mulai dalam proses belajar mengajar adalah strategi critical incident (pengalaman penting) yaitu strategi untuk mengaktifkan siswa sejak dimulainya pembelajaran yang mana siswa harus mengingat dan mendiskripsikan pengalaman masa lalunya yang sesuai dengan topic materi yang disampaikan. Dengan strategi ini peserta didik terlibat langsung secara aktif dan dapat membantu siswa dalam berkonsentrasi, mengajukan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan, serta menggugah diskusi. Strategi critical incident (Pengalaman Penting) adalah strategi untuk mengaktifkan siswa sejak dimulainya pembelajaran yaitu strategi yang mana siswa harus mengingat dan mendiskripsikan pengalaman masa lalunya yang sesuai dengan topik materi yang disampaikan. Dengan adanya strategi tersebut dalam pendidikan agama Islam, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "PENGARUH STRATEGI CRITICAL INCIDENT (PENGALAMAN PENTING) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MTs. X". B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengajukan rumusan masalah yang ingin di jawab dalam penelitian ini, sebagai berikut : : 1. Bagaimana kemampuan gurudalam mengelola pembelajaran fiqih dengan menggunakan strategi critical incident (pengalaman penting) di MTs. X ? 2. Bagaimana aktifitas siswa selama mengikuti pembelajaran fiqih dengan menggunakan strategi critical incident (pengalaman penting) di MTs. X? 3. Bagaimana hasil belajar siswa sebelum dan sesudah strategi critical incident (pengalaman penting) diterapkan pada mata pelajaran fiqih di MTs. X? 4. Adakah pengaruh strategi critical incident (pengalaman penting) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs. X? 2. Batasan Masalah Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka studi ini dibatasi pada masalah bagaimman pengaruh strategi critical incident (pengalaman penting) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih materi sujud syukur dan sujud tilawah di MTs. X. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah pangkal dari sebuah usaha, Oleh karena itu perlu disebutkan lebih jelas. Tujuan yang akan dicapai penulis dalam pembahasan ini secara umum adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran fiqih dengan menggunakan strategi critical incident (pengalaman penting) di MTs. X. 2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan aktifitas siswa selama mengikuti pembelajaran fiqih dengan menggunakan strategi critical incident (pengalaman penting) pada mata pelajaran fiqih di MTs. X? 3. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah strategi critical incident (pengalaman penting) diterapkan pada mata pelajaran fiqih di MTs. X. 4. Untuk mengetahui apakah penerapan strategi critical incident (pengalaman penting) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs X. D. Kegunaan penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi : 1. Akademik Ilmiah a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiyah dalam upaya mengembangkan kompetensi penulis serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana strata satu (S1). b. Penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan. 2. Sosial Praktis. a. Sebagai bahan masukan dalam rangka kualitas pembelajaran pendidikan agama Islam, khususnya pada mata pelajaran fiqih di MTs X. b. Penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran bagi para praktisi yang berkecimpung di dunia pendidikan. c. Bagi sekolah dan instansi-instansi pendidikan pada umumnya merupakan kontribusi tersendiri, atau minimal dijadikan referensi tambahan guna mendukung trecapainya proses evaluasi yang lebih baik yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. E. Definisi Operasional Agar tidak terjadi kekeliruan dalam penafsiran judul penelitian ini, maka diberikan definisi operasionalnya sebagai berikut : 1. Pengaruh Yang dimaksud dengan pengaruh adalah suatu daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak atau perbuatan seseorang. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui adanya pengaruh atau akibat yang di timbulkan oleh penerapan strategi critical incident (pengalaman penting) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs X 2. Strategi Critical Incident (Pengalaman Penting) Strategi adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai apa yang telah ditentukan. Dengan kata lain strategi adalah suatu cara yang sistematif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan critical incident (Pengalaman Penting) adalah strategi untuk mengaktifkan siswa sejak dimulainya pembelajaran yaitu strategi yang mana siswa harus mengingat dan mendiskripsikan pengalaman masa lalunya yang sesuai dengan topik materi yang disampaikan. Jadi, strategi critical incident (Pengalaman Penting) adalah cara untuk mengaktifkan siswa sejak dimulainya pembelajaran yaitu strategi yang mana siswa harus mengingat dan mendiskripsikan pengalaman masa lalunya yang sesuai dengan topik materi yang disampaikan. 3. Hasil Belajar Hasil adalah suatu hal yang telah dicapai, sedangkan belajar adalah adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Jadi hasil belajar yang dimaksud yaitu suatu hasil yang telah dicapai setelah mengevaluasi proses belajar mengajar atau setelah siswa mengalami interaksi dengan lingkungannya guna memperoleh ilmu pengetahuan dan akan menimbulkan perubahan tingkah laku yang relative manetap dan tahan lama. 4. Siswa Siswa adalah subjek yang terkait dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. 5. Mata Pelajaran Fiqih Mata pelajaran fiqih adalah satuan pelajaran yang merupakan salah satu unsur dari materi Pendidikan Agama Islam yang ada di Madrasah Tsanawiyah. F. Sistematika Pembahasan Untuk dapat memberikan gambaran awal dari susunan skripsi ini, perlu penulis ketengahkan sistematika pembahasan yang menunjukkan susunan bab demi bab, sehingga dapat dilihat rangkaian skripsi yang sistematis dalam pembahasan pokok uraian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : adalah pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan. BAB II : adalah landasan teori yang terdiri dari tinjauan tentang : Pertama, studi tentang strategi critical incident (Pengalaman Penting) yang meliputi : Pengertian strategi critical incident (Pengalaman Penting), latar belakang strategi critical incident (Pengalaman Penting), pengertian strategi critical incident (Pengalaman Penting), tujuan strategi critical incident (Pengalaman Penting), langkah-langkah atau prosedur strategi critical incident (Pengalaman Penting), Kelebihan dan kekurangan strategi critical incident (pengalaman penting), Kedua, studi tentang hasil belajar yaitu meliputi : pengertian hasil belajar, arti penting belajar, jenis-jenis belajar, indikator hasil belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Ketiga, studi tentang materi fiqih yaitu meliputi : pengertian mata pelajaran fiqih, tujuan pembelajaran fiqh di Madrasah Tsanawiyah, ruang lingkup mata pelajaran fiqih. keempat, studi tentang pengaruh strategi critical incident (pengalaman penting) terhadap hasil belajar siswa. kelima, studi tentang hipotesis penelitian. BAB III : adalah metode Penelitian yang didalamnya berisi tentang : Jenis Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi dan Sampel, Rancangan Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan data, dan Tekhnik Analisa Data. BAB IV : adalah laporan hasil penelitian. Pada bab ini penulis sajikan tentang gambaran kondisi obyektif penelitian yang meliputi : sejarah berdirinya dan letak geografis sekolah, visi dan misi sekolah, struktur organisasi, keadaan guru, keadaan siswa, keadaan sarana dan prasarana dan kurikulum. Kemudian yang penulis sajikan yaitu analisis data yang meliputi : kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, aktifitas siswa, dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih, serta analisis data hasil tes yang dianalisis dengan menggunakan uji statistic parametric yaitu dengan menggunakan uji hipotesis data berpasangan (sample paired t-test). BAB V : adalah tentang diskusi dan pembahasan hasil penelitian, pada bab ini penulis akan membahas dan mendiskusikan tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran fiqih dengan menggunakan strategi critical incident (pengalaman penting) di MTs. X, aktifitas siswa selama mengikutii pembelajaran fiqih dengan menggunakan strategi critical incident (pengalaman penting) pada mata pelajaran fiqih di MTs. X, hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diterapkan strategi critical incident (pengalaman penting) pada mata pelajaran fiqh di MTs. X, serta diskusi tentang pengaruh strategi critical incident (pengalaman penting) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqh di MTs. X. BAB VI : adalah penutup. Pada bab ini memberikan gambaran secara jelas tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan skripsi ini dan sekaligus memberikan saran-saran. |
SKRIPSI PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMPN X Posted: 08 Aug 2011 08:16 PM PDT (KODE : PEND-AIS-0055) : SKRIPSI PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMPN X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang menyeleggarakan pendidikan tentu memiliki filosofi dan ideologi tersendiri dalam pengembangan dunia pendidikan. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) sebagai wakil dari pemerintah, bertanggung jawab lebih terhadap pendidikan di Indonesia, terus berupaya menjalankan dan mengembangkan serta meningkatkan kualitas/mutu Pendidikan Nasional dengan interpretasinya sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengharuskan orang untuk belajar, lebih-lebih guru yang mempunyai tugas mendidik dan megajar. Sedikit saja lengah dalam belajar akan ketinggalan dengan perkembangan zaman, termasuk siswa yang diajar. Oleh karena itu, kemampuan guru harus senantiasa ditingkatkan untuk mengimbangi atau mengikuti kemajuan zaman tersebut. Secara umum tujuan makro pendidikan Nasional adalah membetuk organisasi pendidikan yang otonom, sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju pembentukan lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang positif dan tetunya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan tangguh. Sedangakan tujuan mikronya adalah membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, beretika, memiliki nalar, berkemampuan sosial dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri. Azyumardi Azra, mengatakan pendidikan Nasional dihadapkan pada berbagai permasalahan, salah satunya adalah profesionalisme guru dan tenaga kependidikan yang masih belum memadai. Artinya, minimnya kualitas seorang guru dalam pendidikan atau pembelajaran. Wardiman Djoyonegoro (mantan Menteri Pendidikan Nasional), mengatakan sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) pertama adalah sarana dan gedung, kedua buku yang berkualitas, dan ketiga guru dan tanaga kependidikan yang profesional/berkualitas. Bila melihat dunia pendidikan secara umum saat ini, dimana mutu pendidikan di Indonesia bisa dikatakan rendah. Namun bila kita telaah lebih jauh mengenai penyebab dari kurangnya mutu pendidikan adalah kurangnya kualitas guru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru (kurang profesional) dan juga kurangnya penghargaan terhadap guru. Penghargaan ini sangat penting untuk memotivasi guru untuk lebih mengembangkan dirinya. Penghargaan ini dapat berupa pujian atau pembinaan kepada para guru yang pada akhirnya akan menumbuhkan semangat para guru dalam pembelajaran dan yang pasti dapat meningkatkan kualitas seorang guru yang pada muaranya akan meningkatkan kualitas siswa/out put/sekolah secara umum. Sebuah sekolah adalah organisasi yang kompleks dan unik, sehingga memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Oleh sebab itu kepala sekolah yang berhasil yaitu tercapainya tujuan sekolah serta tercapainya tujuan individu yang ada dalam lingkungan sekolah, kepala sekolah harus memahami dan menguasai peranan organisasi dan hubungan kerja sama antara individu. Kepala Sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya, untuk menghantarkan sekolah menjadi sekolah yang berkualitas memenuhi apa yang diinginkan oleh pelanggannya. Untuk menciptakan hal ini, diperlukan sosok Kepala Sekolah yang berkualitas pula. la harus memiliki berbagai keterampilan yang diperlukan sebagai bekal, pola atau strategi dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, termasuk pembinaan terhadap guru-gurunya agar tetap menjaga kelestarian lingkungan sekolah, memperbaiki yang kurang serta meningkatkan dan mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik menuju pada tujuan institusional yang telah ditetapkan. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah mempunyai peran yang sangat besar dalam mengembangkan semangat kerja dan kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan dunia pendidikan, perkembangan kualitas profesional guru-guru yang dipimpinnya, serta kualitas siswa atau sekolah secara umum banyak ditentukan oleh kualitas pemimpin sekolah (Kepala Sekolah). Guru juga dapat dikatakan sebagai tiang utama keberhasilan pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, kualitas guru sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya dan tujuan sekolah pada khusunya. Namun, untuk mendapatkan guru yang berkualitas/profesional untuk mencapai tujuan pendidikan khusunya di sekolah tidak terlepas dari ujung tombak lembaga pendidikan/sekolah tersebut, yaitu kepala sekolah dalam melakukan pembinaan terhadap para guru, yang nantinya juga akan bermuara pada anak didik/output yang berkualitas. Maka dari itu, pembinaan oleh kepala sekolah sangat menentukan kualitas guru dalam pembelajaran. Oleh karena itu, kepala sekolah minimal harus mempunyai kemampuan memberikan bimbingan, mengarahkan, mengatur serta memotivasi guru agar mereka bisa berbuat sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan/sekolah. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun dalam jabatan. Tidak semua guru yang mendidik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru perlu terus menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan lmu pengetahuan dan tehnologi serta mobilitas masyarakat. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamatkan bahwa guru adalah pendidik profesional (guru harus memiliki kualitas dalam pembelajaran dan pengajaran). Dengan demikian, guru selain harus profesional juga harus memiliki kualifikasi akademik serta memiliki kecakapan hidup untuk mewujudkan tujuan lembaga pendidikan/sekolah khususya dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya. Menjadi guru adalah pilihan yang terbaik dalam posisi sosial seseorang. Guru memang pahlawan tanpa jasa; guru digugu dan ditiru. Posisi guru dimasa reformasi ini telah diberikan perhatian yang cukup, karena aspirasi guru secara tertulis diakomodasi dalam UU Guru dan Dosen. Pengalaman yang selama ini bergulat dengan anak didik menjadi modal utamanya dalam mengimplementasikan semangat Standar Isi ini. Di tengah persyaratan formal sebagai standar minimal seperti stratifikasi guru dalam bentuk sebuah ijazah sesuatu yang perlu dipenuhi. Tetapi, selembar ijazah belum cukup menjamin keberhasilan dalam membawa misi Standar Isi PAI. Sikap keingintahuan terhadap segala hal, melakukan langkah-langkah yang kreatif serta tidak kenal menyerah dan putus asa menghadapi kendala di lapangan sangat diperlukan. Guru harus berusaha menjadi guru ideal, disamping menjadi contoh moralitas yang baik, diharapkan para guru memiliki wawasan keilmuan yang luas sehinga materi PAI dapat ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan yang lain, selain itu memahami psikologi anak didik juga tidak kalah pentingnya. Guru yang bekualitas adalah guru yang mampu membuat perangkat pembelajaran (Prota, Prosem, Silabus, Rencana Pembelajaran (RPP)), mengelola pembeajaran, mampu mengembangkan dirinya sendiri atau mengikuti perkembangan dunia pendidikan agar tidak ketinggalan informasi/zaman serta mengauasai materi ajar sesuai dengan bidang yang digelutinya. Dalam artian seorang guru harus mempunyai kompetensi pedagogig, profesional, kepribadian dan sosial. Dengan kompetensi yang demikian seorang guru akan mudah dalam menyampaikan materi ajar khususnya materi Pendidikan Agama Islam dan siswa akan mudah menyerap materi yang diperolehnya. Secara tegas Wahab menuliskan kelemahan kualitas pendidikan Islam yang salah satunya lebih disebabkan rendahnya kemampuan profesional guru. Menurutnya dengan sebagian besar guru yang lulusan KPGA, PGA, dan IAIN, serta kualitas pendidikan agamanya yang juga tidak membanggakan, menjadikan pendidikan Islam dalam posisi dilematis. Kekurang-mutuan pendidik ini pada akhirnya berdampak pada banyak hal salah satunya terwujud dengan model belajar yang cenderung tradisional. Dalam proses pendidikan tradisional, pendidik selalu menganggap siswa sebagai objek yang tidak memiliki potensi apapun (impotensi akademik). Hal ini menyebabkan anak tidak terbiasa menghadapi permasalahan yang muncul secara kritis. Pada tahapan selanjutnya akan dipastikan terjadinya kegagalan akademik pasca proses pendidikan. Belajar PAI di sekolah bagi anak didik bukan saja belajar tentang yang boleh dan tidak boleh, tetapi mereka belajar adanya pilihan nilai yang sesuai dengan perkembangan anak didik. Guru dalam mentransfer nilai tidak hanya diberikan dalam bentuk ceramah, tetapi juga terkadang dalam bentuk membaca puisi, bernyanyi, mendongeng dan bentuk lainnya, sehingga suasana belajar tidak monoton dan terasa menyenangkan. Guru, tidak cukup menyampaikan istilah-istilah Arab kepada anak didik, atau memiliki kemampuan bahasa Arab, tetapi juga diperlukan kemampuannya dalam bahasa Inggris, sehingga kesan guru sebagai kaum yang dimarginalisasi dan hanya bisa menyampaikan ini halal dan ini haram berkurang. Kemudian Guru PAI diharapkan mengikuti perkembangan metode pembelajaran mutakhir untuk menggunakan media teknologi informasi dalam pembelajarannya. Melalui alat teknologi ini, pembelajaran yang efektif dan efisien dapat dicapai. Dengan demikian, Standar Isi yang komprehensif dan implementatif belumlah cukup, tetapi juga memerlukan guru-guru yang memiliki kompetensi dan profesionalitas. Peningkatan kualitas guru sekarang ini menjadi suatu keharusan. Untuk itu, guru-guru yang memang belum memenuhi persyaratan secara akademik, seperti diamanatkan Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) seharusnya menyesuaikan diri dengan segala kesadaran. Peningkatan dan sertifikasi memang sesuatu keharusan tak bisa dihindari lagi. Demikian ditegaskan Dr Buchory MS MPd, Rektor Universitas PGRI Yogyakarta (UPY) (Minggu (23/7). Pelaksanaan pendidikan Agama Islam di sekolah melalui pembelajaran di kelas dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran setiap minggunya tidaklah cukup untuk membekali siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, perlu upaya-upaya lain yang dilakukan secara terus menerus dan tersistem. Sehingga pengamalan nilai-nilai pendidikan agama menjadi budaya dalam komunitas sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian tujuan pendidikan agama Islam seperti yang diamanahkan oleh pemerintah dapat dicapai dengan baik. Kualitas guru yang dibutuhkan pada era sekarang ini ialah seorang guru yang mampu dan siap berperan dalam lingkungan besar yaitu sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan penting dalam mengembangkan lembaga pendidikan/sekolah yaitu sebagai pemegang kendali. Dari uraian dapat dikemukakan bahwa proses pegelolaan pendidikan di sekolah akan berjalan lancar apabila guru memiliki kualitas yang baik, lebih-lebih guru agama (PAI) yang merupakan tonggak penanaman moral dan agama anak didik sebagai bekal kehidupan dan juga tinggi rendahnya kualitas seorang guru dipengaruhi oleh pembinaan kepala sekolah terhadap para guru. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X yang bervisi "Membentuk siswa yang unggul dalam prestasi berpedoman pada keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa" dan salah satu misinya adalah "Menciptakan kedisiplinan dan ketertiban siswa". Kini SMPN X terus memacu SDM pendidiknya/guru untuk selalu ditingkatkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Peningkatan etos kerja personel sekolah dalam upaya peningkatan prestasi siswa dan peningkatan kualitas guru/profesionalisme guru dan karyawan hingga mengembangkan daya kreatifitas dan innovasi siswa dalam mengantisipasi pembaharuan pendidikan, kini merupakan kiat-kiat yang mendasari SMPN X dalam memajukan sekolahnya. Tidak itu saja memberdayakan sumber daya sekolah dan mewujudkan kondisi sekolah yang agamis dalam membentuk budi pekerti yang luhur itu semua sudah tertanam pada segenap warga sekolah untuk dilaksanakan sebagai kewajiban dan tanggung jawab. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang ada di SMPN X terdiri dari tiga orang guru. Dengan jumlah guru secara keseluruhan mencapai 97 guru. Dari sini sudah jelas bagaimana seorang kepala sekolah harus bisa meningkatkan kualitas/profesionalitas guru agama untuk mengimbangi dari pada tujuan sekolah yaitu membentuk siswa yang unggul dalam prestasi berpedoman pada keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, yaitu membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa. Namun hal tersebut akan sulit terwujud bila tidak adanya bantuan dari kepala sekolah. Menurut kepala sekolah kualitas guru di SMPN X bisa dikatakana kurang, karena kebanyakan guru agama Islam kurang bisa membuat perangkat pembelajaran dengan baik dan kurang memanfaatkan penggunaan stategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang di ajarkan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Dari sini kepala sekolah harus berusaha untuk meningkatkan kualitas guru agama Islam agar bisa mengimbangi guru-guru yang lain. Melihat peran seorang kepala sekolah yang begitu urgen dalam sebuah lembaga pendidikan, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai kebenaran yang ada dilapangan bagaimanakah peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN X? B. RUMUSAN MASALAH - Bagaimana peran kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X - Bagaimana kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X - Bagaimana peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X C. BATASAN MASALAH 1. Peran kepala sekolah yang begitu banyak diantaranya adalah kepala sekolah berperan sebagai leader, manajer, motivator, supervisor, administrator, innovator dan educator. Namun untuk memudahkan peneliti dan pembaca memahami peran yang begitu banyak, peneliti membatasi peran kepala sekolah sebagai supervisor, sebagaimana yang peneliti lakukan di SMP Negeri X. 2. Kualitas, kualitas guru PAI dalam penelitian ini pada kualitas dalam administrasi pembelajaran. Misalnya adalah membuat perangkat pembelajaran (RPP, Prota, Promes, dan Silabus). D. DEFINISI OPERASIONAL 1. Peran kepala sekolah Yang dimaksud peran kepala sekolah disini adalah segala kegiatan yang dilakukan sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawab serta fungsi seorang pemimpin sebuah lembaga pendidikan/sekolah (kepala sekolah). 2. Kualitas Kualitas/mutu merupakan derajat atau tingkat keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, adapun kualitas disini ialah hubungannya dengan masalah-masalah pendidikan yang dititik beratkan pada perbaikan pembelajaran guru PAI. 3. Guru PAI Guru diartikan sebagai pendidik yang pekerjaan utamanya adalah mengajar sedangkan menurut Nawawi, guru diartikan sebagai orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggug jawab membantu anak-anak mecapai kedewasaannya masing-masing. Jadi yang dimaksud guru PAI disini ialah guru yang mengajar/mentransfer Pendidikan Agama Islam pada sebuah lembaga pendidikan untuk membantu siswa mencapai kedewasaaannya, terutama dalam Pendidikan Agama Islam. 4. Kualitas guru PAI Seorang guru yang mempunyai kualitas dalam pembelajaran khususnya dalam bidang pengajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). 5. Peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru PAI Yang dimaksud disini adalah bagaimana seorang kepala sekolah mampu meningkatkan kualitas dan mengembangkan sebuah lembaga pendidikan/sekolah yang dipimpinnya. Namun dalam skripsi ini, penulis lebih menitikberatkan pada usaha kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas para guru melalui supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah terutama terhadap guru Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk mencapai tujuan sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai Supervisor. E. ALASAN MEMILIH JUDUL - Dunia pendidikan selalu berkembang dan berubah. Maka untuk mengimbanginya diperlukan peningkatan kualitas para guru untuk mencapai out put yang berkualitas pula. - Kepala sekolah yang mepunyai peran yang sangat besar dalam memajukan sebuah lebaga pendidikan/sekolah. Karena maju mundurnya sebuah lembaga pendidikan ada pada tonggak sekolah tersebut yaitu kepala sekolah. - Keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah bagian dari tujuan pendidikan. Maka untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan guru yang berkualitas agar dapat mengantarkan siswa menjadi anak bangsa yang berkualitas, yang nantinya dapat berguna bagi agama dan bangsa. F. TUJUAN PENELITIAN - Untuk mengetahui gambaran peran kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X - Untuk mengetahui gambaran kualaitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X - Untuk mengetahui gambaran peran kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X G. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi peneliti Memberikan pengetahuan dan pengalaman mengenai peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sebuah lembaga pendidikan 2. Bagi kepala sekolah Menjadi masukan untuk selalu melakukan pembinaan terhadap guru serta mencari inovasi-inovasi untuk perkembangan, kemajuan dan kualitas sekolah agar tercapai tujuan sekolah secara khusus dan tujuan pendidikan secara umum. 3. Bagi para guru Dapat dijadikan evaluasi untuk selalu berusaha mengembangkan diri sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta untuk mencapai kualitas/profesionalitas dalam pembelajaran. H. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. Karena penelitian menggunakan metode kualitatif, yang secara definisi merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Untuk menyelesaikan penelitian ini digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Data dan Sumber Data a. Data Dalam penelitian ini digunakan dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Dibawah ini akan dijelaskan kedua macam data tersebut. 1) Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama yaitu kepala sekolah dan elemen yang terkait. Dalam hal ini sumber pertama atau data primer dari penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru PAI. 2) Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti-peneliti dari bahan kepustakaan sebagai penunjang dari data pertama. Data ini berupa dokumen sekolah, atau referensi yang terkait dengan penelitian. b. Sumber Data Data dalam penelitian ini dapat diperoleh dari: 1) Person yaitu sumber data yang dapat memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara yaitu kepala sekolah dan guru PAI. 2) Place atau tempat adalah sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak dan keadaan keduanya obyek untuk penggunaan metode observasi. 3) Data tertulis adalah sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Ini digunakan pada metode dokumentasi. 2. Teknik Pengumpulan Data Yang dimaksud dengan teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Skripsi ini ditulis berdasarkan studi lapangan dan studi perpustakaan. Metode ini digunakan dengan menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum. a. Interview/Wawancara. Interview/Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak atau lebih. Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif lebih menekankan pada jenis tehnik wawancara, khususnya wawancara mendalam (deep interview). Rulam Ahmadi mengutip dari Guba dan Lincoln menyatakan bahwa tehnik ini memang merupakan tehnik pengumpulan data yang khas bagi penelitian kualitatif. Jadi secara tidak langsung penelitian ini menggunakan tehnik pengumpulan data dengan metode wawancara mendalam. Namun metode wawancara mendalam terbagi menjadi tiga macam yaitu wawancara terstruktur, wawancara tidak terstruktur dan wawancara terbuka terstandar. Setelah melihat dari pengertian ketiganya kemudian menimbangnya, peneliti menggunakan wawancara secara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah model pilihan jika pewawancara mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan oleh karenanya dapat membuat kerangka pertanyaan yang tepat untuk memperolehnya. Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada di tangan pewawancara dan respon terletak pada responden. Dalam wawancara ini yang menjadi sasaran wawancara adalah kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam. Dalam wawancara dengan kepala sekolah pertanyaan-pertanyaan lebih difokuskan pada peran kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah baik output/anak didik, guru dan seluruh lingkungan sekolah. Namun dalam hal ini lebih ditekankan pada bagaimana usaha dan peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru PAI yang pada endingnya juga akan meningkatkan kualitas output/anak didik ataupun kualitas sekolah. Sedangkan wawancara kepada para guru lebih difokuskan pada bagaimana kualitas guru PAI di SMPN X dan peran serta usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru. b. Dokumentasi Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, yang tidak dipersiapkan karena ada permintaan seorang penyidik. Dokumen itu dapat berupa arsip-arsip, atau rekaman yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode ini digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, kapan, bagaimana dan dimana. c. Observasi Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai gejala-gejala yang terjadi untuk kemudian dilakukan pencatatan. Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena dan gejala sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian. Bagi observer bertugas melihat obyek dan kepekaan mengungkap dan membaca permasalahan moment-moment tertentu dengan dapat memisahkan antara yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Karena metode observasi ini terdiri dari dua macam yaitu observasi partisipan dan non partisipan. Maka dengan berbagai pertimbangan, kami dalam penelitian ini menggunakan metode observasi non partisipasi seorang pengamat bisa melakukan pengumpulan data tanpa harus melibatkan diri langsung kedalam sistuasi dimana peristiwa itu berlangsung. Sedangkan yang menjadi objek obeservasi dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan lingkungan sekolah. Dan yang menajadi sasaran observasi adalah adalah peran kepala seolah, guru dan situasi sekolah dalam rangka untuk mendapatkan kelengkapan penelitian. 3. Teknik Analisis Data Analisis data adalah upaya mengorganisasikan dan mengurutkan data secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Data yang terdapat dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang dihasilkan melalui wawancara, dokumentasi dan observasi. Selanjutnya data-data tersebut dinyatakan dalam bentuk narasi deskriptif untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh subyek. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menggambarkan kejadian, yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang terjadi selama penelitian yang dilakukan di SMPN X secara sistematis. Penerapan teknis analisis deskriptif dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: a. Reduksi Data Reduksi data adalah merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Reduksi adalah salah satu bentuk analisis yang menajamkan dan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sedemikian sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan di verifikasi. b. Kategorisasi Menyusun kategori. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Dan setiap kategori diberi nama atau label. c. Sintesisasi Tahapan selanjutnya dalam analisis data adalah sintesisasi berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Dan kaitan tersebut juga diberi label. I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Untuk mempermudah pemahaman dalam penyusunan skripsi, maka sistematika yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : - BAB I Dalam bab awal ini disajikan gambaran umum pola pikir seluruh isi dalam sekripsi, antara lain: Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Definisi operasional, Alasan memilih judul, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Metode penelitian, dan Sistematika pembahasan. - BAB II Pada Bab yang kedua berisi landasan teori mengenai masalah dalam penelitian, yaitu peran kepala sekolah dan kualitas guru Pendidikan Agama Islam (PAI). - BAB III Pada Bab yang ketiga berisi penyajian seluruh hasil penelitian mengenai peran kepala sekolah sebagai upaya peningkatan kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X. - BAB IV Pada Bab yang terakhir ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran dan kritik yang membangun untuk kebaikan skripsi. |
You are subscribed to email updates from gudang makalah, skripsi dan tesis To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Post a Comment