download makalah, skripsi, tesis dll. |
- TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
- SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
- SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA
TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Posted: 21 May 2012 08:39 PM PDT (KODE : PASCSARJ-0144) : TESIS KARAKTERISTIK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal. Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia seutuhnya. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 (Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung Pendidikan secara umum adalah setiap sesuatu yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang, akalnya dan akhlaqnya, sejak dilahirkan hingga dia mati. Atau usaha sadar seorang pendidik kepada peserta didik dalam melatih, mengajar berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut Aristoteles (Filosof terbesar dari Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 sebelum Masehi) mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana disiapkan tanah tempat persemaian benih. Dia mengatakan bahwa di dalam diri manusia itu ada dua kekuatan, yaitu pemikiran kemanusiaannya dan syahwat hewaniyahnya. Pendidikan itu adalah alat (media) yang dapat membantu kekuatan pertama untuk mengalahkan kekuatan yang kedua. Dalam khadist Nabi saw juga diterangkan masalah pendidikan yang artinya : "Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai keliang kubur. Dan juga, Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi tiap muslim dan muslimat." Al-Qur'an menjamin kesuksesan bangsa mana pun yang menempuh cara/jalan-jalan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an itu. Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menganjurkan untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Pendidikan agama merupakan masalah yang penting dan tidak dapat ditinggalkan oleh setiap individu, baik sebagai anggota masyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan melaksanakan pendidikan, dalam arti ia dapat dididik dan dapat mendidik untuk menjadi manusia yang beriman dan berakhlaqul karimah. Hakikat pendidikan ini selaras dengan tujuan dari penciptaan manusia oleh Allah SWT, sebagai mana firman-Nya dalam Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 56, yang berbunyi : Artinya : "Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku" (QS. Adz Dzariyat 56) Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Islam memandang pendidikan agama Islam sebagai suatu keharusan yang dilaksanakan secara berkesinambungan untuk menjaga agar setiap generasi menjadi insan yang mengabdi dan menghamba kepada Allah dengan mengemban tugas sebagai "Khalifah fil ard". Nilai pendidikan terutama pendidikan agama Islam seharusnya dapat membentuk peradaban seseorang, karena makin banyak nilai-nilai pendidikan yang ditanamkan padanya, maka makin besar kemungkinan ia untuk lebih beradab. Dengan demikian makin tinggi penanaman nilai-nilai pendidikan agama suatu bangsa, maka makin tinggi pula peradaban bangsa tersebut. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam undang-undang republik Indonesia Dalam Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN, 20/2003) dinyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional." Sebutan sekolah bertaraf internasional (SBI) kini makin banyak di negeri ini. Dulunya hanya terdapat di kota-kota besar, kini telah merambah ke berbagai daerah. Biaya pendidikannya sangat mahal. SBI bertujuan untuk meningkatkan kualitas lulusan. Namun dalam menetapkan tarif pendidikannya tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan pemerataan masyarakat dalam memperoleh akses pendidikan yang murah dan berkualitas. Karena biaya pendidikan yang mahal tentu sangat tidak ramah pada kelompok masyarakat miskin. Namun sikap pengelola SBI dan pemerintah terus saja menebar janji untuk dan demi kepentingan peningkatan kualitas. Bertitik tolak dari rumusan di atas, bahwa agama Islam dan Pancasila yang merupakan landasan bagi sistem pendidikan nasional bertemu dalam satu tujuan yaitu mencetak manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa . Sistem pendidikan nasional harus mengacu pada rumusan yang ada pada kedua dasar tersebut. Sistem pendidikan nasional akan banyak memegang peran penting terhadap berhasil tidaknya pendidikan agama. Berbagai model kurikulum telah dicoba dalam mencapai tujuan pendidikan agama secara optimal. Cuma persoalannya, di samping harus mengikuti GBPP, apakah guru agama cukup kreatif dan inovatif guna menghasilkan tujuan pengajaran secara maksimal? Pendidikan agama sebagai bidang studi mempunyai tujuan instruksional umum, yakni : Mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa, supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia. Sehubungan dengan tujuan pendidikan agama di atas, maka seorang guru agama dituntut untuk membantu meningkatkan keberhasilan mengajarnya dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni ia harus mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan selalu bertambah selaras dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini ia harus menyesuaikan sistem mengajarnya terhadap anak didik. Terlepas dari acuan dan pedoman kurikulum yang telah ditetapkan, ia juga dituntut untuk dapat bekerja teratur dan konsisten, tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai guru. Kemantapan dalam bekerja hendaknya merupakan karakteristik pribadinya, sehingga pola hidup seperti ini terhayati pula oleh siswa sebagai pendidik, kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui proses belajar yang sengaja diciptakan. Salah satu contohnya adalah SMP X yang merupakan lembaga yang mendidik siswanya sadar akan kewajiban sebagai hamba Allah dan anggota masyarakat dengan melalui pengajaran agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kegiatannya yang bersifat positif, seperti yang telah dilakukan oleh murid-murid SMP X yakni seperti peringatan hari besar Islam (PHBI), Study Club Islam, serta kajian ke-Islaman lainnya. Dari sinilah letak keinginan penulis untuk mengetahui sejauh mana aktivitas guru agama SMP X dalam upaya menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam di SMP X. Oleh karena itu penulis mengangkat tema tersebut dalam Tesis yang berjudul "Karakteristik Pendidikan Agama Islam Di SMP X". Salah satu proses dalam konsep Pendidikan Agama Islam adalah menyusun faktor penentu keberhasilan yang diawali dengan mengkaji lingkungan strategis yang meliputi kondisi, situasi, keadaan peristiwa dan pengaruh-pengaruh yang berasal dari dalam maupun dari luar. Lingkungan internal dan eksternal mempunyai dampak pada kehidupan dan kinerja seluruh komponen yang terlibat pada pendidikan khususnya Pendidikan Islam, mencakup kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan tantangan eksternal. Ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur'an, Al-Sunnah, ijtihad para ulama serta warisan sejarah, maka pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada sumber-sumber ajaran Islam tersebut. Pendidikan Islam merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, pendidikan Islam memiliki komponen-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan, yang teori-teorinya didasarkan pada nilai-nilai Islam. Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang sistematis dalam mengembangkan fitrah beragama peserta didik, sehingga mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global Demikian pula dengan visi ilmu pendidikan Islam secara umum, sesungguhnya melekat pada visi ajaran Islam itu sendiri yang terkait dengan visi kerasulan para nabi, yaitu membangun sebuah tatanan kehidupan manusia yang patuh dan tunduk kepada Allah serta membawa rahmat bagi seluruh alam Adapun karakteristrik pendidikan Islam pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sifat dan karakteristik ajaran Islam. Beberapa sifat dan karakteristik tersebut, antara lain : Pertama, bersifat terbuka. Ukuran kebaikan dan ketakwaan di hadapan Tuhan, bukan ditentukan karena berasal dari Barat atau Timur, dari Arab atau bukan Arab ('Ajam), tetapi didasarkan pada kesesuaiannya dengan nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, hubungan vertikal dengan Tuhan, hubungan horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak yang mulia, serta berkepribadian kokoh. Kedua, bersifat fleksibel. Hal ini sesuai dengan karakter nilai-nilai ajaran Islam yang shalih li kulli zaman wa makan. Ketiga, bersifat seimbang/proporsional (tawazun). Bahwa berdasarkan realitas dan sifat dasar manusia sebagai makhluk individual dan sosial, jasmani dan rohani, makhluk yang berkecendemngan pada kebaikan dan kebumkan, memiliki akal dan nafsu, maka pendidikan Islam yang berdasarkan ajaran Al-Qur'an berpijak pada keseimbangan dalam memerlakukan selumh potensi yang dimiliki manusia secara adil, seimbang dan proporsional. Dan keempat, bersifat rabbaniyyah, yakni bahwa selumh komponen pendidikan Islam didasrkan pada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, sehingga jauh dari sifat sekularistik dan hedonistik. Dengan demikian, selumh aspek pendidikan Islam, mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, gum, dan sebagainya semata-mata diorientasikan pada tujuan kepatuhan, ketundukan dan ketaatan pada Allah, jauh dari tujuan-tujuan yang menyimpang dan menyesatkan, senantiasa berpegang pada kebenaran dan bimbingan Tuhan .5 Seseorang pendidik juga hams mempelajari dan memahami dinamika dan perkembangan moral, supaya dapat memahami bagaimana peranan agama dalam moral bagi anak didik. Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan pembiasaan yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam berangsur sesuai dengan kecerdasan seseorang. Dalam pembianaan moral agama memiliki peranan yang sangat penting, karena nilai moral yang bersumber dari agama bersifat tetap dalam setiap dimensi waktu dan tempat. Berbeda dengan nilai social kemasyarakatan yang bersifat relatif tergantung dari kondisi masyarakat sekitar, dimana suatu perbuatan dianggap baik atau sopan di suatu daerah namun di tempat lain pandangan itu dapat berubah menjadi tidak baik atau tidak sopan. Dengan demikian nyatalah betapa pentinganya psikologi agama bagi duniawi pendidikan. Untuk meraih kualitas insan paripurna, dalam dunia pendidikan dan psikologi banyak sekali dikembanghkan program pelatihan pengembangan diri pribadi. Semuanya bertujuan untuk meningkatkan aspek psikososial yang positif dan mengurangi aspek negatif. Dewasa ini, sistem pendidikan produk modernisme maupun post-modernisme terbukti telah gagal dalam membangun peradaban manusia saat ini. Modernisasi dengan berbagai dimensi yang dibawanya telah melahirkan berbagai krisis manusia modern. Realitas kehidupan yang sedang atau telah memasuki the post industrial society melahirkan penderitaan dan penyakit psikologis yang semakin parah. Implikasinya membentuk penyakit mental, yakni dengan semakin membuat manusia bingung dengan dirinya sendiri. Dekonstruksi ontologis, epistemologis dan aksiologis pendidikan barat menjadi keniscayaan untuk mengembalikan manusia modern ke dalam pusat lingkaran eksistensinya. Dari aspek ekonomi, pendidikan barat dikembangkan untuk memenuhi kepentingan kapitalistik mereka yang di antara akibatnya adalah mempercepat kematian manusia. Ketidakmampuan pendidikan barat, melahirkan harapan besar umat muslim untuk mengangkat pendidikan Islam sebagai tawaran alternatif pengganti paradigma pendidikan barat. Hal ini disebabkan pendidikan Islam mampu mengintegrasikan ketiga dimensi kemanusiaan ke dalam satu bingkai konstruksi integral dan saling menunjang, yaitu visi Ilahiyah, nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai material . Karena itu parameter kebenaran dalam ilmu tarbiyah (pendidikan) Islam tidak semata-mata (dapat) dipotret dari kaca mata teori koherensi, korespondensi, dan pragmatisme, namun idealnya ilmu tarbiyah meniti jalan kebenaran idealitasnya sendiri yang jauh melampaui kebenaran-keberanan "ala kebenaran tradisi ilmiah barat" Para pakar pendidikan Islam meyakini, bahwa untuk mewujudkan pendidikan Islam yang ideal maka mutlak diperlukan pembaruan-pembaruan dalam berbagai dimensi. Cita-cita mewujudkan pendidikan Islam ideal baru bisa dicapai bila -pertama-tama - ada upaya membangun epistemologinya. Sebab problem utama pendidikan Islam adalah problem epistemologinya. Epistemologi pendidikan Islam perlu dirumuskan secara konseptual untuk menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Dengan demikian epistemologi pendidikan Islam sangat berperan dalam "membuka jalan" bagi temuan-temuan khazanah pendidikan Islam yang dapat dirumuskan secara teoritis dan konseptual. B. Rumusan Masalah Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitiannya adalah sebagai berikut : 1. Gambaran Umum SMP X 2. Bagaimana Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X 3. Bagaimana Pelaksanaa Pendidikan Agama Islam di SMP X C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Untuk Gambaran Pendidikan Agama Islam di SMP X. 2. Untuk mengetahui Pelaksanaan yang dilakukan oleh guru agama di SMP X. 3. Untuk mengetahui dampak terwujudnya guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama di SMP X. D. Batasan Masalah Untuk menghindari bahasan yang luas maka penelitian hanya di lakukan di SMP Plus al Kautsar dengan beberapa batasan sebagai berikut : 1. Karakteristik Pendidik yang dimaksud di sini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan proses belajar mengajar khususnya kompetensi profesional. 2. Pembelajaran yang akan dikaji adalah evaluasi formatif Pendidikan Agama Islam yang pada pelaksanaannya lebih dikenal dengan Ulangan Harian. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memberikan beberapa manfaat sebagai berikut ; 1. Bagi Peneliti Diharapkan menambah wawasan pengetahuan dan khasanah keilmuan khususnya dalam bidang Karakteristik pendidikan islam yang diterapkan di sekolah . 2. Bagi Lembaga Pendidikan Merupakan sumbangan informasi yang berguna sebagai umpan balik bagi lembaga pendidikan, guru, kepala sekolah berkaitan dengan pelaksanaan Karakteristik pendidikan islam di SMP X agar kualitas dan Prestasi belajar siswa di sekolah semakin baik dan meningkat. 3.Bagi Perguruan Tinggi Manfaat yang diperoleh bagi Program Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Islam adalah untuk memberikan wawasan baru tentang Karakteristik pendidikan islam. 4.Manfaat Teoritis Dapat diketahui konsep dan strategi yang benar tentang Karakteristik pendidikan islam,berdasarkan pengalaman dan penerapan di sekolah, yang pada akhirnya mungkin dapat ditemukan teori-teori baru yang bisa digunakan untuk melengkapi ataupun penyempurnaan teori yang sudah ada. F. Sistematika Pembahasan Tesis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, dalam bab ini di kemukakan : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, Penjelasan Masalah, Manfaat Penelitian, Lokasi Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan. Bab II Kajian Teori tentang : Paradigma baru dalam pendidikan islam, Pentingnya guru dalam pengajaran, Profesionalisme Guru, Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Keberhasilan Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Upaya Guru agama dalam menunjang keberhasilan pengajaran bidang studi pendidikan agama Islam Bab III Laporan Hasil Penelitian : Gambaran Umum SMP X, Karakteristik Pendidikan Agama Islam di SMP X, dampak pelaksanaa pendidikan agama di SMP X. Bab IV Penyajian dan Analisa Data Bab V Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran. |
Posted: 21 May 2012 08:38 PM PDT (KODE : PEND-AIS-0071) : SKRIPSI POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah seputar kehidupan anak telah menjadi perhatian sejak lama. Apalagi di era globaliasasi saat ini, seiring dengan pergeseran pranata sosial yang mengakibatkan maraknya tindakan asusila dan kekerasan, maka diperlukan adanya perlindungan terhadap hak-hak anak khususnya anak-anak Indonesia. Akhir-akhir ini sering sekali kita mendengar terjadinya kekerasan terhadap anak. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Di televisi juga pernah marak diberitakan mengenai siswa yang melakukan kekerasan pada siswa lainnya, contohnya kasus IPDN, dan lain-lain. Hal ini, tentu mengejutkan bagi kita. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah masih banyak terjadi kekerasan pada siswa yang dilakukan oleh sesama siswa, guru atau pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah pun kekerasan dapat terjadi, hal itu dapat dilihat dari banyaknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan anak-anak yang selalu menjadi korbannya. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter anak seperti contoh, anak akan berkarakter keras, acuh tak acuh, penakut dan masih banyak lagi. Menurut Rini (2008), di sekolah perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan mengubah suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis siswa. Tidak hanya di sekolah, di lingkungan rumah maupun masyarakat pun perlu diciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. Hal itu selaras dengan pasal 54 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang berbunyi : "Anak di dalam dan dilingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau lenmbaga pendidikan lainnya". Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan anak baik dalam lingkungan pendidikan formal, informal maupun non formal sangatlah diperhatikan oleh pemerintah utamanya oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia. Dimana anak harus merasa aman dan nyaman selama proses pembelajaran. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang ramah anak, yaitu membuat suasana yang aman, nyaman, sehat dan kondusif, menerima anak apa adanya, dan menghargai potensi anak. Dengan demikian anak bukan lagi sebagai obyek dalam pendidikan namun sebagai subyek, anak bebas berkreasi dalam belajar dengan suasana lingkungan pendidikan yang penuh kasih sayang. Minimal ada 5 (lima) indikasi sebuah kawasan hidup yang berada dalam kategori ramah anak : 1. Anak terlibat dalam pengambilan keputusan tentang masa depan diri, keluarga, dan lingkungannya. 2. Kemudahan mendapatkan layanan dasar pendidikan, kesehatan dan layanan lain untuk tumbuh kembang. 3. Adanya ruang terbuka untuk anak dapat berkumpul, bermain, dan berkreasi dengan sejawatnya dengan aman serta nyaman. 4. Adanya aturan yang melindungi anak dari bentuk kekerasan dan eksploitasi. 5. Tidak adanya diskriminasi dalam hal apapun terkait suku, ras, agama, dan golongan. Dari 5 (lima) aspek tersebut dapat tercipta Pendidikan Ramah Anak dengan lingkungan belajar yang aman, nyaman dan penuh kasih sayang sebab hubungan yang terjalin dengan rasa cinta dan kasih sayang antara anak dengan guru, orang tua, maupun teman sebayanya sangat berpengaruh dalam perkembangan dan pembentukan karakter anak yang baik. Karena pendidikan sebagai hak anak adalah kewajiban pertama ada pada pundak orang tua yang bekerjasama dengan guru sebagai pembimbing dan pengarahnya. Dalam pendidikan Islam, pendidikan ramah anak itupun diterapkan. Sebab dalam pendidikan Islam anak merupakan sejuta energi yang akan menguatkan ikatan cinta, ikatan asa, dan ikatan-ikatan lain. Dalam Islam anak juga memiliki hak yang di tuntut dari orang tua. Diantara hak anak dari orangtua adalah : 1. Hak memperoleh kasih sayang dan perhatian. 2. Hak memperoleh bimbingan. 3. Hak mengutarakan dan di dengarkan pendapatnya. Sebagaimana firman Allah SWT : "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kamudian apabila kamu telah membulat tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa kepada-Nya." (QS. Ali-Imran : 159) Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul "POLA PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK MELALUI PENDIDIKAN RAMAH ANAK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ". B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah : 1. Bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak ? 2. Bagaimana tinjauan pendidikan Islam dalam pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak? 3. Adakah perbedaan pola pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak. 2. Mengetahui pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam. 3. Mengetahui ada dan tidaknya perbedaan dan persamaan pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan agama Islam. D. Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang diharapakan, yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat akademis adalah : a. Khazanah ilmiah bagi Fakultas Tarbiyah. b. Salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan agama Islam. 2. Manfaat teoritis adalah : menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya dalam masalah pendidikan ramah anak. 3. Manfaat praktis adalah : a. Sebagai bahan acuan dalam pola asuh anak bagi orang tua. b. Sebagai panduan bagi para calon pendidik maupun pendidik dalam melaksanakan proses balajar mengajar. c. Sebagai bahan acuan bagi anak dalam bersosialisasi dalam masyarakat. E. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis mengorganisasikan sistimatika pembahasan sebagai berikut : Bab pertama adalah pendahuluan, meliputi; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian terdiri dari; jenis dan pendekatan penelitian, sumber data, teknik penelitian data, dan teknik analisis data, dan sistematika pembahasan. Bab kedua adalah landasan teori, meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak, terdiri dari : pengertian anak dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, konsep karakter anak meliputi : pengertian karakter, ciri-ciri karakter anak dan pola pembentukan karakter anak. Dan konsep pendidikan ramah anak meliputi; pengertian pendidikan ramah anak, dan pola pendidikan ramah anak. Bab ketiga adalah landasan teori meliputi; pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam, meliputi : pengertian anak dalam Islam, konsep karakter dalam pendidikan Islam, terdiri dari; pengertian karakter anak dalam Islam dan pola pembentukan karakter anak dalam pendidikan Islam. Dan konsep ramah anak, terdiri dari; pengertian pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam dan pola pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam. Bab keempat analisis data meliputi; analisis pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak secara umum, pola pembentukan karakter anak melalui pendidikan ramah anak dalam perspektif pendidikan agama Islam, dan analisis konsep pendidikan ramah anak secara umum dengan pendidikan Islam. Bab kelima adalah penutup meliputi : kesimpulan dan saran-saran. Dan dilengkapi dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran. |
SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA Posted: 21 May 2012 08:36 PM PDT (KODE : PEND-AIS-0070) : SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai kenakalan siswa adalah masalah yang dirasakan sangatlah penting dan menarik untuk dibahas dan juga harus ditangani secara terpadu dan menyeluruh . Hal ini disebabkan pada masa remaja merupakan suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan masa kegoncangan yang sangat menentukan keadaan masa depannya, atau masa pencarian jati diri, pada usia SMP adalah masa-masa pubertas awal yang dialami hidupnya. Kualitas kehidupan manusia dalam suatu bangsa dewasa ini adalah sangat ditentukan oleh kualitas para pemudanya, bahkan ditentukan oleh kualitas anak-anaknya, oleh karena itu tuntutan akan pendidikan dewasa ini semakin meningkat. Dikarenakan dorongan yang sangat kuat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sedemikian rupa, maka tidak bisa diabaikan bahwa pendidikan itu memegang peranan penting dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan tujuan dari pendidikan itu akan mudah tercapai manakala para pemudanya secara sadar memahami pentingnya suatu pendidikan. Namun dewasa ini, banyak kita lihat keanekaragaman kenakalan yang dilakukan para remaja sehingga berdampak pula pada tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Kenakalan yang dilakukan para siswa bisa juga kita sebut dengan delinquency siswa, dimana dalam konsep psikologi delinquency berarti kejahatan. Dalam kaitan ini pembatasan dari para ahli hukum Anglo Saxon dapat diterima, bahwa delinquency siswa berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak-anak remaja. Sehari-hari kita sering mendengar bahwa anak-anak yang suka berkelahi dan bertengkar sesama kawannya serta mengeluarkan perkataan yang kotor adalah anak nakal. Apabila kita klasifikasikan secara keseluruhannya, maka ini menimbulkan suatu pengertian "kenakalan anak-anak". Jika yang dipersoalkan sekarang ialah tentang perbuatan kenakalan, maka yang manakah dan yang bagaimanakah yang dirasakan merupakan "kenakalan anak" tersebut, sehingga perlu ditanggulangi secara serius yang mendalam oleh tiap negara. Fuad Hasan, dalam hal ini mengemukakan pendapatnya antara lain sebagai berikut : "Delinguency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindakan kejahatan." Thung Tjip Nio, SH, Hakim khusus pada Pengadilan Negeri Istimewa di Jakarta untuk perkara anak-anak mengatakan, "Definisi ini tergantung dari sudut mana kita memandang problema ini, seorang sosiolog akan memberi definisi yang berlainan ". Dari pendapat-pendapat para ahli ini kita dapat menarik kesimpulan, bahwa delinquency mempunyai sifat yang dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu : 1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan anti-sosial. Kenakalan ini diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat digolongkan sebagai pelanggaran hukum. 2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum. Menurut William C. Kvareceus, ada juga bentuk kenakalan yang tidak dapat digolongkan kepada pelanggaran hukum. Kenakalan ini disebut dengan Hidden Delinquency. Diantaranya yaitu : 1. Berbohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan. 2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. 3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua. 4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif. 5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya. Misalnya : pisau, pistol. 6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal. 7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertangggung jawab. 8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan. 9. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya. Sedangkan kenakalan yang dapat digolongkan pelanggaran terhadap hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal, misalnya : 1. Berjudi sampai mempergunakan uang taruhan atau benda yang lain. 2. Mencuri, mencopet, menjambret, merampas dengan kekerasan atau tanpa kekerasan. 3. Peggelapan barang. 4. Penipuan dan pemalsuan. 5. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan. 6. Perbuatan yang merugikan orang lain. 7. Percobaan pembunuhan. 8. Pengguguran kandungan. 9. Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian. Kegiatan pendidikan di sekolah, sampai saat ini masih merupakan wahana sentral dalam mengatasai berbagai bentuk kenakalan remaja yang terjadi. Oleh karena itu segala apa yang terjadi dalam lingkungan di luar sekolah, senantiasa mengambil tolak ukur aktivitas pendidikan dan pembelajaran sekolah. Hal seperti ini cukup disadari oleh para guru dan pengelola lembaga pendidikan, dan mereka melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan memaksimalkan kasus-kasus yang terjadi akibat kenakalan siswanya melalui penerapan tata tertib, pembelajaran moral, agama dan norma-norma susila lainnya. Pelajar dan pemuda muslim yang kini merupakan mayoritas kawula muda di Indonesia, wajar dan sangat tepat jika senantiasa membina diri, hingga akhirnya memiliki karakter Islami yang penuh dengan keluhuran dan kemuliaan agar tidak terjebak dalam hal-hal yang dilanggar oleh syari'at agama. Menurut penelitian KOMNAS perlindungan anak, angka prosentase remaja yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah mencapai hingga 62,7%, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan oral seks, 97,0% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Sedangkan badan narkotika nasional mencatat jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 4.000.000 pengguna dan 20% diantaranya adalah pelajar, 70% siswa SMP dan SMA di 12 kota besar pernah mendapatkan tawaran narkoba dari temannya dan 83.000 pelajar pengguna narkoba (SD, SMP, dan SMA) di 12 kota besar. Melihat data diatas, pemerintah berupaya memberikan solusi dengan menawarkan sistem baru yang berupa pendidikan berkarakter dengan tujuan meminimalisir jumlah prosentase diatas. Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Diharapkan dari pendidikan karakter ini, lebih-lebih internalisasi nilai-nilai Islami, siswa dapat mencontoh sikap nabinya, Muhammad SAW yang memang menjadi suri tauladan bagi kita, sebagaimana firman Allah : "Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan" (Q.S. Al-Ahzab (33) : 2) Kedudukan guru dalam setiap mata pelajaran memiliki peran yang sangat penting dan turut serta mengatasi terjadinya kenakalan siswanya, sebab setiap guru merupakan sosok yang bertanggung jawab langsung terhadap pembinaan moral dan menanamkan norma hukum tentang baik dan buruk serta tanggung jawab seseorang atas segala tindakan yang dilakukan baik di dunia maupun di akhirat. Namun, tidak hanya guru yang harus terbebani dengan semua ini, segala aspek harus ikut andil dalam mewujudkan pendidikan karakter ini, terlebih orang tua, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Tahrim (66) : 6 : "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan " Secara moralistik, pendidikan karakter merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan Ibnu Maskawaih yang sangat tegas menjelaskan bahwa materi pendidikan tersebut adalah nilai-nilai akhlakul karimah. Adapun sejumlah nilai yang harus ditanamkan adalah kejujuran (shidiq), kasih sayang (ar-rahman), tidak berlebih-lebihan (qana'ah), menghormati kedua orang tua (birrul walidain), memelihara kesucian diri (al-iffah) dan bertaqwa. Mengingat betapa pentingnya peranan remaja sebagai generasi muda bagi masa depan bangsa. Maka masalah tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terhadap upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mencanangkan pendidikan karakter untuk menaggulangi terjadinya delinquency siswa. Oleh karena itu penulis terdorong untuk meneliti dengan judul : "PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MENANGGULANGI DELINQUENCY SISWA DI KELAS VIII SMP X". B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa persoalan yang perlu diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana karakter siswa kelas VIII dalam pendidikan karakter mata pelajaran PAI di SMP X? 2. Bagaimana bentuk-bentuk delinquency siswa kelas VIII SMP X? 3. Adakah pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa kelas VIII SMP X? C. Tujuan Penelitian 1. Ingin mengetahui atau mendeskripsikan nilai-nilai karakter dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SMP X. 2. Ingin mengetahui bentuk-bentuk delinquency siswa SMP X. 3. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X. D. Manfaat Penelitian Selain untuk mencapai tujuan yang diharapkan di atas, penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi : 1. Orang tua, yang bertanggung jawab atas pendidikan putra-putrinya, terutama masalah tingkah lakunya. Sehingga dengan penyajian ini dapat diketahui pentingnya pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa. 2. Sekolah, meski dalam kadar minimal, skripsi ini diharapkan dapat menunjang tertibnya sekolah. 3. Penulis, untuk menambah khazanah keilmuan dan pengetahuan tentang pendidikan karakter terutama dalam menanggulangi delinquency siswa. E. Sistematika Pembahasan Dalam penulisan skripsi ini terdiri dari IV (empat) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan, dalam hal ini membahas secara global yang meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup, Definisi Operasional, dan Sitematika Pembahasan. BAB II KAJIAN TEORI Bab ini akan membahas tentang seputar pendidikan karakter yang terdiri dari definisi, tujuan dan nilai-nilai karakter dalam pendidikan karakter. Serta pembahasan seputar delinquency yang meliputi : definisi, sebab terjadinya serta bentuk-bentuk delinquency siswa. Dan pembahasan yang terakhir tentang pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinguency siswa dan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari, jenis penelitian, rancangan penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data dan instrument penelitian serta analisis data. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN Berisi tentang deskriptif singkat gambaran umum objek penelitian, nilai-nilai karakter siswa, bentuk/jenis-jenis kenakalan yang dilakukan oleh siswa kelas VIII SMP X, dan hasil analisis pengaruh pendidikan karakter dalam menanggulangi delinquency siswa SMP X. BAB IV PENUTUP Merupakan konsep akhir dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dan saran-saran. Demikian sistematika pembahasan yang nantinya menjadi penulisan skripsi sesuai dengan urutannya dan setelah sampai pada penutupan kami juga mencantumkan daftar pustaka beserta lampiran-lampiran penutup. |
You are subscribed to email updates from gudang makalah, skripsi dan tesis To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Post a Comment